Makalah Pancasila Sebagai Dasar Negara

Tags

BAB III
IDEOLOGI PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

A. Pengertian dan Hakikat Ideologi
1. Pengertian Ideologi
Ideologi secara umum merupakan sistem keyakinan yang dianut oleh masyarakat untuk menata dirinya sendiri. Ideologi menjadi pusat perdebatan banyak pakar di Amerika Serikat pada era setelah Perang Dingin setelah Perang Dunia II. Dua pendapat yang terkenal antara lain Daniel Bell yang menyimpulkan dalam bukunya Matinya Ideologi telah meramalkan bahwa ideologi telah sampai kepada ajalnya.  Dan ramalan itu terbukti dengan hancurnya komunisme pada abad 20. Kehancuran komunisme seakan-akan membenarkan “ideologi yang baru” seperti yang telah dicetuskan oleh Francis Fukuyama dalam bukunya The end of history and the last men.  Namun bagaimanapun juga tesis Fukuyama merupakan suatu ideologi baru yaitu kepercayaan pada ideologi liberalisme. 
Istilah ideologi pertama kali digunakan oleh seorang filsuf Perancis, Destutt de Tracy, pada tahun 1796. Destutt de Tracy menggunakan kata ideologi untuk menunjuk pada suatu bidang ilmu yang otonom, ialah analisis ilmiah dari berpikir manusia, otonom dalam arti lepas dari metafisika tetapi juga untuk mendefinisikan "sains tentang ide". Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu (bandingkan Weltanschauung) , sebagai akal sehat dan beberapa kecenderungan filosofis, atau sebagai serangkaian ide yang dikemukakan oleh kelas masyarakat yang dominan kepada seluruh anggota masyarakat (definisi ideologi Marxisme).
Kajian mengenai ideologi lahir pada abad 19 yang disebut abad ideologi. Marx berpendapat dalam bukunya yang berjudul German Ideology bahwa:
The Ideas of the rulling class are, in every age, the rulling ideas:i.e. the class, which is the dominant material force in society, is the same time the dominant intellectual force.

Marx memandang dalam ideologi sangat erat dengan kekuasaan yang terpusat pada negara atau masyarakat politik berhadaphadapan dengan masyarakat sipil. Pandangan Marx mengenai hubungan antara kekuasaan dan ideologi yang berpusat pada negara tersebut ditentang oleh Antonio Gramsci. Menurut Gramsci, ideologi yang dominan tidak hanya dapat dimenangkan melalui jalan revolusi atau kekerasan oleh institusi-institusi negara tapi juga dapat melalui jalan hegemoni melalui institusi-institusi lain, seperti institusi agama, pendidikan, media massa, dan keluarga.102 Dalam hal ini bisa melalui juga dalam suatu ormas.
 Salah seorang pemikir posmodernis abad 20, Louis
Althusser mengatakan bahwa ideologi merupakan sistem keyakinan yang menyembunyikan kontradiksi-kontradiksi internalnya. Artinya, dalam setiap ideologi disembunyikan kontradiksikontradiksi dalam ajaran-ajarannya. Misalnya, di dalam ajaran demokrasi liberal terdapat kelemahan-kelemahan yang merugikan sesama manusia dalam pemberian kesempatan untuk berkembang. Manusia yang gagal merupakan orang-orang yang tidak mampu mencapai kesuksesan dan bukan kontradiksi dalam sistem ekonomi itu sendiri. Foucalt menyimpulkan bahwa ideologi tersangkut dengan empat hal, yaitu: 
1)            Ekonomi sebagai basisnya
2)            Kelas yang berkuasa
3)            Kekuasaan represif
4)            Sesuatu yang berlawanan dengan kebenaran sejati.103
Sehingga tidak mengherankan apabila ideologi ditemukan tidak hanya dalam domain politik tetapi juga pada bidang-bidang ilmu
                                                           
102 Donny Gahral Adian, Arus Pemikiran Kontemporer, (Yogyakarta: Jalasutra,
), hal. 121-127.
103 Ibid.
lain yang membentuk social action.  Seperti yang dikemukakan oleh Winston Churchill dalam pidatonya tanggal 5 September 1943, “The empires of the future are the empires of the mind”.  Sebagaimana telah dikutip oleh Firmanzah bahwa Winston Churchill secara jelas menyatakan bahwa untuk dapat menguasai dunia, cukup dengan menguasai pikiran masyarakat
luas. 
Ideologi juga dapat didefinisikan sebagai aqidah 'aqliyyah (akidah yang sampai melalui proses berpikir) yang melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan.   Di sini akidah ialah pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan hidup; serta tentang apa yang ada sebelum dan setelah kehidupan, di samping hubungannya dengan sebelum dan sesudah alam kehidupan. Dari definisi di atas, sesuatu bisa disebut ideologi jika memiliki dua syarat, yakni: Ide yang meliputi aqidah 'aqliyyah dan penyelesaian masalah hidup.  Jadi, ideologi harus unik karena harus bisa memecahkan problematika kehidupan. Metode yang meliputi metode penerapan, penjagaan, dan penyebarluasan ideologi. Jadi, ideologi harus khas karena harus disebarluaskan ke luar wilayah lahirnya ideologi itu. Jadi, suatu ideologi bukan semata berupa pemikiran teoretis seperti filsafat, melainkan dapat dijelmakan secara operasional dalam kehidupan. Menurut definisi kedua tersebut, apabila sesuatu tidak memiliki dua hal di atas, maka tidak bisa disebut ideologi, melainkan sekedar paham. Terlepas dari perdebatan-perdebatan para pemikir di atas, namun pada kenyataannya ideologi itu selalu menentukan arah hidup masyarakat.

