--Lumpur aktif buatan untuk
penanggulangan limbah
1. Lumpur aktif, dapat diartikan sebagai cairan dan gas yang berasal dari dalam bumiyang berupa gas metana serta karbon dioksida dan nitrogen. Bahan lumpur aktif ini biasanya keluar dari dalam bumi dan disebut banjir lumpur aktif atau banjir lumpur panas.
Materi lumpur aktif terdiri
dari tanah yang mengendap dalam cairan yang dapat meliputi air (biasanya asam
atau asin) dan materi lainnya yaitu cairan hidrokarbon.
http://dwi-jo.blogspot.com/2012/01/pengertian-lumpur-aktif.html
Contoh lumpur aktif yang paling
dekat dengan kita adalah peristiwa lumpur lapindo di Sidoardjo. Ada beberapa
perkiraan penyebab terjadinya peristiwa lumpur lapindo ini. Ada yang mengatakan
bahwa lumpur Lapindo meluap karena kegiatan PT Lapindo di dekat lokasi itu.
Lapindo Brantas melakukan pengeboran
sumur Banjar Panji-1 pada awal Maret 2006 dengan menggunakan perusahaan
kontraktor pengeboran PT Medici Citra Nusantara. Kontrak itu diperoleh Medici
atas nama Alton International Indonesia, Januari 2006, setelah menang tender
pengeboran dari Lapindo senilai US$ 24 juta.
Pada awalnya sumur tersebut
direncanakan hingga kedalaman 8500 kaki (2590 meter) untuk mencapai formasi
Kujung (batu gamping). Sumur tersebut akan dipasang selubung bor (casing )
yang ukurannya bervariasi sesuai dengan kedalaman untuk mengantisipasi
potensi circulation loss (hilangnya lumpur dalam formasi)
dan kick (masuknya fluida formasi tersebut ke dalam sumur)
sebelum pengeboran menembus formasi Kujung.
Sesuai dengan desain awalnya,
Lapindo “sudah” memasang casing 30 inchi pada kedalaman 150
kaki, casing 20 inchi pada 1195 kaki, casing (liner) 16
inchi pada 2385 kaki dan casing 13-3/8 inchi pada 3580 kaki
(Lapindo Press Rilis ke wartawan, 15 Juni 2006). Ketika Lapindo mengebor
lapisan bumi dari kedalaman 3580 kaki sampai ke 9297 kaki, mereka “belum”
memasang casing 9-5/8 inchi yang rencananya akan dipasang tepat di kedalaman
batas antara formasi Kalibeng Bawah dengan Formasi Kujung (8500 kaki).
Diperkirakan bahwa Lapindo, sejak
awal merencanakan kegiatan pemboran ini dengan membuat prognosis pengeboran
yang salah. Mereka membuat prognosis dengan mengasumsikan zona pemboran mereka
di zona Rembang dengan target pemborannya adalah formasi Kujung. Padahal mereka
membor di zona Kendeng yang tidak ada formasi Kujung-nya. Alhasil, mereka
merencanakan memasang casing setelah menyentuh target yaitu
batu gamping formasi Kujung yang sebenarnya tidak ada. Selama mengebor mereka
tidak meng-casing lubang karena kegiatan pemboran masih
berlangsung. Selama pemboran, lumpur overpressure (bertekanan
tinggi) dari formasi Pucangan sudah berusaha menerobos (blow out) tetapi
dapat di atasi dengan pompa lumpurnya Lapindo (Medici).
Setelah kedalaman 9297 kaki,
akhirnya mata bor menyentuh batu gamping. Lapindo mengira target formasi Kujung
sudah tercapai, padahal mereka hanya menyentuh formasi Klitik. Batu gamping
formasi Klitik sangat porous (bolong-bolong). Akibatnya lumpur
yang digunakan untuk melawan lumpur formasi Pucangan hilang (masuk ke lubang di
batu gamping formasi Klitik) atau circulation loss sehingga
Lapindo kehilangan/kehabisan lumpur di permukaan.
