contoh essay (PLAGIAT : INSPIRASI (SEKALIGUS) MENCURI)




PLAGIAT : INSPIRASI (SEKALIGUS) MENCURI
(Mega Ulfa Baity)
 
Maka bila negerimu dikuasai para bedebah
Usirlah mereka dengan revolusi
Bila tak mampu dengan revolusi,
Dengan demonstrasi
Bila tak mampu dengan demonstrasi, dengan diskusi
Tapi itulah selemah-lemahnya iman perjuangan
Karya:Adhie Massardi
Nampaknya  di negeri bedebah ini tak hanya kejahatan dalam dunia politik saja yang telah mendominasi namun juga di dalam dunia kepenulisan. Salah satu bentuk kejahatannya yaitu kejahatan intelektual  yang sangat membahayakan adalah yang dinamakan dengan plagiarism atau plagiat. Wikipedia dan ASIAN Copy Right Handbook merumuskan bahwa yang dimaksud dengan plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri (pihak plagiator). Plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain.
Plagiarisme dalam literatur terjadi ketika seseorang mengaku atau memberi kesan bahwa ia adalah penulis asli suatu naskah yang ditulis orang lain, atau mengambil mentah-mentah dari tulisan atau karya orang lain atau karya sendiri (swaplagiarisme) secara keseluruhan atau sebagian, tanpa memberi sumber. Selain masalah plagiarisme biasa, swaplagiarisme juga sering terjadi di dunia akademis. Swaplagiarisme adalah penggunaan kembali sebagian atau seluruh karya penulis itu sendiri tanpa memberikan sumber aslinya. Yang digolongkan sebagai plagiarisme adalah, pertama yakni apabila seseorang menggunakan tulisan orang lain secara mentah lalu diubah, tanpa memberikan penjelasan. Dan yang kedua yakni mengambil gagasan orang lain tanpa memberikan anotasi yang cukup tentang sumbernya. Indonesia telah mengeluarkan Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang didalamnya berisi tentang pasal-pasal perlindungan hak cipta.
Sejarah singkat lahirnya istilah plagiarism dalam menulis pada tahun 1450, Gutenberg dengan Printing Press nya merevolusi akses publik karya tulis dan kontrol teks kesusastraan yang pada saat itu sangat ketat dikendalikan oleh dewan gereja. Dua ratus lima puluh lima tahun berikutnya, tepatnya pada tahun 1675, lahirlah Licensing Act  yang mengontrol ledakan publikasi. Hampir tiga dekade berikutnya, yakni pada tahun 1704, Sembilan koran diterbitkan di kota London. Selang lima tahun berikutnya, untuk pertama kalinya Philosophical Transaction Journal diterbitkan oleh The Royal Society of London. Setahun kemudian,  pikiran dan gagasan pribadi diakui secara resmi sebagai Property. Pada tahun yang sama, lahirlah England's Statute of Anne yang mengakui authorial rights yang menandai lahirnya copyrights law. Pelanggaran terhadap copyrights law  inilah yang menjadi gagasan munculnya istilah plagiarism (Sutherland-Smith, 2008, p.37-41). Di Indonesia sendiri plagiat telah muncul sejak zaman penyair angkatan ’45. Namun budaya plagiat merajalela di Indonesia ketika internet makin marak. Internet bagaikan dunia kedua. Tempat untuk menemukan hal yang sulit didapatkan di dunia nyata. Dengan fasilitas search engine nya, hampir semua informasi bisa ditemukan. Fasilitas copas  membuat informasi-informasi ini lebih mudah untuk dimiliki. Cukup buka internet, ketik kata kunci, copy and paste.