2. Hakikat Ideologi
Dalam sejarah di Indonesia, ideologi seringkali dianut karena manfaatnya.109 Akan tetapi orang menganut dan mendukung suatu ideologi pada dasarnya juga karena keyakinan bahwa ideologi itu benar. Ide-ide atau pengertian itu merupakan suatu sistem, suatu perangkat yang menjadi suatu kesatuan, menjadi ideologi mengenai manusia dan seluruh realitas. Setiap ideologi pada intinya pasti mempunyai citra manusia tertentu.
                                                            
109 Berikut ini adalah fungsi ideologi menurut Soerjanto Poespowardojo:
-              Struktur kognitif, ialah keseluruhan pengetahuan yang dapat  merupakan landasan untuk memahami  dan menafsirkan dunia  dan kejadian-kejadian dalam alam dan sekitarnya.
-              Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta  menujukkan tujuan  dalam kehidupan manusia.
-              Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk melangkah dan bertindak.
-              Bekal dan jalan bagi seseorang  untuk menemukan identitasnya.
-              Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang  untuk menjalankan kegiatan  dan mencpai tujuan.
-              Pendidikan bagi seseorang  atau masyarakat untuk  memahami, menghayati, serta memolakan tingkah lakunya  sesuai dengan orientasi  dan norma-norma yang terkandung  di dalamnya. Lihat Utojo Usman, Pancasila sebagai Ideologi: dalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara, Cet.III (Surabaya: Karya Anda, 1993), hal. 48.
Dengan kata lain, setiap ideologi pasti mempunyai suatu citra dan gambaran: manusia itu apa, dan bagaimana relasi-relasinya dengan alam semesta dengan sesama manusia dan dengan Penciptanya. Dikatakan: mengenai manusia dan seluruh realitas, mengandung arti bahwa manusia itu mempunyai posisi tertentu, mempunyai kedudukan, berarti mempunyai hubungan atau relasi. 

B. Tipe-Tipe Ideologi
Terdapat dua tipe ideologi sebagai ideologi suatu negara. Kedua tipe tersebut adalah ideologi tertutup dan ideologi terbuka.  Ideologi tertutup adalah ajaran atau pandangan dunia atau filsafat yang menentukan tujuan-tujuan dan normanorma politik dan sosial, yang ditasbihkan sebagai kebenaran yang tidak boleh dipersoalkan lagi, melainkan harus diterima sebagai sesuatu yang sudah jadi dan harus dipatuhi. Kebenaran suatu ideologi tertutup tidak boleh dipermasalahkan berdasarkan nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral yang lain. Isinya dogmatis dan apriori sehingga tidak dapat dirubah atau dimodifikasi berdasarkan pengalaman sosial. Karena itu ideologi ini tidak mentolerir pandangan dunia atau nilai-nilai lain.
1. Ideologi Tertutup
Salah satu ciri khas suatu ideologi tertutup adalah tidak hanya menentukan kebenaran nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar saja, tetapi juga menentukan hal-hal yang bersifat konkret operasional. Ideologi tertutup tidak mengakui hak masing-masing orang untuk memiliki keyakinan dan
pertimbangannya sendiri. Ideologi tertutup menuntut ketaatan tanpa reserve.
Ciri lain dari suatu ideologi tertutup adalah tidak bersumber dari masyarakat, melainkan dari pikiran elit yang harus dipropagandakan kepada masyarakat. Sebaliknya, baikburuknya pandangan yang muncul dan berkembang dalam masyarakat dinilai sesuai tidaknya dengan ideologi tersebut. Dengan sendirinya ideologi tertutup tersebut harus dipaksakan berlaku dan dipatuhi masyarakat oleh elit tertentu, yang berarti bersifat otoriter dan dijalankan dengan cara yang totaliter.
Contoh paling baik dari ideologi tertutup adalah
Marxisme-Leninisme. Ideologi yang dikembangkan dari pemikiran Karl Marx yang dilanjutkan oleh Vladimir Ilianov Lenin ini berisi sistem berpikir mulai dari tataran nilai dan prinsip dasar dan dikembangkan hingga praktis operasional dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ideologi Marxisme-Leninisme meliputi ajaran dan paham tentang (a) hakikat realitas alam berupa ajaran materialisme dialektis dan ateisme; (b) ajaran makna sejarah sebagai materialisme historis; (c) norma-norma rigid bagaimana masyarakat harus ditata, bahkan tentang bagaimana individu harus hidup; dan (d) legitimasi monopoli kekuasaan oleh sekelompok orang atas nama kaum proletar. 
2. Ideologi Terbuka
Tipe kedua adalah ideologi terbuka. Ideologi terbuka hanya berisi orientasi dasar, sedangkan penerjemahannya ke dalam tujuan-tujuan dan norma-norma sosial-politik selalu dapat dipertanyakan dan disesuaikan dengan nilai dan prinsip moral yang berkembang di masyarakat. Operasional cita-cita yang akan dicapai tidak dapat ditentukan secara apriori, melainkan harus disepakati secara demokratis. Dengan sendirinya ideologi terbuka bersifat inklusif, tidak totaliter dan tidak dapat dipakai melegitimasi kekuasaan sekelompok orang. Ideologi terbuka hanya dapat ada dan mengada dalam sistem yang demokratis.
Tipe ideologi tertutup maupun terbuka masing-masing memiliki acuan seperti pendapat Soerjanto Poespowardojo dalam buku Pancasila sebagai ideologi: dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bermasyarakat sebagai berikut:
a.            Ideologi ditangkap dalam artian negatif, karena dikonotasikan dengan sifat totaliter, yaitu memuat pandangan dan nilai yang menentukan seluruh segi kehidupan manusia secara total, secara mutlak menurut manusia hidup dan bertindak sesuai dengan apa yang digariskan oleh ideologi itu, sehingga akhirnya mengingkari kebebasan pribadi manusia serta membatasi ruang geraknya.
b.            Ideologi ditangkap dalam artian positif, terutama pada sekitar Perang Dunia II karena menunjuk kepada keseluruhan, pandangan cita-cita, nilai, dan keyakinan. 
Sesuai dengan pendapat Soerjanto Poespowardojo tersebut maka tipe ideologi terbuka termasuk dalam artian yang positif karena ada pada sistem demokrasi yang mengoperasionalkan seluruh cita-cita, nilai, dan keyakinan secara holistik sesuai dengan perkembangan masyarakat.
C. Ideologi Dunia
Istilah ideologi negara mulai banyak digunakan bersamaan dengan perkembangan pemikiran Karl Marx yang dijadikan sebagai ideologi beberapa negara pada abad ke-18. Namun sesungguhnya konsepsi ideologi sebagai cara pandang atau sistem berpikir suatu bangsa berdasarkan nilai dan prinsip dasar tertentu telah ada sebelum kelahiran Marx sendiri. Bahkan awal dan inti dari ajaran Marx adalah kritik dan gugatan terhadap sistem dan struktur sosial yang eksploitatif berdasarkan ideologi kapitalis.
Pemikiran Karl Marx kemudian dikembangkan oleh Engels dan Lenin kemudian disebut sebagai ideologi sosialisme-komunisme.
Sosialisme lebih pada sistem ekonomi yang mengutamakan kolektivisme dengan titik ekstrem menghapuskan hak milik pribadi, sedangkan komunisme menunjuk pada sistem politik yang juga mengutamakan hak-hak komunal, bukan hak-hak sipil dan politik individu.114 Ideologi tersebut berhadapan dengan ideologi liberalisme-kapitalis yang menekankan pada
individualisme baik dari sisi politik maupun ekonomi.
Kedua ideologi besar tersebut menjadi ideologi utama negara-negara dunia pasca perang dunia kedua hingga berakhirnya era perang dingin. Walaupun demikian baik komunisme maupun kapitalisme memiliki warna yang berbeda-beda dalam penerapannya di tiap wilayah. Ideologi selalu
                                                           
