contoh cerpen tugas bahasa indonesia

Tags

KISAH KLASIKKU
Teringat saat pertama kali saat aku meng-add akun facebooknya kira-kira tiga tahun yang lalu. Dengan potongan rambut pendek dan rapi layaknya polwan terpampang di foto profilnya. Memakai baju abu-abu dengan menampakkan keanggunannya yang membuatku terpesona. Tak kusangka, dia mengkonfirm permintaan pertemananku. Dan tak tahu mengapa hati ini merasa sesuatu yang beda, aneh saja kurasa. Tanpa ada keraguan aku langsung nge-wall di dinding facebooknya.
“Haii, TFC yaa”.
“Hai jugak, mm TFC apa? Ga mudeng hhehe”.
“Haduh, thanks for confirm”.
“Owalah iya sama-sama, Ardi. Maaf aku gak tau singkatan tadi hehe”.
“Iya gapapa, mm, nama kamu Hani kan? Met kenal yaa”.
“Iya aku Hani, met kenal jugak yaa”.
“Oke dehh”.
Itulah beberapa kata percakapanku dengan dirinya di wall facebook yang membuatku tak pernah lupa. Dari kata-katanya aku bisa menyimpulkan dia adalah seorang yang baik, entah benar atau tidak.
            Dag dig dug begitu kencangnya hatiku berdebar setiap kali aku melihat foto-foto di facebooknya. Selalu terlihat rapi dan menawan memakai pakaian yang indah. Terlihat dia orang yang sopan, busana indahnya menutupi seluruh tubuhnya. Tanpa pakaian ketat seperti perempuan-perempuan kota yang memakai rok sangat pendek dan baju ketat seperti pakaian setengah jadi yang bagiku itu terlihat sangat jelek. Setelah kejadian-kejadian yang aku ceritakan itu aku lebih aktif di facebook yang merupakan jejaring sosial yang telah mendunia. dibuat oleh seorang mahasiswa dari negara Barat. Dan beginilah caraku membuka jejaring sosial facebook. Awalnya buka Mozilla firefox di laptopku, tidak lupa sudah terkoneksi dengan nternet. Kemudian kuketik alamat facebook, www.facebook.com dan masuk dengan
mengisi email dan password.

Setelah masuk ke facebook langsung ku ketik tulisan “Dhini Harfinasari” di kotak pencarian, nama dan foto profilenya langsung muncul dan aku klik, ku buka profilnya. Melihat foto profilnya? Ya, itulah yang kulakukan, agar tampak lebih jelas, agar aku bisa mengaguminya lebih detail dari setiap rambutnya yang teruarai menakjubkan bagai bidadari. Ku beri tanda “suka” di setatus-setatus facebooknya. Tak lama kemudian ku dengar bunyi “tuing, tuing, tuing”, ternyata itu tanda pemberitahuan yang sangat banyak dan setelah kulihat itu dari Dhini yang nge-bomb setatusku dan pemberitahuan yang terakhir begini tulisannya “Dhini Harfinasari mengirimkan sesuatu didinding anda”. Hahh, Lagi-lagi entah mengapa hatiku sangat senang. Langsung saja aku klik pemberitahuan itu.
            “Tfl Ardi, hhe.”
            “Iya sama-sama Dinii. Makasih juga jempolnya.”
            “Iyaa, itu nulisnya salah deh”.
            “Ha? Apanya? Kayaknya ga ada yang salah lho”.
            “Ya ituu, aku Dhini, bukan Dini, huuu!”
            “Ooh hahaha, ya tapi kan nulis “Dini” aja gapapa, sama aja, hhe”.
            “Ya tapi kan ntar ngucapinnya jadi bedaaa”.  
            “Masa sii, enggak ah sama aja ki”.
            “Hihh! Yaudah, terserah huuuuu!”
            “hhehe gapapa yaa”.

