Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 mengukuhkan keberadaan Indonesia sebagai Negara Kesatuan dan
menghilangkan keraguan terhadap pecahnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 telah memperkukuh prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan tidak sedikit pun mengubah Negara Kesatuan Republik Indonesia
menjadi
161
negara federal. Pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 mendorong pelaksanaan otonomi daerah untuk lebih
memperkukuh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan meningkatkan proses
pembangunan di daerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat di
daerah. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengaturan dalam peraturan
perundang-undangan yang komprehensif untuk pelaksanaan otonomi daerah sehingga
dapat dilaksanakan sesuai dengan hakikat tujuan pembangunan nasional.
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang merupakan naskah asli mengandung prinsip bahwa
”Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.” Pasal yang
dirumuskan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tersebut merupakan
tekad bangsa Indonesia yang menjadi sumpah anak bangsa pada 1928 yang dikenal
dengan Sumpah Pemuda, yaitu satu nusa, satu bangsa, satu bahasa persatuan, satu
tanah air yaitu Indonesia. Penghargaan terhadap cita-cita luhur para pendiri
bangsa (The Founding Fathers) yang menginginkan Indonesia sebagai negara bangsa
yang satu merupakan bagian dari pedoman dasar bagi MPR 1999-2004 dalam
melakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Wujud Negara Kesatuan Republik Indonesia semakin kukuh
setelah dilakukan perubahan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, yang dimulai dari adanya kesepakatan MPR yang salah satunya adalah
tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan tetap mempertahankan
162
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk final
negara bagi bangsa Indonesia.
Kesepakatan untuk tetap mempertahankan bentuk negara
kesatuan didasari pertimbangan bahwa negara kesatuan adalah bentuk yang
ditetapkan sejak awal berdirinya negara Indonesia dan dipandang paling tepat
untuk mewadahi ide persatuan sebuah bangsa yang majemuk ditinjau dari berbagai
latar belakang (dasar pemikiran).
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
secara nyata mengandung semangat agar Indonesia ini bersatu, baik yang
tercantum dalam Pembukaan maupun dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar yang
langsung menyebutkan tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam lima
Pasal, yaitu: Pasal 1 ayat (1), Pasal 18 ayat (1), Pasal 18B ayat (2), Pasal
25A dan pasal 37 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 serta rumusan pasal-pasal yang mengukuhkan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan keberadaan lembaga-lembaga dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Prinsip kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
dipertegas dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dalam upaya membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Pembentukan pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
163
darah Indonesia itu bertujuan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tujuan
tersebut bisa dicapai hanyalah dengan adanya kemerdekaan bagi bangsa
Indonesaia, sehingga dalam alinea keempat ini secara tegas diproklamirkan,
disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam satu Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbentuk dalam satu susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Pancasila.
Dengan menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan dasar dalam
berdirinya bangsa Indonesia dalam Negara Kesatuan, Pembukaan tersebut tetap
dipertahankan dan dijadikan pedoman.
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 merupakan naskah asli yang tidak dilakukan perubahan
karena merupakan bagian dari komitmen MPR untuk tetap mempertahankan Negara
Kesatuan dalam bentuk Negara Republik Indonesia sehingga pasal ini mengayomi
pula keberadaan pasal-pasal selanjutnya dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, bahkan dalam Pasal 37 ayat (5) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditegaskan pula bahwa, hanya bentuk
Negara Kesatuan saja yang tidak dapat dilakukan perubahan dalam pasal-pasal
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan tidak
dilakukannya perubahan tersebut semakin memperkukuh bentuk Negara
164
Kesatuan sebagai bentuk final dan menghilangkan kekhawatiran
sebagian masyarakat agar Indonesia tidak menjadi negara federal.
Negara Kesatuan Republik Indonesia itu adalah negara yang
memiliki satu kesatuan teritori (sesuai dengan UNCLOS 1982) dari Sabang sampai
Merauke dan dari Miangas sampai pulau Rote, satu kesatuan bangsa yang disebut
bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda 1928), satu kesatuan kepemilikan sumber
kekayaan alam yang peruntukannya sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat,
satu kesatuan ideologi negara yaitu ideologi Pancasila, satu kesatuan politik
nasional yang harus selalu berpihak pada kepentingan nasional (national
interest), satu kesatuan perekonomian nasional yang harus selalu berpihak pada
upaya mensejahterakan rakyat Indonesia, satu kesatuan budaya nasional yang
memiliki jati diri Indonesia sebagai karakter nasional dan sistem pertahanan
keamanan nasional yang khas menurut kharakteristik Indonesia, itulah makna yang
dalam dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (Soepandji, Susilo Budi, 2011).
Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menetapkan “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang
tiap-tiap provinsi, kabupaten, kota itu mempunyai pemerintahan dan, yang diatur
dengan undang-undang.” Dari Pasal ini teridentifikasi bahwa prinsip penulisan
Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menunjukkan bahwa Negara Kesatuan
tidak bisa diubah yang merupakan suatu tekad yang tidak bisa ditawar sama
sekali.