114
 Komunisme adalah salah satu ideologi di dunia, selain kapitalisme dan ideologi lainnya. Komunisme lahir sebagai reaksi terhadap kapitalisme di abad ke-
19, yang mana mereka itu mementingkan individu pemilik dan mengesampingkan buruh. Istilah komunisme sering dicampuradukkan dengan Marxisme. Komunisme adalah ideologi yang digunakan partai komunis di seluruh dunia. Racikan ideologi ini berasal dari pemikiran Lenin sehingga dapat pula disebut "Marxisme-Leninisme". Dalam komunisme perubahan sosial harus dimulai dari peran Partai Komunis. Logika secara ringkasnya, perubahan sosial dimulai dari buruh atau yang lebih dikenal dengan proletar, namun pengorganisasian Buruh hanya dapat berhasil jika bernaung di bawah dominasi partai. Partai membutuhkan peran Politbiro sebagai think-tank. Dapat diringkas perubahan sosial hanya bisa berhasil jika dicetuskan oleh Politbiro. Inilah yang menyebabkan komunisme menjadi "tumpul" dan tidak lagi diminati. Komunisme sebagai anti kapitalisme menggunakan sistem sosialisme sebagai alat kekuasaan, dimana kepemilikan modal atas individu sangat dibatasi. Prinsip semua adalah milik rakyat dan dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat secara merata. Komunisme sangat membatasi demokrasi pada rakyatnya, dan karenanya komunisme juga disebut anti liberalisme. Secara umum komunisme sangat membatasi agama pada rakyatnya, dengan prinsip agama dianggap candu yang membuat orang berangan-angan yang membatasi rakyatnya dari pemikiran yang rasional dan nyata. Indonesia pernah menjadi salah satu kekuatan besar komunisme dunia. Kelahiran PKI pada tahun 1920an adalah kelanjutan fase awal dominasi komunisme di negara tersebut, bahkan di Asia. Tokoh komunis internasional seperti Tan Malaka misalnya. Ia menjadi salah satu tokoh yang tak bisa dilupakan dalam perjuangan di berbagai negara seperti di China, Indonesia, Thailand, dan Filiphina. Bukan sperti Vietnam yang mana perebutan kekuatan komunisme menjadi perang yang luar biasa. Di Indonesia perubuhan komunisme juga terjadi dengan insiden berdarah dan dilanjutkan dengan pembantaian yang banyak menimbulkan korban jiwa. Dan tidak berakhir disana, para tersangka pengikut komunisme juga diganjar eks-tapol oleh pemerintahan Orde Baru dan mendapatkan pembatasan dalam melakukan ikhtiar hidup mereka. Lihat http://antikomunis.com/index.php, diunduh tanggal 10 April 2010. Komunisme merupakan suatu orientasi yang mencakuo sejrah perkembangan sejak permulaan abad XIX sampai sekarang. Dimulai oleh Karl Marx bersama Engels (marxisme) dan diteruskan oleh tokoh-tokoh berikutnya seperti Lenin, Stalin di Uni Soviet, dan tokoh-tokoh di negara lainnya seperti Tito di Yugoslavia, dan Mao Tse Tung di RRC (Komunis). Lihat Kuntara, Kelebihan Ideologi Pancasila Dibanding dengan Komunisme dan Liberalisme, “Kertas Karya Perorangan (Taskap) Peserta Kursus Reguler Angktan ke XIX”, (Jakarta: Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Lembaga Pertahanan Nasional, 1986), hal. 42.
menyesuaikan dengan medan pengalaman dari suatu bangsa dan masyarakat. Komunisme Uni Soviet berbeda dengan komunisme di
Yugoslavia, Cina, Korea Utara, dan beberapa negara Amerika Latin. Demikian pula dengan kapitalisme yang memiliki perbedaan antara yang berkembang di Eropa Barat, Amerika Serikat, dan Asia.
Walaupun negara-negara yang menganut kedua besaran ideologi tersebut saling berhadap-hadapan, namun proses penyesuaian diantara kedua ideologi tersebut tidak dapat dihindarkan. Kapitalisme, dalam perkembangannya banyak menyerap unsur-unsur dari sosialisme. Setelah mengalami krisis besar pada tahun 1920-an (the great depression) Amerika
Serikat banyak mengadopsi kebijakan-kebijakan intervensi negara di bidang ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kebijakan-kebijakan tersebut kemudian berkembang menjadi konsep negara tersendiri, bahkan ada yang menyebutnya sebagai ideologi,  yaitu negara kesejahteraan (welfare state) yang berbeda dengan ideologi kapitalisme klasik.
Di sisi lain, beberapa negara komunis yang semula sangat tertutup lambat-laun membuka diri, terutama dalam bentuk pengakuan terhadap hak-hak sipil dan politik. Proses demokratisasi terjadi secara bertahap hingga keruntuhan negara-negara komunis yang ditandai dengan tercerai-berainya Uni Soviet dan Yugoslavia pada dekade 1990-an. Ada yang menafsirkan bahwa keruntuhan Uni Soviet dan Yugoslavia sebagai pilar utama adalah tanda kekalahan komunisme berhadapan dengan kapitalisme. Bahkan Fukuyama pernah mendalilkan hal ini sebagai berakhirnya sejarah yang selama ini merupakan panggung pertentangan antara kedua ideologi besar tersebut. Namun kesimpulan tersebut tampaknya terlalu premature. Keruntuhan komunisme, tidak dapat dikatakatan sebagai kemenangan kapitalisme karena dua alasan, yaitu (a) ide-ide komunisme, dan juga kapitalisme tidak pernah mati; dan (b) ideologi kapitalisme yang ada sekarang telah menyerap unsur-unsur sosialisme dan komunisme. 
Ide-ide komunisme tetap hidup, dan memang perlu dipelajari sebagai sarana mengkritisi sistem sosial dan kebijakan yang berkembang.  Ide-ide tersebut juga dapat hidup kembali menjadi suatu gerakan jika kapitalisme yang saat ini mulai kembali ke arah libertarian berada di titik ekstrim sehingga menimbulkan krisis sosial. Demikian pula halnya dengan gerakan-gerakan demokratisasi dan perjuangan atas hakhak individu akan muncul pada sistem yang terlalu menonjolkan komunalisme. D. Ideologi dan Hukum
Apabila hukum adalah suatu sistem aturan berlaku yang mengatur hubungan sosial dan diatur oleh sistem politik, maka tampak jelas bahwa hukum terhubung dengan ideologi. 
Berdasarkan uraian di atas maka ideologi sangat diperlukan dalam suatu masyarakat yang sedang
dimodernisasikan. Dalam masyarakat tradisional terdapat semacam ideologi politik yang tertulis, atau suatu sistem kepercayaan yang merupakan sebagian dari kepercayaan agama dan adat. Indonesia merupakan negara majemuk yang dibentuk atas dasar kesadaran bahwa masyarakat. Kemajemukan itu dinyatakan dalam UUD sebagai wujud dari legitimasi dari rakyat. 

