UKURAN KINERJA
Laporan kinerja keuangan meskipun penting tetapi hanya merupakan
salah satu aspek dari kinerja suatu organisasi. Ada aspek-aspek lain yang juga merupakan
ukuran kinerja suatu organisasi harus dipertimbangkan.
A. Sistem Ukuran Kinerja
Tujuan dari sistem ukuran kinerja adalah untuk mengimplementasikan
strategi. Dalam menetapkan sistem ukuran kinerja, manajemen senior memilih
ukuran-ukuran yang paling mewakili strategi perusahaan. Ukuran-ukuran ini dapat
dilihat sebagai faktor keberhasilan penting (critical success factors) masa kini dan masa depan, jika
ukuran-ukuran ini membaik, berarti perusahaan telah mengimplementasikan
strateginya. Keberhasilan strategi bergantung pada kekuatan-kekuatannya. Sistem
ukuran kinerja hanyalah merupakan suatu mekanisme yang memperbaiki kemungkinan
bahwa organisasi akan mengimplementasikan strateginya dengan berhasil.
Tampilan berikut memberikan kerangka untuk merancang
suatu sistem ukuran kinerja. Strategi mendefinisikan faktor-faktor
keberhasilan, jika faktor-faktor keberhasilan diukur dan dihargai, maka orang
akan termotivasi untuk mencapainya.
Keterbatasan Sistem Ukuran
Kinerja Keuangan
Mengukur dan mengevaluasi kinerja unit bisnis hanya dengan
mengandalkan pada ukuran-ukuran keuangan saja tidaklah cukup. Kenyataannya,
ukuran kinerja keuangan dapat menimbulkan disfungsional karena beberapa alasan,
yaitu:
1.
Mendorong tindakan jangka pendek yang tidak sesuai dengan
kepentingan jangka panjang perusahaan. Semakin
besar tekanan yang diberikan untuk mencapai tingkat laba saat ini, maka semakin
besar kemungkinan manajer unit bisnis akan mengambil tindakan jangka pendek
yang mungkin salah dalam jangka panjang. Untuk ilustrasi, manajer mungkin
mengirimkan produk berkualitas rendah pada pelanggan untuk memenuhi target
penjualan, dan hal ini akan mempengaruhi pelanggan dan penjualan masa depan
secara negatif
2.
Manajer unit bisnis mungkin tidak mengambil tindakan yang berguna
untuk jangka panjang, guna memperoleh laba jangka pendek. Misal, manajer mungkin tidak mengusulkan investasi yang berisiko
(investasi yang memiliki ketidakpastian yang besar mengenai arus kas masa
depan) karena ketidakpastian arus kas mengurangi probabilitas untuk mencapai
target keuangan jangka pendek.
3.
Menggunakan laba jangka pendek sebagai satu-satunya tujuan dapat
mendistorsi komunikasi antara manajer unit bisnis dengan manajer senior. Jika manajer unit bisnis dievaluasi berdasarkan anggaran laba,
mereka mungkin mencoba untuk menetapkan target laba yang mudah dicapai,
sehingga mengarah pada data perencanaan yang salah untuk seluruh perusahaan
karena laba yang dianggarkan mungkin saja lebih rendah dari yang seharusnya
dapat dicapai. Selain itu, manajer unit bisnis mungkin enggan untuk mengakui
selama tahun tersebut bahwa kemungkinan besar mereka akan gagal untuk mencapai
laba yang dianggarkan sampai benar-benar terbukti bahwa mereka tidak mungkin
mencapainya.
4.
Pengendalian keuangan yang ketat dapat memotivasi manajer untuk
memanipulasi data. Misal, pada satu tingkat manajer
bisa saja memilih metode akuntansi yang meminjam dari laba masa depan untuk
memenuhi target periode sekarang (contoh, dengan membuat provisi yang tidak
mencukupi untuk piutang tak tertagih, penyusutan persediaan, dan klaim
garansi). Pada tingkatan lain, manajer mungkin mengubah data – contoh, dengan
sengaja menyediakan informasi tidak akurat.
Mengandalkan ukuran kinerja pada ukuran keuangan saja adalah tidak
mencukupi untuk memastikan bahwa strategi akan dilaksanakan dengan sukses.
Solusinya adalah untuk mengukur dan mengevaluasi manajer unit bisnis dengan
menggunakan berbagai ukuran, baik ukuran keuangan maupun nonkeuangan. Ukuran-ukuran non-keuangan yang mendukung
implementasi strategi disebut faktor kunci keberhasilan atau indikator
kunci kinerja.