Berikut beberapa contoh kasus plagiat yang menghebohkan di Indonesia yaitu penyair Chairil Anwar pernah dituduh menjiplak karya tulis. Tak tanggung-tanggung, yang menuduh Hans Bague Jassin melalui tulisannya di Mimbar Indonesia berjudul Karya Asli, Saduran, dan Plagiat membahas puisi Kerawang-Bekasi. Kritikus sastra yang juga bergelar Paus Sastra Indonesia itu membandingkan puisi Chairil dengan The Dead Young Soldiers karya Archibald MacLeish, penyair Amerika Serikat. Jassin tidak menyalahkan Chairil. Menurut dia, meskipun mirip, tetap ada rasa Chairil di dalamnya. Sedangkan sajak MacLeish, menurut Jassin, hanyalah katalisator penciptaan. Namun tanggapan Chairil bisa berbeda, apalagi Jassin menyebut tindakan Chairil meniru sajak MacLeish karena butuh uang untuk biaya berobat ke dokter. Ketegangan mereka sempat memuncak pada suatu acara di Gedung Kesenian Jakarta. Chairil dan Jassin sempat berkelahi. Kemudian Yahya Muhaimin (1992)
Ismet Fanany, ahli pendidikan asal Batusangkar, Sumatera Barat, yang bermukim di Amerika Serikat menerbitkan buku tentang plagiat. Buku terbitan CV Haji Masagung Jakarta itu berjudul Plagiat-Plagiat. Isinya tentang plagiat Yahya Muhaimin. Disertasi Yahya dituduh menjiplak tulisan beberapa ahli. The Politics of Client Businessmen, disertasi Yahya yang dipertahankan di MIT Cambridge, Amerika Serikat, 1982, dibandingkan dengan Capitalism and The Bureaucratic State in Indonesia: 1965-1975, judul asli tesis Robison di Universitas Sydney 1977. Menurut Ismet, kemiripan itu baru satu sumber. Masih banyak lagi kemiripan dengan artikel lain. Yahya sendiri kepada Tempo menjelaskan, "Mungkin dia memakai standar plagiat yang berbeda dengan yang saya anut." Dia mengakui disertasinya mengutip banyak fakta dan pendapat sejumlah ahli yang memang disebut Fanany. "Tapi saya mencantumkan sumbernya," kata Yahya. Atas tudingan Fanany itu, Yahya tak berpikir menyerang balik. Amir Santoso (1979). Ia dituduh membajak karya tulis ilmiah dari berbagai kalangan, bahkan dari kalangan mahasiswanya sendiri. Amir juga mencaplok karya intelektual pakar lain. Apa yang dilakukan Amir Santoso itu dalam rangka mencapai gelar profesor (guru besar Universitas Indonesia). Selanjutnya I Made Kartawan (Desember 2008) Dosen Institut Seni Indonesia Denpasar, I Made Kartawan, dituduh menjiplak. Tesis Kartawan pada 2003 yang berjudul Keragaman Laras Gong Kebyar di Bali sama persis dengan laporan penelitian berjudul Keragaman Laras (Tuning Systems) Gambelan Gong Kebyar hasil penelitian Prof Bandem, Prof Rai, Andrew Toth, dan Nengah Suarditha yang dilakukan pada 1999 dari Universitas Udayana. Kemudian Ade Juhana (Januari 2010)
Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati itu menyelesaikan tesis doktornya dengan membajak tesis Prof Dr H.M.A. Tihami, MA, Rektor Institut Agama Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin, Banten, dan buku Mohamad Hudaeri M.A., dosen dan Ketua Lembaga Penelitian IAIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten. Sayangnya, ini hanya laporan surat pembaca di