E. Pancasila
1. Sejarah Perumusan Ideologi Pancasila
Nama Indonesia mulai dipakai untuk menyebut Kepulauan Hindia Belanda pada bulan Maret 1942 pada saat pemerintah
Hindia Belanda menyerah pada bala tentara Jepang. Nama
Indonesia itu untuk pertama kalinya dahulu dipakai oleh orang
Inggris bernama Logan pada tahun 1850, kemudian pada tahun
1884 dipakai oleh Adolf Bastian seorang etnograf. Nama Indonesia itu berasal dari bahasa Yunani Indos dan nesos atau dalam bahasa Sanskerta nusa yang berarti pulau.  Jepang berusaha mendapat legitimasi untuk kekuasaan atas Indonesia yang mereka duduki. Tanggal 20 Maret 1942 dibentuklah pergerakan tiga A: Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, dan Nippon Pemimpin Asia. Inilah ideologi yang hendak dipaksakan orang Jepang pada bangsa Indonesia. Mereka menyanggupi akan memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan. Mereka segera menyadari bahwa tanpa Soekarno, M. Hatta dan pemimpin Indonesia lainnya, mustahil akan dapat menguasai rakyat Indonesia. Maka dalam bulan Juli 1942 Soekarno dipindahkan dari tempat pembuangannya ke tanah Jawa.
Pada tanggal 8 Maret 1943 Jepang melancarkan suatu pergerakan rakyat di Indonesia yang disebut Pusat Tenaga Rakyat (Putera) . Tujuan Jepang ialah untuk membujuk kaum nasionalis sekuler dan golongan intelektual agar mengerahkan tenaganya untuk membantu Jepang. Empat tokoh Indonesia yang dianggap paling terkemuka, yang dikenal dengan nama Empat Serangkai, yaitu Soekarno, M. Hatta, K.H. Mansyur, dan pemimpin Taman Siswa Ki Hajar Dewantoro mendapat kepercayaan untuk memimpin gerakan itu. Tetapi ternyata gerakan Tiga A dan
Putera kurang memuaskan hasilnya.  Berikut ini adalah peta pembentukan organisasi PUTERA, dengan prinsip Autarki (daerah yang harus memenuhi kebutuhan sendiri dan perang). 
Bagan 3.1 Peta Pengembangan Daerah Versi Jepang

 

Sistem ini diterapkan dalam setiap wilayah ekonomi. Contoh
Jawa menjadi 17 daerah, Sumatera 3 daerah, dan Meinsefu (daerah yang diperintah Angkatan Laut) 3 daerah.
 Pada tanggal 1 Maret 1944 Putera dibubarkan, dan dibentuklah suatu organisasi yang meliputi semua usaha tonarigumi (rukun tetangga) dan Jawa Hokokai. Di dalam Jawa
Hokokai ditonjolkan sifat berbakti. Pemimpin tertinggi adalah
Gunseikan, sedangkan Soekarno menjabat sebagai Komon (penasihat). Keadaan Jepang pada pertengahan tahun 1944 semakin buruk dan terus menerus menderita kekalahan perang dari sekutu. Hal ini kemudian membawa perubahan baru bagi pemerintah Jepang di Tokyo dengan janji kemerdekaan yang di umumkan Perdana Mentri Kaiso tanggal 7 september 1944 dalam sidang istimewa Parlemen Jepang (Teikoku Gikai) ke 85. Janji tersebut kemudian diumumkan oleh Jenderal Kumakhichi Haroda tanggal 1 Maret 1945 yang merencanakan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Sebagai realisasi janji tersebut pada tanggal  29 April 1945 kepala pemerintahan Jepang untuk Jawa (Gunseikan) membentuk BPUPKI dengan Anggota sebanyak 60 orang yang merupakan wakill atau mencerminkan suku/golongan yang tersebar di wilaya Indonesia. BPUPKI diketuai oleh DR Radjiman Wedyodiningrat sedangkan wakil ketua R.P Suroso dan Penjabat yang mewakili pemerintahan Jepang “Tuan Hchibangase”. Dalam melaksanakan tugasnya di bentuk beberapa panitia kecil, antara lain panitia sembilan dan panitia perancang UUD. Inilah langkah awal dalam sejarah perumusan pancasila sebagai dasar negara. Secara ringkas proses perumusan tersebut adalah sebagai berikut:
a.            Mr. Muhammad Yamin, pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei  1945 menyampaikan rumus asas dan dasar degara sebagai berikut:
1.            Peri Kebangsaan
2.            Peri Kemanusiaan
3.            Peri Ketuhanan
4.            Peri Kerakyatan  5. Kesejahteraan Rakyat.
Setelah menyampaikan pidatonya, Mr. Muhammad Yamin menyampaikan usul tertulis naskah Rancangan UndangUndang Dasar. Di dalam Pembukaan Rancangan UUD itu, tercantum rumusan lima asas dasar negara yang berbunyi sebagai berikut:
1.            Ketuhanan Yang Maha Esa
2.            Kebangsaan Persatuan Indonesia
3.            Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4.            Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan  dalam permusyawaratan Perwakilan
5.            Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b.            Mr. Soepomo, pada tanggal 31 Mei 1945 antara lain dalam pidatonya menyampaikan usulan lima dasar  negara, yaitu sebagai berikut : 1. Paham Negara Kesatuan
2.            Perhubungan Negara  dengan Agama
3.            Sistem Badan Permusyawaratan
4.            Sosialisasi Negara
5.            Hubungan antar Bangsa. 