Hari-hari berlalu, semakin hari semakin bingung semakin tak menentu dengan perasaanku yang sangat aneh kepada orang yang aku kenal dari facebook itu. Hati ini semakin bingung mengungkapkan. Perasaanku sangat aneh kepadanya, dari awal aku merasa apakah ini sebuah rasa? Apakah ini cinta? Tapi aku merasa sangat konyol jika hal seperti itu sebuah perasaan cinta. Hanya melihat sebuah foto di profil dan beberapa di album dari facebook itu, dari caranya mengungkapkan bahasanya dalam tulisan, bagaimana aku bisa terpesona. Ini sangatlah aneh, ini rasa yang aneh aku rasa. Mungkin aku hanya sekedar mengaguminya. Sejujurnya aku belum pernah merasakan apakah itu cinta dan inilah sebuah rasa yang aneh yang pernah aku rasakan kepada seorang perempuan.
Setelah beberapa bulan berlalu, disetiap hari-hariku setiap kubuka jejaring sosial facebook tak jarang aku dan Dhini saling berkomunikasi dan lucunya kebanyakan hanyalah kata-kata ejekan, kadang saling berkomentar di setatus facebook, ngirim sesiatu di profil facebooknya atau istilah gaulnya nge-wall. Selain itu aku dan dia juga sering cerita hobi dan lain-lain, juga sering melanjutkan ejekan di komentar facebook lewat chat facebook.  Tak kusangka Dhini juga mempunyai hobi yang sama denganku, bermain voli. Setiap hari kamis Dhini ikut ekstrakurikuler voli di sekolahnya. Kegiatan ekstrakurikuler voli di sekolah Dhini ada di alun-alun kota yang sangat dekat dengan sekolahnya, selain itu juga karena tempat olahraga disekolahnya hanya satu dan pada saat yang sama lapangannya digunakan untuk ekstrakurikuler basket. Dhini yang bersekolah di SMP N 2 Purworejo itu sering menjadi juara kelas. Ia selalu mendapat ranking bagus dikelasnya. Aku tahu itu dari temanku yang juga bersekolah disana, Andra namanya. Andra adalah sahabat karibku sejak kelas empat sekolah dasar. Ia adalah putera dari guru yang mengajariku melukis sewaktu SD, Pak Hadiman. Temanku itu juga suka bermain voli dan melukis sepertiku. Dulu setiap ada perlombaan melukis ia selalu menjadi juara pertama dan aku menjadi juara kedua. Sulit sekali bagiku untuk mengalahkannya, ku akui lukisannya lebih bagus dariku. Tapi aku tidak pernah menyerah untuk berharap bisa mengalahkannya. sewaktu aku sering belajar melukis dirumah Pak Hadiman, Andra juga sering ikut-ikutan belajar melukis. Mungkin bakatnya itu dari keahlian yang duturunkan dari ayahnya, bak pepatah “buah jatuh tak jauh dari pohonnya”. Tak jarang kami setelah selesai dari belajar melukis sambil menunggu angkot untukku pulang, aku sering bermain bersama Andra dan anak-anak sebayaku disekitar rumahnya. Pernah suatu hari aku bermain dirumah Andra sampai sore hampir maghrib, wajarlah, aku sangat senang bermain, terutama mobil-mobilan. Tiba-tiba kulihat arah dibelakangku, kaget, ibuku sudah menjemput dengan sepeda motor kesayangannya. Sesampainya dirumah aku langsung dimarahi, namun ibuku tidak sampai berkata kasar kepadaku, ia langsung menasihatiku dengan tutur kata halus yang membuatku sangat mengagumi kata-kata dan ucapannya kepadaku. Aku merasa tenang dan memperhatikan kata-katanya dan kumasukkan dalam memori otakku.
Kelas VII semester II, sekolahku SMP N 1 Purworejo mengikuti Popda voli dialun-alun. Aku sangat senang, aku bisa menjadi pemain inti disekolahku. Sekitar jam 08.00 pagi. Aku dan temank-temanku berkumpul disekolah dan langsung berangkat ke alun-alun kota dengan berjalan kaki karena jarak antara alun-alun dengan sekolahku cukup dekat. Sesampainya di alun-alun terlihat hanya ada beberapa orang bapak panitia Popda, ternyata masih sepi hanya ada beberapa tim dari sekolah lain yang masih terlihat. Sambil guru olahragaku mendaftarkan kami, aku dan teman-temanku mulai berganti seragam dan mulai memainkan bola voli, memantulkan bola kebawah, passing, smash, servant. Namun baru saja kami memasuki lapangan yang ditumbuhi rumput-rumput hijau itu, ternyata becek digenangi air sisa hujan tadi malam sepertinya. Kami pun harus melepas sepatu, sangat tidak nyaman bermain voli memakai sepatu ditempat becek. Beberapa saat ketika kami melakukan latihan, terlihat dari kejauhan beberapa rombongan tim voli perempuan dan laki-laki memakai seragam olahraga serba putih.  