Akibat dari habisnya lumpur Lapindo,
maka lumpur formasi Pucangan berusaha menerobos ke luar (terjadi kick).
Mata bor berusaha ditarik tetapi terjepit sehingga dipotong. Sesuai prosedur
standard, operasi pemboran dihentikan, perangkap Blow Out Preventer
(BOP) di rig segera ditutup & segera dipompakan lumpur pemboran
berdensitas berat ke dalam sumur dengan tujuan mematikan kick.
Kemungkinan yang terjadi, fluida formasi bertekanan tinggi sudah terlanjur naik
ke atas sampai ke batas antara open-hole dengan selubung di
permukaan (surface casing) 13 3/8 inchi. Di kedalaman tersebut,
diperkirakan kondisi geologis tanah tidak stabil & kemungkinan banyak
terdapat rekahan alami (natural fissures) yang bisa sampai ke permukaan.
Karena tidak dapat melanjutkan perjalanannya terus ke atas melalui lubang sumur
disebabkan BOP sudah ditutup, maka fluida formasi bertekanan tadi akan berusaha
mencari jalan lain yang lebih mudah yaitu melewati rekahan alami tadi &
berhasil. Inilah mengapasurface blowout terjadi di berbagai tempat
di sekitar area sumur, bukan di sumur itu sendiri.
Perlu diketahui bahwa untuk operasi
sebuah kegiatan pemboran MIGAS di Indonesia setiap tindakan harus seijin BP
MIGAS, semua dokumen terutama tentang pemasangan casing sudah disetujui oleh BP
MIGAS.
Dalam AAPG 2008 International
Conference & Exhibition dilaksanakan di Cape Town International Conference
Center, Afrika Selatan, tanggal 26-29 Oktober 2008, merupakan kegiatan tahunan
yang diselenggarakan oleh American Association of Petroleum Geologists (AAPG)
dihadiri oleh ahli geologi seluruh dunia, menghasilan pendapat ahli: 3 (tiga)
ahli dari Indonesia mendukung GEMPA YOGYA sebagai penyebab, 42 (empat puluh
dua) suara ahli menyatakan PEMBORAN sebagai penyebab, 13 (tiga belas) suara
ahli menyatakan KOMBINASI Gempa dan Pemboran sebagai penyebab, dan 16 (enam
belas suara) ahli menyatakan belum bisa mengambil opini. Laporan audit Badan
Pemeriksa Keuangan tertanggal 29 Mei 2007 juga menemukan kesalahan-kesalahan
teknis dalam proses pemboran.
Kembali pada lumpur aktif, sesungguhnya lumpur aktif tidak hanya menjad masalah
seperti diatas. Contohnya dalam kimia, kita dapat menemukan lumpur aktif
sebagai aplikasi redoks. Kemajuan di dalam perindustian di dunia ini tidak
hanya memberikan dampak positive tapi juga memberikan dampak negative seperti
kerusakan lingkungan akibat air limbah yang dihasilkannya. Air limbah ini
mengandung zat-zat kimia dan mikroorganisme yang merugikan bagi lingkungan.
Cara untuk mengatasi ini tentunya
pengolahan limbah sebelum dibuang ke sungai. Kebanyakan pabrik industri lebih
memilih untuk memakai cara biologi karena lebih efektif dibandingkan cara kimia
atau pun cara fisika. Salah satu metode biologi yang sekarang banyak berkembang
adalah metode lumpur aktif.
Metode lumpur aktif memanfaatkan
miroorganisme (kurang lebih terdiri dari 95% bakteri dan sisanya protozoa,
rotifer, dan jamur) sebagai katalis untuk mengurangkan material yang terkandung
di dalam air limbah. Prose lumpur aktif merupakan proses aerasi (membutuhkan
oksigen). Pada proses ini mikroba tumbuh dalam flok (lumpur) yang terdispesi
sehingga terjadi proses degradasi. Proses ini berlangsung dalam reaktor yang
dilengkapi recycle/umpan balik lumpur dan cairannya. Lumpur secara aktif
mereduksi subsrat yang terkandung di dalam air limbah.