c.             Ir. Soekarno, dalam sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945 mengusulkan rumusan dasar negara adalah sebagai berikut :
1.            Kebangsaan Indonesia
2.            Internasionalisme atau peri kemanusiaan
3.            Mufakat atau demokrasi
4.            Kesejahteraan Sosial
5.            KeTuhanan yang berkebudayaan. 

d.Panitia Kecil pada Sidang PPKI, tanggal 22 Juni 1945, memberi usulan rumusan dasar negara adalah sebagai berikut:
1.            Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2.            Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.            Persatuan Indonesia
4.            Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam  permusyawaratan perwakilan
5.            Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 
Rumusan akhir Pancasila yang ditetapkan pada tanggal 18
Agustus 1945, dalam sidang PPKI merumuskan sebagai berikut: a. Ketuhanan Yang Maha Esa
 Sebagai hasil refleksi terhadap hidup manusia Indonesia sejak zaman kumo, khususnya dalam hidup masyarakat desa, para pendiri negara kita sampai pada kesimpulan: manusia Indonesia mengakui Tuhan yang satu adanya, entah dengan adanya, entah dengan sebutan Tuhan, Widi, Widi, Wasa, Sang Hyang Hana, Gusti atau Allah. Adanya dunia dengan segala isinya mendorong manusia ke dalam keyakinan: ada suatu realitas, yang tertinggi, yang menjadi sumber adanya seluruh realitas di dunia sebagai sebab yang pertama, sebagai causa prima. Bagaimana orang-orang menghayati keyakinannya, bagaimana mereka bertaqwa, mengabdi kepada Tuhan, tergantung pada pribadi masing-masing. Maka di Indonesia ada kebebasan beragama. Indonesia bukan negara “teokratis”, bukan negara agama yaitu negara yang dalam penyelenggaraan kehidupan berpemerintahan berdasarkan kekuasaan (kratia) Tuhan (Theos) menurut ajaran agama tertentu.123 Para pemeluk agama dan para
                                                                                                                                                                                       
Dinata, 6) Drs. Mohammad Hatta, 7) K. Bagoes H. Hadikoesoemo. Selanjutnya, dalam sidang yang dihadiri oleh 38 orang tersebut telah membentuk lagi satu Panitia Kecil yang anggota-anggotanya terdiri dari : Drs. Mohammad Hatta, Mr. Muhammad Yamin, Mr. A. Subardjo, Mr. A.A. Maramis, Ir. Soekarno, Kiai Abdul Kahar Moezakkir, K.H.A. Wachid Hasjim, Abikusno Tjokrosujoso, dan H. Agus Salim. Panitia Kecil inilah yang sering disebut sebagai panita 9 (sembilan) yang pada akhirnya menghasilkan Piagam Jakarta (Jakarta Charter). Lihat, Ibid.
123 Dengan adanya Sila KeTuhanan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa dan oleh karenannya manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya yang adil dan beradab. Di dalam kehidupan masyarakat Indonesia dikembangkan sikap saling hormat-menghormati dan bekerja sama antara pemelukpemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga dapat selalu dibina kerukunan hidup di antara sesama umat agama dan kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi dengan Tuhan
Yang Maha Esa yang dipercayai dan diyakininya dan tidak memaksakan sesuatu agama
penganut kepercayaan bebas dalam menghayati dan melaksanakan keyakinan mereka, saling menerima serta saling menghargai dengan penuh toleransi dan dengan semangat kerjasama yang serasi.
b. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
 Bangsa Indonesia mempunyai gambaran atau citra manusia sendiri. Setiap manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang dianugerahi budi dan karsa merdeka, dihargai dan dihormati sesuai dengan martabatnya. Semua manusia adalah sama derajatnya sebagai manusia. Semua manusia sama hak dan kewajibannya. Pada dasarnya manusia dibedakan atas dasar ras, agama, adat atau keturunan atau jenis kelamin. Manusia adalah makhluk rohani sekaligus makhluk jasmani, adalah makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial. Hal ini disebut untuk mempergunakan istilah Prof. Notonagoro: monodualitas.
 Setiap manusia diharapkan mendapat apa yang menjadi haknya. Maka dirumuskan: “Kemanusiaan yang adil”.124 Di sini kita menemukan dasar hak-hak asasi manusia dalam pandangan hidup bangsa Indonesia. Disadari pula bahwa dunia dengan isinya itu merupakan obyek bagi manusia. Dunia ini merupakan
                                                                                                                                                                                       