Campuran dari ukuran keuangan dan non-keuangan
diperlukan di semua tingkatan dalam organisasi. Adalah penting bagi manajer
senior untuk tidak hanya menelusuri ukuran-ukuran keuangan saja, yang
mengindikasikan hasil dari keputusan masa lalu, tetapi juga penilaian
nonkeuangan, yang merupakan indikator penentu kinerja masa datang. Selain itu,
karyawan di tingkat yang lebih rendah perlu memahami dampak keuangan dari
keputusan operasi mereka.
B.
Balanced Scorecard
Balanced Scorecard merupakan suatu contoh sistem ukuran kinerja. Pada sistem ukuran
kinerja balanced scorecard, unit
bisnis diukur dari empat perspektif, yaitu:
1.
Keuangan, contoh: margin laba, tingkat
pengembalisan aktiva, arus kas.
2.
Pelanggan, contoh: pangsa pasar, indeks
kepuasan pelanggan.
3.
Bisnis internal, contoh: retensi
karyawan, pengurangan waktu siklus.
4.
Inovasi dan pembelajaran, conoth:
persentase penjualan dari produk baru.
Balancde Scorecard memelihara keseimbangan antara ukuran-ukuran strategis yang berbeda
dalam suatu usaha mencapai keselarasan cita-cita, sehingga mendorong karyawan
untuk bertindak sesuai dengan kepentingan terbaik organisasi. Balanced Scorecard merupakan alat yang
membantu fokus perusahaan, memperbaiki komunikasi, menetapkan tujuan
organisasi, dan meyediakan umpan balik atas strategi.
Tiap ukuran pada balanced
scorecard membahas suatu aspek dari strategi perusahaan. Dalam menciptakan
ukuran kinerja dengan balance scorecard,
manajer senior harus memilih bauran dan ukuran yang (1)secara akurat
mencerminkan faktor kunci yang akan menentukan keberhasilan strategi
perusahaan; (2)menunjukkan hubungan antara ukuran-ukuran individual dalam
hubungan sebab akibat, mengindikasikan bagaimana ukuran-ukuran nonkeuangan
mempengaruhi hasil keuangan jangka panjag; (3)memberikan pandangan luas
mengenai kondisi perusahaan saat ini.
C. Faktor Kunci Keberhasilan
Faktor kunci keberhasilan atau indikator kunci kinerja merupakan ukuran-ukuran
non-keuangan yang mendukung implementasi strategi.
1.
Varibel Kunci yang Berfokus
pada Pelanggan. Variabel-variabel kunci yang
berfokus pada pelanggan antara lain:
a.
Pemesanan. Beberapa aspek dari volume
penjualan merupakan variabel kunci. Idealnya, pemesanan merupakan pesanan
penjualan yang tercatat. Penurunan pesanan penjualan menandakan bahwa
penyesuaian terhadap aktivitas pemasaran dibenarkan guna mengubah tingkat
operasi. Misal, penerbitan majalah, persentase pelanggan lama yang
memperpanjang masa berlangganannya yang hampir habis merupakan variabel kunci;
terjadinya suatu penurunan pesanan penjualan mengindikasikan ada yang salah
dengan usaha promosi atau isi majalah.
b.
Pesanan tertunda. Sebagai suatu indikasi
mengenai ketidakseimbangan antara penjualan dan produksi, pesanan tertunda
dapat menandakan ketidakpuasan pelanggan.
c.
Pangsa pasar. Kecuali jika pangsa pasar
diamati secara ketat, penurunan posisi persaingan suatu unit bisnis dapat
dikaburkan oleh peningkatan volume penjualan yang disebabkan oleh pertumbuhan
industri secara keseluruhan.
d.
Pesanan dari pelanggan kunci. Dalam unit
bisnis yang menjual produknya pada peritel, pesanan yang diterima dari
pelanggan-pelanggan penting tertentu (misal: department store besar, rantai
toko diskon, supermarket, pesanan lewat pos) dapat mengindikasikan mengenai
keberhasilan seluruh strategi pemasaran.
e.
Kepuasan pelanggan. Hal ini dapat diukur
melalui survei pelanggan. Pendekatan “pembeli misterius”, dan jumlah keluhan.
f.
Retensi Pelanggan. Hal ini dapat diukur
melalui lamanya hubungan dengan pelanggan.
g.
Loyalitas Pelanggan. Hal ini dapat
diukur dalam pembelian berulang, referensi yang diberikan oleh pelanggan, dan
penjualan ke pelanggan sebagai persentase dari total kebutuhan pelanggan untuk
produk atau jasa yang sama.
2.