2.Lumpur aktif buatan untuk
penanggulangan limbah
“PENGOLAHAN LIMBAH MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF”
![[pencemaran_air8.gif]](file:///C:/Users/andia/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.jpg)
Sebagaimana
kita ketahui banyak metode dalam pengolahan limbah salah satunya metode
biologis dengan pemanfaatan lumpur aktif. Proses pengolahan limbah dengan
metode Biologi adalah metode yang memanfaatkan mikroorganisme sebagai katalis
untuk menguraikan material yang terkandung di dalam air limbah. Mikroorganisme
sendiri selain menguraikan dan menghilangkan kandungan material, juga
menjadikan material yang terurai tadi sebagai tempat berkembang biaknya. Metode
pengolahan lumpur aktif (activated sludge) adalah merupakan proses pengolahan
air limbah yang memanfaatkan proses mikroorganisme tersebut.
Lumpur
aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi yang
pertama kali dilakukan di Ingris pada awal abad 19. Sejak itu proses ini
diadopsi seluruh dunia sebagai pengolah air limbah domestik sekunder secara
biologi. Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang
mengoksidasi material organik menjadi CO2 dan H2O, NH4. dan sel biomassa baru.
Udara disalurkan melalui pompa blower (diffused) atau melalui aerasi mekanik.
Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki penjernihan (Gariel
Bitton, 1994).
Anna
dan Malte (1994) berpendapat keberhasilan pengolahan limbah secara biologi
dalam batas tertentu diatur oleh kemampuan bakteri untuk membentuk flok, dengan
demikian akan memudahkan pemisahan partikel dan air limbah. Lumpur aktif adalah
ekosistem yang komplek yang terdiri dari bakteri, protozoa, virus, dan
organisme-organisme lain. Lumpur aktif dicirikan oleh beberapa parameter,
antara lain, Indeks Volume Lumpur (Sludge Volume Index = SVI) dan Stirrd Sludge
Volume Index (SSVI). Perbedaan antara dua indeks tersebut tergantung dari
bentuk flok, yang diwakili oleh faktor bentuk (Shape Factor = S). Pada
kesempatan lain Anna dan Malte (1997) menyatakan bahwa proses lumpur aktif
dalam pengolahan air limbah tergantung pada pembentukan flok lumpur aktif yang
terbentuk oleh mikroorganisme (terutama bakteri), partikel inorganik, dan
polimer exoselular. Selama pengendapan flok, material yang terdispersi, seperti
sel bakteri dan flok kecil, menempel pada permukaan flok. Pembentukan flok
lumpur aktif dan penjernihan dengan pengendapan flok akibat agregasi bakteri
dan mekanisme adesi. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa flokulasi dan sedimentasi
flok tergantung pada hypobisitas internal dan eksternal dari flok dan material
exopolimer dalam flok, dan tegangan permukaan larutan mempengaruhi
hydropobisitas lumpur granular dari reaktor lumpur anaerobik.
Frank
et all (1996) mencoba menggambarkan bahwa dalam sistem pengolah lumpur aktif
baik untuk domestik maupun industri mengandung 1-5% padatan total dan 95-99%
bulk water (liqour ?). Pembuangan kelebihan lumpur merupakan proses yang mahal,
dilakukan dengan mengurangi volume lumpur melalui proses pengepresan
(dewatering). Pada bagian lain dinyatakan pula bahwa konsentrasi besi yang
tinggi konsentrasi besi yang tinggi, 70-90% dalam bentuk Fe (III), ditemukan
dalam lumpur aktif. akumulasi besi dapat berasal dari influent air limbah atau
melalui penambahan FeSO4 yang digunakan untuk menghilangkan fosfor. Jumlah besi
dalam lumpur aktif akan berkurang setelah memasuki kondisi anaerobik dan
mungkin berasosiasi dengan adanya aktifitas bakteri heterotrofik. Berkurangnya
fosfor dalam lumpur aktif dapat menyebabkan fosfor terlepas kedalam air. Jika
ini terjadi merupakan potensi untuk terjadinya eutrofikasi pada perairan.