dan kepercayaan itu kepada orang lain. Lihat Achmad Fauzi, et.al., Pancasila Ditinjau dari Segi Sejarah-Segi Yuridis Konstitusional dan Segi Filosofis, cet.III
(Malang: Lembaga Penerbitan Universitas Brawijaya, tanpa tahun), hal. 93-94.
124 Dengan Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat martabatnya sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa, yang sama derajatnya, yang sama hak dan kewajiban-kewajiban asasinya, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama dan kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya. Karena itu dikembangkanlah sikap saling mencintai sesama manusia, sikap tenggang rasa dan “tepa selira”, serta sikap tidak semena-mena terhadap orang lain. Kemanusiaan yang adil dan beradab berarti menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan, dan berani membela bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkanlah sikap hormat-menghormati dan kerjasama dengan bangsa-bangsa lain. Lihat Ibid., hal.101-102.
obyek bagi pancaindera manusia: bagi mata, untuk dinikmati keindahan alamnya; bagi telinga, dinikmati bermacam-macam suaranya. Manusia dapat menangkap itu semua sehingga timbul getaran-getaran dalam jiwanya, dengan bermacam-macam perasaan. Apa yang dialami dalam jiwanya dapat diekspresikan dan dimanifestasikan dalam bermacam-macam bentuk kesenian; umpamanya dalam bentuk lagu, tari-tarian, atau lukisan. Tetapi dunia ini terutama merupakan obyek untuk budinya dan karsanya. Manusia dengan jiwanya yang rohani bersifat transenden, mengatasi struktur dan kondisi alam jasmani. Manusia dapat mengenal hukum-hukum alam dapat menemukan potensi yang terkandung dalam alam; manusia mampu mengolah dan mengubah alam dalam batas-batas tertentu. Transendensinya relatif dan terbatas. Dengan demikian manusia mampu menciptakan kebudayaan. Ia mengolah tanah, air, api dan logam yang didapatnya dalam alam. Hal ini dirumuskan dalam istilah “yang beradab”. 
c. Persatuan Indonesia
 Ketika Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 tampil pada sidang paripurna BPUPKI atas permintaan ketuanya, dr. Radjiman Wedyodiningrat, ia menegaskan:
“Saya mengerti apakah Paduka Tuan Ketua kehendaki Paduka Tuan minta dasar, minta philosophisce grondslag... Dasar pertama yang baik dijadikan dasar buat negara Indonesia, ialah dasar KEBANGSAAN.125 Kita mendirikan satu negara
                                                           
125 Paham “Bangsa” menurut Ernest Renan (1882) sebagai suatu nyawa atas asas akal terjadi dari dua hal; 1. Rakyat itu dulunya harus bersama-sama menjalani suatu riwayat, 2. Rakyat itu sekarang harus mempunyai kemauan, keinginan hidup menjadi satu. Lihat “Pemikiran Sosial Soekarno”, http://tonytampake.files.wordpress.com/200
/04/pemikiran-sosial-soekarno.ppt., diunduh tanggal 7 Juni 2009.
Kebangsaan Indonesia. Tetapi saya minta kepada saudarasaudara, janganlah saudara-saudara salah faham, jikalau saya katakan, bahwa dasar pertama buat Indonesia ialah dasar KEBANGSAAN. Itu bukan berarti satu kebangsaan dalam arti yang sempit, tetapi saya menghendaki satu nationale staat.
Bangsa Indonesia, natie Indonesia, bukanlah sekedar satu golongan orang yang hidup dengan “le désir d’ètre ensemble” di atas daerah yang kecil seperti Minangkabau, atau Madura, atau Yogya, atau Sunda, atau Bugis, tetapi bangsa Indonesia ialah seluruh manusia yang menurut geopolitik yang telah ditentukan oleh Allah tinggal di kesatuannya semua pulau-pulau Indonesia dari ujung Utara
Sumatera sampai ke Irian!”

 Persatuan Indonesia atau kebangsaan Indonesia diilhami oleh kata-kata pujangga Empu Tantular pada jaya-jayanya Majapahit dahulu, yang sekarang tercantum dalam lambang negara; “Bhineka Tunggal Ika”: walaupun beraneka ragam adalah satu! Indonesia memang terdiri atas bermacam-macam suku atau kelompok etnik: orang Jawa, Timor, Madura, Batak, Aceh, Bali, Bugis dan seterusnya, masing-masing dengan bahasa daerah, adat, kesenian, dan watak kebiasaan mereka masing-masing.  Terdapat bermacam-macam agama dan kepercayaan. Tetapi sukusuku atau kelompok-kelompok etnik, yang selama berabad-abad telah mengalami nasib yang sama, bertekad hendak bersatu. Bersama-sama sudah menderita dijajah oleh kaum kolonialis; hasrat keinginannya hanya satu; tetap bersatu. Nasionalisme ini tidak boleh menjadi satu chauvinisme.  Oleh karena itu sila II ini tidak boleh lepas dari sila III. Artinya, sila Kebangsaan atau Persatuan Indonesia dijiwai oleh sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab; kebangsaan yang ingin berhubungan secara serasi dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan
 Sejak dahulu, bahkan pada zaman Majapahit (1293-1517) orang mengenal adat kebiasaan cara khusus mengadakan perundingan, yang disebut “musyawarah untuk mufakat”. Cara melakukan segala sesuatu bersama di desa-desa Indonesia juga terungkap dalam prosedur, yang ditempuh oleh para sesepuh dalam mengambil keputusan. Pada umumnya di Nusantara orang mengenal musyawarah. Setiap anggota sidang dapat berbicara, setiap orang berhak agar gagasannya didengarkan dan bahwa orang lain juga harus memperhitungkannya. Setelah mengadakan pembicaraan, timbang-menimbang maka akhirnya diambil keputusan. Dalam keputusan itu tak tercantumkan keinginan siapa saja dan tak seorang pun boleh memaksakan kehendak
pribadinya. Dalam musyawarah dan memutuskan secara bersamasama, kepala desa memegang pimpinan. Keputusan terakhir disebut mufakat yaitu konsensus, kesepakatan bersama.  Jadi keputusan mufakat adalah langkah terakhir dari musyawarah yang berlangsung lama. Pada waktu mempertimbangkan dan bersepakat kepala desa tidak dibenarkan bertindak selaku pembesar dalam arti selaku orang yang mendikte, akan tetapi sebagai kepala sosial suatu keluarag besar, seorang bapak bagi seluruh persekutuan.
Cara berunding musyawarah untuk mufakat ini dilaksanakan bukan hanya dalam rapat dan rembug desa, tetapi juga dalam forum sidang MPR, DPR pusat sampai dengan DPRD tingkat II. Musyawarah untuk mufakat merupakan suatu bentuk dan proses berunding yang tidak mengenal adanya usaha untuk saling menghantam atau saling menjebak dengan akal muslihat supaya akhirnya dapat tampil sebagai pemenang yang unggul dalam perdebatan. Musyawarah untuk mufakat merupakan suatu metode dengan tukar pikiran, menyumbangkan gagasan-gagasan berusaha untuk bersama-sama dapat menemukan kebenaran dan kebaikan.
Dalam musyawarah orang boleh saja adu argumentasi dan berdiskusi. Hal ini oleh Sukarno dikemukakan juga ketika ia berbicara tentang asas musyawarah mufakat dalam sidang paripurna BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945 yang dikenal dengan sebutan “Lahirnya Pancasila”:
“Dalam perwakilan, nanti ada perjuangan sehebat-hebatnya. Tidak ada suatu staat yang hidup betul-betul jikalau dalam badan perwakilannya tidak seakan-akan bergolak mendidih kawah Candradimuka, kalau tidak ada perjuangan faham di dalamnya.”  
Demokrasi Indonesia memang tidak mengenal oposisi, dalam arti kelompok atau partai yang a priori menentang pendirian orang yang sedang berkuasa. Tetapi perbedaan pendapat mempunyai tempat dalam demokrasi Pancasila.  Orang boleh saja mengemukakan pendapat dan pendiriannya yang berbeda dengan pendapat orang yang berkuasa, asal caranya menurut aturan permainan yang benar. Dalam perundingan orang jangan menuruti emosinya atau jangan memaksakan kehendaknya sendiri, melainkan supaya berbicara dengan bijaksana. Kebebasan memang dijunjung tinggi, tetapi kebebasan yang bertanggung jawab. e. Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia
Di dekat kota Palembang ada sebuah batu dengan prasasti “Kedukan Bukit” (683). Menurut Prof. Muhammad Yamin batu itu merupakan peninggalan Gründungsakt kerajaan Sriwijaya.
Tulisannya berbunyi: “Marwuat wanua Sriwijaya jaya siddhayatra subbiksa”. Oleh M. Yamin diterjemahkan: “Mereka mendirikan negara Sriwijaya agar jaya sejahtera sentosa”. Jadi negara Sriwijaya didirikan bukan untuk keagungan dinasti Syailendra, melainkan untuk kesejahteraan rakyatnya.  Kata siddhayatra adalah “sejahtera” dalam bahasa Indonesia. Ideologi Pancasila jelas bertujuan untuk mengusahakan terwujudnya kesejahteraan rakyat. Prof. Djojodiguno menulis: 
“Kita ini rakyat yang terikat secara sosial dan tradisional; kita masing-masing bertindak atau bertingkah laku seperti semua orang lain, tiap orang bersifat komunal.”
Rumusan inilah yang kemudian dijadikan dasar negara, hingga sekarang bahkan hingga akhir perjalanan Bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia bertekad bahwa Pancasila sebagai dasar negara tidak dapat dirubah oleh siapapun, termasuk oleh MPR hasil pemilu. Jika merubah dasar negara Pancasila sama dengan membubarkan negara hasil proklamasi (Tap MPRS No.
XX/MPRS/1966).


2. Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Pancasila sering disebut sebagai dasar falsafah negara (dasar filsafat negara) dan ideologi negara.  Pancasila dipergunakan sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan dan mengatur penyelenggaraan negara. Konsep-konsep Pancasila tentang kehidupan bernegara yang disebut cita hukum (staatsidee) , merupakan cita hukum yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 
Pancasila juga mempunyai fungsi dan kedudukan sebagai pokok atau kaidah negara yang mendasar (fundamental norma) . Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara bersifat tetap, kuat, dan tidak dapat diubah oleh siapapun, termasuk oleh MPR-DPR hasil pemilihan umum. Mengubah Pancasila berarti membubarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Pengertian pancasila sebagai dasar negara, sesuai dengan bunyi Pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat ”…, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat
dengan berdasarkan kepada; Ketuhanan Yang Maha Esa; kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. 
Di dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut meskipun tidak tercantum kata Pancasila, namun bangsa Indonesia sudah bersepakat bahwa lima prinsip yang menjadi dasar Negara Republik Indonesia disebut Pancasila.  Dengan demikian Pancasila dapat disebut sebagai dasar falsafah negara. Pancasila sebenarnya juga tersirat dalam batang tubuh UndangUndang Dasar 1945 (UUD 1945).  Pasal-pasal dalam UUD 1945 yang menyimpulkan, mengandung dasar-dasar negara Pancasila antara lain ialah:
1)            Pasal 29 ayat (1) menentukan: “Negara berdasarkan atas KeTuhanan Yang Maha Esa”.  Ketentuan Pasal ini adalah sesuai dengan dan mengenai sila kesatu dari Pancasila yaitu
KeTuhanan Yang Maha Esa. 
2)            a.Pasal 24 ayat (1) menentukan: “Kekuasaan kehakiman    dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan   kehakiman menurut undang-undang”. 
b.Pasal 27 ayat (1) menentukan: “Segala warga negara bersamaan dengan hukum dan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. 
c. Pasal 27 ayat (2) menentukan: “Tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.  Ketentuan dalam Pasal 27 ayat (2) ini adalah berkenaan/berhubungan dengan perikemanusiaan.
Dengan demikian ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 27 adalah sesuai dengan dan mengenai sila kedua dari Pancasila yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3)            Pasal 1 ayat (1) menentukan: “Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik”.  Ketentuan ini pasal ini adalah sesuai dengan dan mengenai sila ketiga dari Pancasila yaitu persatuan Indonesia.
4)            Pasal 1 ayat (2) menentukan: “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat”. 
Pasal 2 ayat (1) menentukan: 
Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggotaanggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusanutusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.  
Ketentuan-ketentuan Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 2 ayat (1) tersebut adalah sesuai dengan dan mengenai sila keempat Pancasila yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5)            Bab XVI berjudul : “Kesejahteraan Sosial” dan memuat 2 pasal berikut:
a.            Pasal 33 menentukan:
(1)          Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan.
(2)          Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
(3)          Bumi, dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. 

b.            Pasal 34 menentukan, “Fakir miskin dan anak-anak
terlantar dipelihara oleh negara”. 
Ketentuan-ketentuan dalam Bab XIV UUD 1945 ini adalah sesuai dengan dan mengenai sila kelima dari Pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dari uraian di atas jelas terlihat bahwa antara Pembukaan dan isi UUD 1945 mempunyai pertalian yang erat dan seluruh isi UUD
1945 dijiwai oleh Pancasila sebagai dasar falsafah negara
Republik Indonesia, masing-masing sila dari Pancasila mempunyai pertalian bahkan menjiwai ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal dari UUD 1945.

