Makalah adalah suatu karya tulis yang
dibuat berdasarkan hasil kajian untuk dibacakan di muka umum pada suatu
persidangan dan ditulis untuk diterbitkan. Makalah dibuat oleh seseorang yang
ahli di bidangnya. Jadi pembuatan makalah ini dapat berguna bagi banyak orang
dan dapat disebarluaskan.
Membuat latar belakang makalah sebaiknya
dibuat dengan bahasa yang lugas dan dapat dipahami, karena membuat latar
belakang makalah adalah bagian penting dari sebuah makalah itu sendiri. Di sini
akan terlihat sejauh mana tujuan makalah tersebut.
Berikut ini adalah langkah-langkah
membuat latar belakang makalah:
1.
Tetapkan tujuan. Untuk memberi gambaran
tujuan yang akan dibahas sebaiknya membuat gambaran yang mudah dicerna. Mengemukakan
visi dan misi yang tidak muluk-muluk dan tepat sasaran.
2.
Membuat gambaran cara pencapaian tujuan
tersebut. Jangan lupa memberikan contoh-contoh yang riil dan fleksibel, yaitu
dengan melihat kondisi yang terjadi dan membuat gambaran-gambaran sebenarnya.
3.
Memberikan solusi. Penting sekali untuk
memberikan jalan keluar dari tema makalah yang sedang dibuat. Jangan lupa untuk
memberikan langkah-langkah atau tips praktis yang telah pernah dicoba terlebih
dahulu.
4.
Memberi harapan. Jangan lupa untuk
memberi kepastian bahwa selalu ada hasil yang terbaik ketika sesuatu telah
dicoba. Ada baiknya untuk memberi semangat dan kepedulian agar makalah ini bisa
maksimal.
berikut
contoh latar belakang
A. LATAR BELAKANG
Sebelum tanggal 17 Agustus bangsa
Indonesia belum merdeka. Bangsa Indonesia dijajah oleh bangsa lain. Banyak
bangsa-bangsa lain yang menjajah atau berkuasa di Indonesia, misalnya bangsa
Belanda, Portugis, Inggris, dan Jepang. Paling lama menjajah adalah bangsa
Belanda. Penjajahan Belanda berakhir pada tahun 1942, tepatnya tanggal 8 Maret.
Sejak saat itu Indonesia diduduki oleh bala tentara Jepang.
Namun Jepang tidak terlalu lama
menduduki Indonesia. Mulai tahun 1944, tentara Jepang mulai kalah dalam melawan
tentara Sekutu. Untuk menarik simpati bangsa Indonesia agar bersedia membantu
Jepang dalam melawan tentara Sekutu, Jepang memberikan janji kemerdekaan di
kelak kemudian hari. Janji ini diucapkan oleh Perdana Menteri Kaiso pada
tanggal 7 September 1944. Oleh karena terus menerus terdesak, maka pada tanggal
29 April 1945 Jepang memberikan janji kemerdekaan yang kedua kepada bangsa
Indonesia, yaitu janji kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat
Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di Jawa dan
Madura).
Dalam maklumat itu sekaligus dimuat
dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI). Keanggotaan badan ini dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan
mengadakan sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945 - 1 Juni 1945. Pada sidang
pertama itu, banyak anggota yang berbicara, dua di antaranya adalah Muhammad
Yamin dan Bung Karno, yang masing-masing mengusulkan calon dasar negara untuk
Indonesia merdeka. Selesai sidang pertama, pada tanggal 1 Juni 1945 para
anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya
adalah menampung usul-usul yang masuk dan memeriksanya serta melaporkan kepada
sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi kesempatan mengajukan usul secara
tertulis paling lambat sampai dengan tanggal 20 Juni 1945. Panitia Kecil yang
beranggotakan sembilan orang ini pada tanggal itu juga melanjutkan sidang dan
berhasil merumuskan calon Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian lebih dikenal
dengan sebutan “Piagam Jakarta”. Dalam sidang BPUPKI kedua, tanggal 10-16 juli
1945, hasil yang dicapai adalah merumuskan rancangan Hukum Dasar. Sejarah
berjalan terus. Pada tanggal 9 Agustus dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI). Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat
kepada Sekutu, dan sejak saat itu Indonesia kosong dari kekuasaan. Keadaan
tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para pemimpin bangsa
Indonesia, yaitu dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17
Agustus 1945. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan PPKI mengadakan sidang,
dengan acara utama (1) mengesahkan rancangan Hukum Dasar dengan preambulnya
(Pembukaannya) dan (2) memilih Presiden dan Wakil Presiden.
Untuk pengesahan Preambul, terjadi
proses yang cukup panjang. Sebelum mengesahkan Preambul, Bung Hatta terlebih
dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat
setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia bagian Timur yang
menemuinya. Intinya, rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada alinea
keempat preambul, di belakang kata “ketuhanan” yang berbunyi “dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapus. Jika tidak maka
rakyat Indonesia bagian Timur lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang
baru saja diproklamasikan. Usul ini oleh Muh. Hatta disampaikan kepada sidang
pleno PPKI, khususnya kepada para anggota tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada
Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku Muh. Hasan. Muh. Hatta
berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam, demi persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh
karena pendekatan yang terus-menerus dan demi persatuan dan kesatuan, mengingat
Indonesia baru saja merdeka, akhirnya tokoh-tokoh Islam itu merelakan
dicoretnya “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”
di belakang kata Ketuhanan dan diganti dengan “Yang Maha Esa”.