Dewasa
ini metode lumpur aktif merupakan metode pengolahan air limbah yang paling
banyak dipergunakan, termasuk di Indonesia, hal ini mengingat metode lumpur
aktif dapat dipergunakan untuk mengolah air limbah dari berbagai jenis industri
seperti industri pangan, Perhotelan, Rumah tinggal, Sekolah, bahan Pabrik dan
lain sebaginya.
Dengan
menerapkan sistem ini didapatkan air bersih yang tidak lagi mengandung senyawa
organik beracun dan bakteri yang berbahaya bagi kesehatan. Air tersebut dapat
dipergunakan kembali sebagai sumber air untuk kegiatan industri selanjutnya.
Diharapkan pemanfaatan sistem daur ulang air limbah akan dapat mengatasi
permasalahan persediaan cadangan air tanah demi kelangsungan kegiatan industri
dan kebutuhan masyarakat akan air.
CARA
PENGOLAHAN LIMBAH
![[clip_image0033.png]](file:///C:/Users/andia/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.jpg)
Limbah
yang datang dari segala macam aktifitas akan ditampung kedalam bak penyaring.
bak penyaring berfungsi sebagai penyaring kotoran padat dan sampah yang dapat
mengganggu proses peralatan selanjutnya atau peralatan lainnya air yang telah
disaring selanjutnya menuju ke bak equalizing, bak equalizing berfungsi sebagai
penampung dalam proses awal agar kualitas air rata dan teratur.
Air
kemudian di pompakan ke flow control box untuk selanjutnya masuk ke bak aerasi,
bak ini dilengkapi dengan air difuser yang berfungsi melarutkan udara kedalam
air sehingga bakteri menjadi aktif.
Di
bak ini air limbah akan diproses dengan cara menambahkan atau melarutkan udara
kedalam air dan menambahkan lumpur aktif yg diperoleh dari bak pengendap atau
sedimentation tank. Bak ini berfungsi untuk mengendapkan lumpur yang datang
dari aerasi dengan tujuan mempercepat pengendapan struktur, sehingga dibuat
seperti limas segi empat.
Lumpur
yang mengendap akan diangkat oleh airlift melalui udara blower kemudian lumpur
ditampung ke setiap distributor box untuk di distribusikan ke bak aerasi, bak
penampungan lumpur dan bak klorinasi atau clorinasi tank. Setelah air
diendapkan proses selanjutnya biasanya menambahkan bahan kimia yg berfungsi
untuk membunuh kuman, namun bisa juga tidak menggunakan bahan kimia, hal
tersebut dapat diatasi dengan menambahkan bakteri aktif pada saat proses
aerasi. Bak penampung air olahan atau efluent tank adalah bak yang berfungsi
sebagai bak penampung air olahan yang dihasilkan oleh unit pengolahan limbah
untuk disalurkan ke water tank, air yang masuk ke bak ini adalah air yg sudah
di proses bebas dari kuman
Apa
Itu Sludge Thickening? Sludge thickening adalah alat yang berfungsi untuk
mengurangi kadar air (liquid) dalam lumpur, sehingga menambah kandungan solid
(padatan) dalam lumpur.
Pabrik
pengolahan air limbah pada umumnya menggunakan perangkat penebalan untuk
meningkatkan konsentrasi padatan pada akhir langkah proses tertentu dalam
proses lumpur aktif. Penebalan meningkatkan kandungan padatan lumpur dan
mengurangi volume air gratis sehingga meminimalkan beban unit pada proses hilir
seperti pencernaan dan dewatering.