Varibel Kunci yang
Berkaitan dengan Proses Bisnis Internal. Variabel-variabel
kunci yang berkaitan dengan proses bisnis internal antara lain:
a.
Utilitas kapasitas. Pada organisasi
bisnis, hal ini diukur melalui besarnya biaya tetap. Dalam organisasi
profesional, diukur melalui prensentase total jam profesional yang
tersedia (sumber daya tetap) yang
dibebankan ke pelanggan (waktu yang terjual). Dalam suatu hotel, diukur melalui
persentase kamar yang terisi setiap harinya (tingkat hunian).
b.
Pengiriman tepat waktu.
c.
Perputaran persediaan.
d.
Kualitas. Indikator kualitas meliputi:
jumlah unit cacat yang dikirimkan oleh tiap pemasok, jumlah dan frekuensi dari
pengiriman yang terlambat, jumlah komponen dalam suatu produk, persentase
komponen yang umum dibandingkan dengan komponen yang unik dalam suatu produk, peresentase
hasil, first-pass yields (yaitu
persentase unit yang selesai tanpa pengerjaan kembali), bahan baku sisa,
pengerjaan kembali, kerusakan mesin, jumlah dan frekuensi jadwal produksi, jumlah dan frekuensi pengiriman yang tidak
terpenuhi, jumlah saran karyawan, jumlah keluhan pelanggan, tingkat kepuasan
pelanggan, klaim garansi, beban pemeliharaan lapangan, jumlah dan frekuensi
produk yang dikembalikan, dan seterusnya.
e.
Waktu siklus. Persamaan berikut adalah
waktu siklus yang digunakan untuk menganalisis kebutuhan persediaan:
Hanya elemen waktu pemrosesan yang menambah nilai produk
(value added), tiga elemen yang lain
tidak menambah nilai apapun pada produk. Oleh karena itu, suatu analisis perlu
dilakukan mengidentifikasi semua aktivitas yang tidak menambah nilai produk dan
menghilangkan atau mengurangi semua biaya dari aktivitas-aktivitas tersebut.
Misal, aktivitas memindahkan barang dalam proses dari satu stasiun kerja ke
stasiun kerja lainnya tidaklah menambah nilai, maka perlu dilakukan suatu usaha
untuk mengatur kembali lokasi stasiun-stasiun kerja untuk meminimalkan biaya
transportasi.
Suatu sistem just-in-time memusatkan perhatian manajemen pada waktu dan biaya.
Mengurangi waktu siklus dapat mengarah pada pengurangan biaya. Salah satu cara
untuk memantau kemajuan atas just-in-time
adalah dengan menghitung rasio berikut ini:
Idealnya, nilai rasio ini sama dengan
1, namun sistem just-in-time bukanlah
instalasi yang siap jadi dalam waktu semalam. Sistem just-in-time merupakan sistem evolusioner yang berusaha secara
kontinu memperbaiki proses produksi. Perusahaan dapat menetapkan target untuk
rasio ini dan memantau kemajuannya terhadap target. Hasil terbaik dapat dicapai
dengan menekankan pada perbaikan secara kontinu dalam rasio ini kea rah angka
ideal sebasar 1.
D. Implementasi Sistem
Pengukuran Kinerja
Implementasi dari
suatu sistem pengukuran kinerja melibatkan empat langkah umum:
1. Mendefinisikan Strategi
Scorecard membangun suatu kaitan antara strategi dengan tindakan operasional.
Oleh karena itu, proses mendefinisikan scorecard
dimulai dengan mendefinisikan strategi organisasi. Dalam tahap ini, cita-cita
organisasi dinyatakan secara eksplisit dan target telah dikembangkan.
Untuk perusahaan dengan satu
industri, scorecard dikembangkan di
tingkat korporasi dan kemudian diturunkan ke tingkat fungsional dan tingkatan
di bawahnya. Sedangkan untuk perusahaan multibisnis, scorecard sebaiknya dikembangkan di tingkat unit bisnis. Adalah
penting bahwa departemen fungsional dalam suatu unit bisnis memilili scorecard sendiri. Scorecard unit bisnis dan scorecard
di bawah tingkatan itu diselaraskan. Sebagai langkah terakhir untuk perusahaan
multibisnis, scorecard tingkat
korporat sebaiknya dikembangkan untuk sinergi antar unit bisnis.
