Banjir:
Anugerah atau Musibah?
Lora
Luayya
Banjir
Lagi
Vokal:
Kak Seto dan Si Komo
Banjir lagi (Jir!!)
Banjir lagi (Jir!!)
Aduh komo
bingung lagi.
Banjir lagi (Jir!!)
Aduh komo
bingung lagi.
Gara-gara kita-kita
buang sampah sembarangan.
buang sampah sembarangan.
Ayo kawan semua
jaga kebersihan.
jaga kebersihan.
Itulah kata Si
Komo.
Ayo kawan
tertib
menjaga lingkungan.
menjaga lingkungan.
Kali bersih
tidak banjir lagi.
Dewasa ini banjir
bukanlah fenomena langka di Indonesia. Dikutip dari Wikipedia Ensiklopedi Bebas,
banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang
berlebihan merendam daratan.Pengarahan banjir Uni Eropa mengartikan banjir sebagai perendaman sementara
oleh air pada daratan yang biasanya tidak terendam air. Dalam arti "air mengalir",
kata ini juga dapat berarti masuknya pasang
laut. Banjir diakibatkan oleh volume air di suatu badan air
seperti sungai atau danau yang meluap atau menjebol bendungan sehingga air keluar dari
batasan alaminya.
Banjir adalah tamu tahunan bagi Indonesia
khususnya di kota-kota besar. Banyak faktor yang menyebabkan banjir sering kali
melanda, yaitu meluapnya air sungai, naiknya air laut kepermukaan, maupun hujan
deras yang melanda. Namun di balik faktor-faktor tersebut terdapat masalah
krusial yang menjadi penyebab utama timbulnya banjir dimana masalah tersebut sangat
sulit untuk diatasi yaitu kebiasaan masyarakat membuang sampah di sungai. Hal
itu sesuai dengan lirik dari lagu anak-anak yang telah disajikan, yang menggambarkan
bahwa penyebab banjir itu sendiri adalah kita. Yang sering kali membuang sampah
sembarangan.
Menurut perkiraan dari Badan
Pusat Statistik (PBS) jumlah sampah pada tahun 2020 di 384 kota di Indonesia
mencapai 80.235,87 ton tiap hari. Dari sampah yang dihasilkan tersebut
diperkirakan sebesar 4,2% akan diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA),
sebanyak 37,6% dibakar, dibuang ke sungai sebesar 4,9% dan tidak tertangani
sekitar 53,3%. Dari sekitar 53,3% sampah yang tidak ditangani dibuang dengan cara
tidak saniter. Dan dapat dipastikan dari 53,3% sampah yang tidak ditangani
tersebut hampir 50% diantaranya berada di sungai. Jadi dapat dipastikan sungai
akan mengalami pendangkalan serta akan berdampak pada timbulnya banjir.
Banjir yang datang otomatis
akan menimbulkan kerugian bagi masyarakata,dari rusaknya barang-barang yang
terendam banjir, terganggunya aktifitas sehari-hari, timbulnya penyakit, bahkan
sampai hilangnya barang barang yang ditinggal mengungsi. Namun di sisi lain tidak
sedikit masyarakat yang menjadikan banjir sebagai alat untuk menambah penghasilan,
dari cara yang halal maupun cara yang haram.
Saat warga tengah dilanda
banjir dan membutuhkan pertolongan, ada saja pihak yang memanfaatkan banjir
untuk menambah pundi-pundi rupiahnya. Dengan cara menyewakan perahu untuk mengevakuasi
masyarakat, menyewakan perahu untuk menyeberang jalan yang tergenang banjir, menjarah
barang-barang yang ditinggal pemiliknya mengungsi, bahkan menodong atau mencuri
barang dari para pengguna jalan yang terjebak banjir.
“Sejumlah kasus pencurian dan penodongan
kepada para pengguna jalan yang terjebak banjir, memang diakui ada” dituturkan
oleh Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Makbul Padmanegar saat
berdialog dengan Arif Suditomo di studio SCTV Jakarta, Rabu (6/2) petang.
Bukannya membantu para
korban yang terkena banjir namun orang-orang tak bertanggung jawab ini malah semakin membuat korban banjir
dalam kesusahan,ibarat pepatah sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sungguh miris
menyadari keadaan yang ada saat ini. Di negara yang menjunjung tinggi rasa
kemanusiaan, kebersamaan, dan gotong royong ternyata terdapat pihak-pihak yang
sering kali mengambil kesempatan dalam kesulitan orang lain. Lalu dimanakah rasa kepedulian
terhadap sesama yang selama ini sering kali di agung-agungkan?