Setelah lumayan dekat ternyata itu rombongan dari SMP 2. Ku lihat beberapa temanku dan seseorang yang rasanya sudah tidak jarang lagi dan aku sepertinya mengenalnya. Ia melewati di dekat lapangan tempatku bermain voli. Ia tersenyum kepadaku dan tanpa ragu aku juga tersenyum kepadaku. Dia membuatk hatiku berdebar di pertemuan pertamu ini dengannya. Senyumnya sangat manis, dia terlihat anggun seperti Puteri raja yang sedang lewat, dia lebih dari yang kulihat dan kubayangkan diari profilnya di facebook. Hatiku berdebar kencang bak bunyi genderang yang dibunyikan ketika perang. Hatiku sangat senang, inilah pertemuan pertamaku dengan orang yang aku kenal di jejaring sosial itu, pertemuan pertama yang membuat hatiku seperti terbang melayang bebas sangat bahagia, ooh Tuhan ini pertemuan yang indah dan semoga ini akan tetap indah. “Plakk!” temanku menepuk pundakku, aku sangat kaget seperti tidur jatuh dari kasur. Temanku si Andra tertawa terbahak-bahak sambil bersalaman kepadaku.
“Itu barusan yang namanya dhini Ar, cantik kaan hahaha,” bisik Andre kepadaku.
Aku hanya tersenyum dan tidak menjawab bisikannya, dan Andre langsung berjalan mengikuti rombongan. kemudian aku juga bersalaman dengan beberapa temanku dari SMP 2 itu.
            Pertandingan dimulai , satu persatu dari tim sekolah lain telah kami kalahhkan hingga menuju perempat final dan kami bertemu dengan SMP 19 yang sudah dikenal kuat. Pemainnya sudah tidak diragukan lagi, mereka sangat jago bermain voli, hampir tidak ada yang tidak bisa melakukan smash-smash keras dari sekolah itu. Wajar saja didaerah sekolah itu banyak yang suka bermain voli sejak SD dan kebanyakan mereka sering bermain voli di lapangan sekitar rumahnya. Hampir setiap tahun di daerah smp 19 para warganya mengadakan turnamen bola voli. Walaupun begitu kami tetap tak mempedulikan, yang terpenting kami harus bermain maksimal. Di tim kami juga ada beberapa yang sangat jago memainkan bola smash terutama Bobi. Pada set pertama walaupun agak sengit kami berhasil mengalahkan SMP 19 nilai 25-21 dengan smash-smash yang dilakukan Bobi dan beberapa dariku. Aku sangat takjub dengan smash-smashnya, sangat cepat seperti kilat yang menyambar apa saja, smshnya tidak dapat dibendung oleh tim smp 19. Namun tim smp 19 juga sangat kuat, mereka juga melakukan banyak smash yang sangat hebat, tapi kami kebanyakan bisa membendungnya. Selanjutnya menuju  set kedua, salah satu pemain inti kami harus pergi, Bobi di jemput ayahnya, ia harus pergi kesemarang saat itu juga untuk mengikuti kejuaraan bulutangkis. Aku dan temanku yang lain kaget kaena tidak ada pemberitahuan sebelumnya. Kami langsung down, turun mental dan dengan mudah dikalahkan oleh smp 19 dengan point 18-25. Saat sebelum bertanding di babak ketiga aku dan teman-teman mendapat arahan dari pak Rusman, guru olahraga kami. Aneh sekali, biasanya beliau marah-marah ketika kami kalah atau melatih kegiatan ekstrakurikuler disekolah tetapi beliau saat kami akan bertanding di set ketiga ini mengarahkan kami dengan nada tegas tanpa marah-marah.
            “Ardi, kamu itu jadi kunci utama kalau Bobi pergi, kamu jangan ikut-ikutan down! Mana semangatnya yang seperti tadi babak pertama? Pokoknya tetep main maksimal, apapun hasilnya yang penting sudah berusaha. Tadi Bobi diganti Gilang, oke nanti gilang posisinya siilang sama Ardi buat pertahanan.”