3. Pancasila dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia
Kesepakatan tersebut, tercantum pula dalam berbagai Ketetapan MPR dan MPRS Republik Indonesia diantaranya sebagai berikut:
a. Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966
Dalam konsideran Ketetapan MPRS ini ditegaskan bahwa untuk terwujudnya kepastian dan keserasian hukum, serta kesatuan tafsiran dan pengertian mengenai Pancasila dan pelaksanaan UUD 1945 perlu adanya rincian dan penegasan mengenai sumber tertib hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia.
Selanjutnya dalam isi Ketetapan MPRS ini dinyatakan:
Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum. Dijelaskan pula, bahwa pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang luhur yang meliputi suasana kejiwaan serta watak dari bangsa Indonesia itu, pada 18 Agustus 1945 telah dimurnikan dan dipadatkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan atas nama rakyat Indonesia, menjadi dasar negara Indonesia, yakni Pancasila.
Dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 inipun ditegaskan:
Pembukaan UUD 1945 sebagai pernyataan kemerdekaan yang terperinci yang mengandung cita-cita luhur dari Proklamasi Kemerdekaan dan yang memuat Pancasila sebagai dasar negara, merupakan suatu rangkaian dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 (Proklamasi 17-8-1945) adalah sumber hukum pembentukan Negara Republik Indonesia), dan oleh karena itu tidak dapat diubah oleh siapapun juga, termasuk MPR hasil Pemilihan Umum. 

Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 ini telah dinyatakan tetap berlaku dan perlu disempurnakan berdasarkan Ketetapan MPR No. V/MPR/1973, kemudian dikokohkan oleh Tap MPR No. 1/MPR/1978
(Pasal 115), No. I/MPR/1983 (Pasal 104) dan No. IV/MPR/1983
(Pasal 1).
b.            Ketetapan No. XXV/MPRS/1966
Dalam konsideran Ketetapan MPRS ini ditegaskan dan ditetapkan bahwa paham atau ajaran Komunisme/Leninisme pada inti hakikatnya bertentangan dengan Pancasila. Berkenaan dengan pelaksanaannya juga dilarang untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.  Termasuk dalam hal ini manifestasi melalui kegiatan berorganisasi dalam ormas. Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966 ini telah dinyatakan tetap berlaku dan perlu disempurnakan, berdasarkan Ketetapan MPR No.
V/MPR/1973.  

c.             Ketetapan MPR No. II/MPR/1973 tentang Tata Cara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia
Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh calon Presiden dan Wakil Presiden menurut Pasal 1 Ketetapan MPR ini adalah: “Setia kepada cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, Pancasila dan UUD 1945”. 
d.            Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa)
Pancasila seperti dalam tercantum dalam Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 merupakan kesatuan yang bulat dan utuh dari kelima sila, yaitu KeTuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.  
e.            Ketetapan MPR No. I/MPR/1988 tentang Peraturan Tata Tertib MPR
Dalam Pasal 5 Ketetapan MPR ini disebutkan, bahwa anggota MPR adalah pengemban dan pengutara yang berbudi pekerti luhur dari cita-cita moral Pancasila serta setia kepada Pancasila sebagai dasar dan ideology negara, UUD 1945 dan Revolusi
Kemerdekaan Bangsa Indonesia untuk mengemban Amanat Penderitaan Rakyat.  Pasal 104 Ketetapan MPR No. I/MPR/1983 dengan tegas mengatakan, bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945 (yang memuat Pancasila), tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahan terhadapnya serta akan melaksanakannya secara murni dan konsekuen.
f.             Ketetapan MPR RI No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara
Pada Pasal 1 menyebutkan bahwa “Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus
dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara”. 
g.            Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang  Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Dalam ketetapan ini di antaranya menyebutkan : Sumber Hukum dasar nasional yang tertulis dalam Pembukaan UndangUndang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa; kemanusia yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 

4. Pancasila Memenuhi Syarat sebagai Dasar Negara
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dasar negara Pancasila perlu difahami konsep, prinsip dan nilai yang terkandung di dalamnya agar dapat dengan tepat mengimplementasikannya. Namun sebaiknya perlu diyakini terlebih dahulu bahwa Pancasila memenuhi syarat sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan beragam suku, agama, ras dan antar golongan yang ada.
Pancasila memenuhi syarat sebagai dasar negara bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan alasan sebagai berikut.
1)            Pancasila memiliki potensi menampung keadaan pluralistik masyarakat Indonesia yang beraneka ragam suku, agama, ras dan antar golongan. Pada Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, menjamin kebebasan untuk beribadah sesuai agama dan keyakinan masing-masing. Kemudian pada Sila Persatuan Indonesia, mampu mengikat keanekaragaman dalam satu kesatuan bangsa dengan tetap menghormati sifat masingmasing seperti apa adanya.
2)            Pancasila memberikan jaminan terealisasinya kehidupan yang pluralistik, dengan menjunjung tinggi dan menghargai manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan secara berkeadilan yang disesuaikan dengan kemampuan dan hasil usahanya. Hal ini ditunjukkan dengan Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
3)            Pancasila memiliki potensi menjamin keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, yang terdiri atas ribuan pulau sesuai dengan Sila Persatuan Indonesia.
4)            Pancasila memberikan jaminan berlangsungnya demokrasi dan hak-hak asasi manusia sesuai dengan budaya bangsa. Hal ini, selaras dengan Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5)            Pancasila menjamin terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera sesuai dengan Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat sebagai acuan dalam mencapai tujuan tersebut.
Pancasila sebagai kaidah negara yang fundamental berarti bahwa hukum dasar tertulis (UUD), hukum tidak tertulis (konvensi), dan semua hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara Republik Indonesia harus bersumber dan berada dibawah pokok kaidah negara yang fundamental tersebut. 
Menurut Harun Alrasid kedudukan Undang-undang Dasar bagi suatu negara analog dengan kedudukan anggaran dasar bagi suatu partai politik atau organisasi lainnya, yaitu merupakan pegangan pokok bagi tindakan operasional dari organisasi yang bersangkutan.  Segala aktivitas dan fungsi ormas itu diselaraskan seperti yang telah tertulis dalam anggaran dasar tersebut.

















Artikel Terkait