Kisah Negeri yang Miskin
Karya: Andi Sitti Nasmah AR
Negeriku kaya, elok, dan makmur
Hanya ada dalam lagu Rayuan Pulau Kelapa
Namun kenyataan yang ada
Kemiskinan semakin menjadi-jadi
Miskin iman semakin banyak
Orang-orang kaya berlomba-lomba membangun masjid
Namun yang shalat hanyalah imam
Di mana mereka?
Di mana para pemuda pemudi remaja masjid?
Di mana para pejabat, hartawan, dan dermawan?
Di mana para ibu-ibu dan anak-anak?
Walaupun suara azan telah berkumandan
Namun mereka seolah tuli,bisu, dan buta
Miskin hati juga semakin bertambah
Yang tak peduli
lagi sesama manusia
Walaupun kota bersih dan bersinar
Namun pengemis masih menghuni jalan kota dan kolong
jembatan
Yang membuat dada semakin sesak
Miskin cintapun semakin marak
Pasangan-pasangan muda kehilangan cinta
Perceraian adalah jalan pintas mereka
Yang tidak mau kenal kata rujuk
Sambil menggandeng pasangan baru
Jangan anggap negeri ini kaya
Bila negeri ini krisis budaya
Budaya malu sudah
hilang
Musyawarah dan mufakat terabaikan
Kekerasan semakin meraja lela
Kecanggihan teknologi telah merajai dunia
Di
mana negeriku yang tentram?
Kepeduliaan telah digambarkan hilang dari puisi yang
disajikan, tak ada lagi kepedulian terhadap sesama manusia. Rasa simpati,
empati, satu sepenanggungan yang dulu menjadi ciri dari masyarakat negeri katulistiwa
ini telah luntur digerus zaman yang penuh dengan keegoisan. Sekarang yang ada
hanyalah rasa untuk menang sendiri. Padahal sesungguhnya kepeduliaan itu adalah
dasar dari terbangunnnya kebersamaan dalam perbedaan di masyarakat.
Budaya malu juga digambarkan hilang melalui puisi yang
disajikan. Sekarang masyarakat negeri ini sudah tidak dapat memisahkan lagi
rasa malu dan mau. Mau, untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya namun tidak punya rasa malu menjatuhkan orang yang tengah
jatuh. Mau membuat hidupnya tercukupi namun tidak malu mencuri dari
tangan-tangan orang yang tengah membutuhkan.
Menyedihkan memang kenyataan yang ada. Saat sebagian
orang tengah tertimpa musibah banjir, namun sebagian lagi memanfaatkannya untuk
kepentingan pribadi. Saat sebagian orang membutuhkan bantuan, namun sebagian
lagi malah menimbulkan penyiksaan.
Seharusnya banjir bukan menjadi alat untuk mencapai
keuntungan pribadi, namun sebagai alat pemersatu, alat pemupuk solidaritas, dan
sebagai alat untuk menyatukan masyarakat Indonesia. Yang terkena musibah
dibantu, dan yang tidak terkena musibah membantu. Mengulurkan tangan mereka
memberikan bantuan dengan berbagai cara. Baik melalui uluran tangan langsung
seperti membantu evakuasi, mendirikan pengungsian, membantu dengan keahlian
medis yang dimiliki, maupun bantuan lainnya yang dapat kita lakukan langsung
untuk korban banjir. Atau dapat pula dengan bantuan tidak langsung, seperti
pengiriman barang-barang kebutuhan sehari-hari.
Bukan malah mengambil keuntungan dari musibah yang terjadi.
Disinilah dapat kita pertanyaakn, sesungguhnya banjir
yang datang akan menjadi anugerah atau musibah? Anugerah dengan pandangan
positif maupun anugerah untuk pandangan negatif. Anugerah pandangan positif yaitu
anugerah sebagai alat pemersatu, alat
pembangkit solidaritas dan pemupuk kebersamaan. Anugerah negatif yaitu
mengambil keuntungan dengan menjarah, mencuri, menodong,ataupun mengambil
pungutan-pungutan liar dalam kondisi seperti ini. Sedangkan banjir sebagai musibah
yaitu dengan terkendalanya aktivitas sehari-hari, rusaknya barang-barang yang
dimiliki, bahkan hilangnya barang-barang yang ditinggalkan.
Banjir memang akan terus
datang melanda Indonesia , kerugian karena banjir akan terus ditanggung oleh
masyarakat Indonesia, namun keuntungan karena banjir pun akan terus datang pada
mereka yang tidak lagi punya rasa kepeduliaan terhadap sesama. Memupuk kembali
rasa simpati, empati, kepedulian, kebersamaan, dan gotong royong sangat
diperlukan lagi dimasa sekarang. Menumbuhkan kembali nilai-nilaiberat sama
dipikul ringan sama dijinjing. Agar tercapai masyarakat indonesia yang adil,
tentram, dan berbudaya.
contoh essay tentang banjir