Akhirnya babak ketiga sudah dimulai. Kami melakukan sesua dengan yang diarahkan oleh pak Rusman dan pertandingan terus berjalan. Selisih angka kami sangat tipis 18-17 untuk tim kami dan lanjut hingga terjadi dust, 24 sama. Tim service menuju arahku dioperkan kearah tosser si martha dan langsung menuju gilang yang ada di posisi empat, “slasshh!”  Prriiit, wasit mengacungkan tangan kepada kami. Penonton lagsung bersorak-sorak “Ayo! Ayo!” kami harus tetap fokus. 25-24 untuk kami, tim kami service langsung diterima dengan mudahnya “blasss!” bola melambung kembali ke arah lawan, langsung “slassshh!” dan priit, wasit mengacungkan tangan kepada tim smp 19 menjadi 25-25. Suasana semakin menegangkan. Langusng mereka melakukan service dan sangat cepat bola mengarah kepadaku plass kuumpankan kepada Martha menuju dendi dan “blasssshh!” priiit tambah point kepada tim kami unggul satu angka, 26-25. Giliran Gilang yang service “blaakk” cepat sekali dengan arah mendatar dari serangan Gilang, mereka mampu menguasainya walaupun kuwalahan, dan “Blasss!” mampu diterima Gilang dengan passing bawah menuju ke Martha “blakkk!” smash kencang dariku mampu di bendung, “Blaabbbb!” mampu dibendung lagi serangan dariku. Bola mengarah kebelakang pada Dendi dioper langsung menuju Martha “plapp” bola dengan suara agak kasar menujuku “BLAASSSS!!!!”
“Lappp” aku terbangun ditempat aneh, gelap remang-remang. Beberapa saat aku mulai mengenal tempat ini dan “Klik” kunyalakan lampu, yah benar, ini tempat peristirahatanku. Ku lihat handphone, jam 20.10 dan tulisan “9 pesan diterima” kubuka, 3 pesan dari Dhini yang menayakan keadaanku dan 6 pesan dari teman-temanku dan hanya kulihat, aku belum yakin ingin membalas semua pesan itu. Aku bingung mereka menanyakan keadaanku. Aku tak tahu apa yang terjadi, yang terakhir ku ingat badanku terasa sangat lemas.
Aku berdiri menuju meja belajar. Ku buka kain penutup layar komputer dan kunyalakan tombol on. Tentu saja aku ingin membuka facebook dan ingin melihat seseorang yang tadi pagi tersenyum manis kepadaku. Langsung kulihat menuju profil facebooknya. Dan ini, aku sangat tidak percaya, hatiku kacau, bingung seperti orang stress. Ku lihat di facebooknya yang tertulis “Dhini Arnasta berpacaran dengan Hangga Dewa Putra” Tanpa berpikir panjang, “BraakkkkK!” kuhantamkan mouse di komputer ini ke tembok sebelah hingga tak berwujud mouse layaknya pecahan kaca dan kubiarkan pecahan mouse itu bertebaran di lantai sebelah meja belajarku. Seperti inilah wujud kehancuran hatiku. Rasa panas didadaku seperti duri-duri yang menusuk hatiku yang hancur lebur.
            Pagi hari setelah kejadian kemarin ternyata diriku pingsan dan langsung diantarkan kerumah. Tentang hasil pertandingan voli, kami mendapat juara 3 bersama karena kalah pada babak selanjutnya tentu saja karena mereka menghawatirkanku dan kekurangan pemain penyerang. Sejak kejadian malam itu tanggal 17 februari 2010 aku mulai menyadari, kurasa inilah cinta yang tak terbalaskan. Dengan hati yang tak kurelakan aku mulai menoleh kesisi yang lain. Aku memutus hubungan dengannya. Aku sekarang mulai jarang membuka facebook. Aku mulai menuju ke dunia sosial yang sesungguhnya. Namun aku tetap masih menyimpan rasa kepadanya, aku harap suatu saat aku bisa bertemu dan bercakap-cakap dengannya dengan keadaan yang lain dari ini. Inilah kisah klasikku.
Aku berharap kisahku seperti lagu ini.
Di pesta tahun baru itu, pertama kali kita bertemu
Kau tersenyum kepadaku, bergetar rasa hatiku

Sebulan kini t’lah berlalu, kau t’lah menjadi milikku
Betapa bahagia hatiku, bercinta denganmu
Januari aku, berkenalan denganmu
Februari aku, mendapatkan cintamu
Maret April Mei Jui, kita s’makin menyatu
Juli Agustus September, kita mencoba, ‘tuk saling setia

Masa-masa yang terindah, t’lah kita lewati berdua
S’moga ini ‘kan menjadi, satu keutuhan cinta



Bersambung...






Artikel Terkait