165
Negara Kesatuan Republik Indonesia dinyatakan dibagi atas
bukan terdiri atas. Kalimat “dibagi atas” menunjukkan bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia tersebut adalah satu, setelah itu baru kemudian dibagi atas
daerah-daerah, sehingga Negara Kesatuan tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Meskipun Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah dibagi, dia merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan bahkan dimungkinkan untuk ditarik kembali
apabila ada yang ingin mencoba memisahkan diri dari kesatuannya. Kalimat
”dibagi atas provinsi dan provinsi dibagi atas kabupaten dan kota” adalah
sebagai wujud pengukuhan dari pengakuan otonomi daerah yang diberikan pengakuan
memiliki pemerintahan sendiri yakni pemerintahan daerah namun tetap dalam
bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketentuan pasal ini merupakan entry
point (pintu masuk atau sebagai dasar) pelaksanaan otonomi daerah dalam rangka
mempererat kembali keutuhan daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, sehingga tidak ada lagi perbedaan pendapat terhadap bentuk negara
Indonesia sebagai negara kesatuan.
Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, “Negara mengakui dan menghormati kesatuan–kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat, dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang diatur dalam Undang-Undang.”
Pasal ini memberikan tempat dan menghormati keberadaan
masyarakat hukum adat berserta hak-hak
166
tradisionalnya yang memang sudah ada sejak lama bahkan masih
hidup di tengah-tengah masyarakat setempat, akan tetapi masyarakat hukum
tersebut dengan hak-hak tradisionalnya itu tidak boleh dijadikan sebagai alasan
untuk menegakkan negara sendiri mengingat masyarakat hukum adat tersebut sangat
besar dan berlainan dengan masyarakat hukum adat di daerah lainnya. Pengakuan dan
penghormatan negara tersebut justru dalam rangka memperkuat Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Pasal 25A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menetapkan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah
negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan
hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.”
Adanya ketentuan ini dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dimaksudkan untuk mengukuhkan kedaulatan wilayah
Negara Kesatuan. Hal ini penting dirumuskan agar ada penegasan secara
kons-titusional batas wilayah Indonesia di tengah potensi perubahan batas
geografis sebuah negara akibat gerakan separatisme, sengketa perbatasan
antarnegara, atau pendudukan oleh negara asing.
Berkaitan dengan wilayah negara Indonesia, pada 13 Desember
1957 pemerintah Indonesia mengeluarkan Deklarasi Djuanda. Deklarasi itu
menyatakan: “Bahwa segala perairan di sekitar, di antara, dan yang
menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan Republik Indonesia, dengan
tidak memandang luas atau
167
lebarnya, adalah bagian yang wajar dari wilayah daratan
Negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian daripada
perairan pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan
Negara Republik Indonesia. Penentuan batas laut 12 mil yang diukur dari
garis-garis yang menghubungkan titik terluar pada pulau-pulau Negara Republik
Indonesia akan ditentukan dengan Undang-undang.”
Sebelumnya, pengakuan masyarakat internasional mengenai
batas laut teritorial hanya sepanjang 3 mil laut terhitung dari garis pantai
pasang surut terendah.
Deklarasi Juanda menegaskan bahwa Indonesia merupakan satu
kesatuan wilayah Nusantara. Laut bukan lagi sebagai pemisah, tetapi sebagai
pemersatu bangsa Indonesia. Prinsip ini kemudian ditegaskan melalui Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia.
Berdasarkan Deklarasi Juanda tersebut, Indonesia menganut
konsep negara kepulauan yang berciri Nusantara (archipelagic state). Konsep itu
kemudian diakui dalam Konvensi Hukum Laut PBB 1982 (UNCLOS 1982 = United
Nations Convention on the Law of the Sea) yang ditandatangani di Montego Bay,
Jamaika, tahun 1982. Indonesia kemudian meratifikasi UNCLOS 1982 tersebut
dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985. Sejak itu dunia
internasional mengakui Indonesia sebagai negara kepulauan.
168
Berkat pandangan visioner dalam Deklarasi Djuanda tersebut,
bangsa Indonesia akhirnya memiliki tambahan wilayah seluas 2.000.000 km2,
termasuk sumber daya alam yang dikandungnya.
Pada saat membahas materi rancangan perubahan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai wilayah negara ini,
sebenarnya timbul keinginan untuk mempergunakan penyebutan Benua Maritim
Indonesia untuk pengenalan wilayah Indonesia seperti yang telah dideklarasikan
oleh pemerintah pada 1957. Hal itu tidaklah berlebihan mengingat ada klaim
penyebutan Benua Antartika untuk Pulau Antartika yang berada di Kutub Selatan.
Dengan adanya ketentuan mengenai wilayah negara tersebut,
pada masa mendatang kemungkinan pemisahan sebuah wilayah dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia tidak akan terjadi. Demikian pula hal itu akan mendukung
penegakan hukum di seluruh wilayah tanah air, dalam melakukan perundingan
internasional yang berkaitan dengan batas wilayah negara Indonesia, serta
pengakuan internasional terhadap kedaulatan wilayah negara Indonesia.
Kesadaran bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar,
mengingat besarnya jumlah penduduk, sumber daya alam yang melimpah, serta luasnya
wilayah pasti akan memberikan kepercayaan diri yang besar.