2. Mendefinisikan Ukuran-Ukuran
dari Strategi
Langkah berikutnya adalah mengembangkan ukuran-ukuran
guna mendukung strategi yang telah dinyatakan. Organisasi harus fokus pada
sedikit ukuran-ukuran penting. Adalah penting bahwa masing-masing ukuran
individual dapat dikaitkan satu sama lain dalam hubungan sebab-akibat,
sebagaimana diilustrasikan pada tampilan berikut:
3. Mengintegrasikan Ukuran ke
Dalam Sistem Manajemen
Scorecard haruslah diintergrasikan baik dengan struktur formal maupun
informal dari organisasi, budaya, serta praktik sumber daya manusia. Misal,
efektifitas scorecard akan
dikompromikan jika kompensasi manajer didasarkan hanya pada kinerja keuangan.
4. Meninjau Ukuran dan
Hasilnya secara Berkala
Ketika scorecard dijalankan, scorecard tersebut harus
ditinjau secara konsisten dan terus menerus oleh manajemen senior. Organisasi
sebaiknya memperhatikan atau meninjau
hal-hal berikut ini:
·
Bagaimana kondisi organisasi
menurut ukuran hasil?
·
Bagaimana kondisi organisasi
menurut ukuran pemicu (driver)?
·
Bagaimana strategi organisasi
berubah sejak tinjauan terakhir?
·
Bagaimana ukuran scorecard berubah?
Aspek yang paling penting dari tinjauan ini adalah sebagai berikut:
·
Menginformasikan kepada
manajemen mengenai apakah strategi tersebut telah dilaksanakan dengan benar dan
seberapa berhasil strategi itu bekerja.
·
Menunjukkan bahwa manajemen
serius mengenai pentingnya ukura-ukuran ini.
·
Menjaga agar ukuran-ukuran
tersebut sejajar dengan strategi yang selalu berubah.
·
Memperbaiki pengukuran.
Bagian tinjauan ini melengkapi empat langkah tersebut
dan menyediakan pendorong untuk memulai siklus baru.
E. Kesulitan dalam
Mengimplementasikan Sistem Pengukuran Kinerja
1. Korelasi yang Buruk antara
Ukuran Non-keuangan dengan Hasilnya
Sederhananya, tidak ada jaminan bahwa profitabilitas
masa depan mengikuti pencapaian target di bidang non-keuangan manapun. Karena
ada asumsi yang melekat bahwa profitabilitas masa dengan mengikuti pencapian
ukuran individual. Ini merupakan masalah ketika mencoba untuk mengembangkan
ukuran-ukuran yang mewakili kinerja masa depan. Walaupun hal ini tidak berarti
bahwa sistem dengan beberapa ukuran sebaiknya diabaikan. Merupakan hal yang
penting bagi perusahaan untuk memahami bahwa kaitan antara ukuran non-keuangan
dan kinerja keuangan tidak begitu dimengerti.
2. Terpaku pada Hasil
Keuangan
Program insentif yang dirancang
dengan buruk menciptakan tekanan tambahan pada manajer senior. Manajer senior
sering kali diberikan kompensasi berdasarkan kinerja keuangan. Hal ini dapat
menggunggu keselarasan tujuan, sehingga menyebabkan manajer lebih peduli
terhadap ukuran keuagnan dibandingkan dengan ukuran-ukuran lainnya.
3. Ukuran-ukuran Tidak
Diperbarui
Banyak perusahaan yang tidak memiliki mekanisme formal
untuk memperbarui ukuran-ukuran kinerja agar selaras dengan perubahan dalam
strategi perusahaan. Akibatnya, perusahaan terus menggunakan ukuran-ukuran kinerja
yang didasarkan pada strategi yang lalu. Selain itu, ukuran-ukuran kinerja
tersebut sering menimbulkan kemalasan, terutama ketika karyawan mulai merasa
nyaman menggunakannya.
4. Terlalu Banyak Pengukuran
Tidak ada ketentuan yang mengatur berapa banyak ukuran
penting yang dapat diikuti oleh seorang manajer pada waktu yang sama tanpa
kehilangan fokus. Jika jumlah ukuran kinerja terlalu sedikit, maka manajer akan
mengabaikan ukuran-ukuran penting untuk memantau pelaksanaan strategi. Jika
jumlah ukuran kinerja terlalu banyak, maka manajer berisiko kehilangan fokus
karena mencoba untuk melakukan banyak hal pada waktu yang sama.
5. Kesulitan dalam Menetapkan
Trade-Off
Beberapa perusahaan menggabungkan ukuran keuangan dan
nonkeuangan dalam satu laporan dan memberikan bobot pada masing-masing ukuran
tersebut. Tetapi, kebanyakan scorecard tidak memberikan bobot yang eksplisit
kepada masing-masing ukuran ini. Tanpa pembobotan semacam ini adalah sulit
untuk menentukan pertukaran antara ukuran keuangan dan nonkeuangan.