harian Kompas, jadi tidak terdengar kelanjutan kasusnya. Anak Agung Banyu Perwita (Februari 2010). Anak Agung Banyu Perwita, profesor Universitas Katolik Parahyangan, dituding menjiplak dalam artikelnya yang dimuat di harian nasional, The Jakarta Post. Harian itu menilai tulisan Banyu telah menjiplak sebuah jurnal ilmiah di Australia yang ditulis Carl Ungerer. Rapat senat Universitas yang berlangsung enam jam akhirnya memutuskan untuk mencopot seluruh jabatan guru besar bidang hubungan internasional Universitas Parahyangan itu. Banyu Perwita memilih mengundurkan diri. Heri Ahmad Sukria (Juli 2010) Dosen Institut Pertanian Bogor, Heri Ahmad Sukria, disomasi Jasmal A. Syamsu dari Universitas Hasanuddin, Sulawesi Selatan. Somasi dilayangkan terkait dengan dugaan plagiarisme buku berjudul Sumber dan Ketersediaan Bahan Baku Pakan di Indonesia. Buku tersebut diterbitkan IPB Press dengan penulis Heri Ahmad dan Rantan Krisnan. Menurut sang Profesor, terdapat tulisan dan data yang diambil dari artikelnya. Siti Fadilah Supari (2004)
Menteri Kesehatan ini pernah dituduh melakukan plagiat. Ketika itu Fadilah menyajikan seminar berjudul Cholesterol-Lowering Effect of Soluble Fibre as an adjunct to Low Calories Indonesian Diet in Patients with Hypercholesterolamia di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta, 29 Oktober 2002. Apa yang dia sajikan mirip dengan karya James W. Anderson berjudul Long-term Cholesterol Lowering Effect of Psyllium as An Adjunct to Diet Therapy in The Treatment of Hypercholesterolamia, yang dimuat di American Journal of Clinical Nutrition volume 71 tahun 2000.
Namun, bila kita berbicara tentang hal-hal yang berkaitan dengan dunia pendidikan, tindakan copy paste dari internet ini bisa mengantarkan kepada sebuah masalah besar di dunia pendidikan, yaitu plagiarism. Tidak sedikit professor, guru besar, dosen ataupun guru-guru di sekolah yang akhirnya terjebak ke dalam tindakan plagiarism. Karena tuntutan akademik harus menulis, ide sulit keluar, browsing di internet, ketemu satu artikel, kemudian copy dan paste. Dengan sedikit modifikasi, ganti judul, hilangkan beberapa paragraf, jadilah milik pribadi. Bila guru-guru besar saja bisa terjebak ke dalam plagiarism, apalagi mahasiswa dan pelajar.
 Sebenarnya tidaklah mudah menghentikan budaya plagiat. Hal pertama yang harus diubah adalah persepsi masyarakat terdidik tentang plagiarism. Masih banyak yang memaknai plagiarism sebagai imitation tindakan peniruan. Padahal, kedua istilah ini mirip secara kasat mata tetapi pada hakikatnya berbeda. Plagiarism merupakan tindakan penculikan hak intelektual, sementara imitation adalah peniruan yang secara alami dimulai sejak manusia dilahirkan. Persepsi keliru ini telah mengkristal dalam mindset kaum intelektual di negara miskin dan berkembang. Maka tidak heran kalau ditemukan banyak akademisi yang melakukan plagiat di negeri ini. Bahkan, tidak sedikit professor dan calon professor yang belakangan ini terjerat dalam kasus yang memalukan ini. Persepsi yang keliru ini telah menjadi pola pikir sehingga mempengaruhi munculnya sikap masa bodoh yang pada akhirnya menciptakan budaya copy and paste. Mereka yang terjerat dalam kasus ini sibuk mencari kambing hitam. Ada yang beralasan tidak sengaja, dikejar deadline, sumber inspirasi dan sejumlah alasan klasik lainnya untuk sekadar justifikasi. Apapun alasannya, plagiarism merupakan tindakan melawan hukum. Tidak bisa dipungkiri bahwa  terbatasnya bahan bacaan dan kurangnya pengetahuan akan teknologi informasi memperparah tindakan plagiat. Harus diakui bahwa tanpa dukungan fasilitas akses buku dan jurnal terbaru yang memadai, budaya plagiat sangat sulit dihindari apalagi dihentikan. Namun demikian, kita tidak boleh larut saling lempar tanggung jawab.












tag
contoh essay bahasa indonesia 
kumpulan essay 
contoh essay lengkap

Artikel Terkait