![[clip_image0063.png]](file:///C:/Users/andia/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image006.jpg)
Proses
yang digunakan penebalan mencakup penebalan gravitasi,
flotasi
udara terlarut, sabuk penebalan gravitasi dan rotary drum penebalan. Jenis
penebalan dipilih biasanya ditentukan oleh ukuran dari pabril limbah, hambatan
fisik dan proses hilir.
Di
pabrik pengolahan air limbah yang kecil, penebalan biasanya terjadi secara
langsung di dalam tangki penyimpanan lumpur. Lumpur yang dikompersi di bagian
bawah tangki hanya oleh gaya gravitasi, sedangkan di atas lapisan lumpur air
keruh terbentuk, yang diambil dari tangki dan kembali ke inllet.
Peralatan
mekanis tipe lumpur penebalan menggunakan proses fisik untuk berkonsentrasi
lumpur dengan menghapus bagian air sehingga mengarah ke peningkatan jumlah
presentase padat. Ada beberapa metode yang berbeda untuk mencapai hal ini dari
semua pilihan yang tersedia biasanya
![[clip_image0084.png]](file:///C:/Users/andia/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image008.gif)
isi
lumpur dapat ditingkatkan dengan , 4-5 lipatan tergantug pada seberapa baik
peralatan dioperasikan.
Metode
mengandalkan pada prinsip gravitasi dapat diterapkan baik diobati primer dan
bahkan limbah lumpur aktif. Hal ini biasanya dilakukan dalam tangki melingkar
serupa di desain dibandingkan dengan tangki sedimentasi tanaman khas. Aliran
lumpur berasal dari sistem aerasi diarahkan ke pusat dengan baik dan desain
sedemikian rupa sehingga ada cukup waktu penahanan yang cukup untuk
menyelesaikan baik untuk mengambil tempat. Sampah yang
Sampah
yang dikumpulkan di bagian bawah tangki diperbolehkan untuk menetap, menjadi
kompak dan kemudian dipompa keluar dari pipa outlet limbah bawah akan tetap baik
digester atau sekunder dewatering. Biasanya ada bendung dan saluran unutk air
diperjelas untuk keluar meluap dan menyapu lengan berputar dengan pisau akan
berbalik kedalam gerakan melingkar untuk menciptakan efek pengadukan lambat.
Hasilnya adalah bahwa dengan melakukan ini, maka akan
![[clip_image0025.jpg]](file:///C:/Users/andia/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image009.jpg)
dikumpulkan
di bagian bawah tangki
memastikan bahwa kekompakan akan terjadi dan mendapatkan lumpur untuk melakukan perjalanan ke bawah. Kadang-kadang proses dapat ditingkatkan dengan memperlambat laju umpan sementara desain harus benar merencanakan untuk memberikan waktu penahanan yang cukup.
memastikan bahwa kekompakan akan terjadi dan mendapatkan lumpur untuk melakukan perjalanan ke bawah. Kadang-kadang proses dapat ditingkatkan dengan memperlambat laju umpan sementara desain harus benar merencanakan untuk memberikan waktu penahanan yang cukup.
Sistem
Lumpur Aktif Konvensional
![]() |
|
Tangki
aerasi
Oksidasi
aerobik material organik dilakukan dalam tangki ini. Efluent pertama masuk dan
tercampur dengan Lumpur Aktif Balik (Return Activated Sludge =RAS) atau
disingkat LAB membentuk lumpur campuran (mixed liqour), yang mengandung padatan
tersuspensi sekitar 1.500 - 2.500 mg/l. Aerasi dilakukan secara mekanik.
Karakteristik dari proses lumpur aktif adalah adanya daur ulang dari biomassa.
Keadaan ini membuat waktu tinggal rata-rata sel (biomassa) menjadi lebih lama
dibanding waktu tinggal hidrauliknya (Sterritt dan Lester, 1988). Keadaan
tersebut membuat sejumlah besar mikroorganisme mengoksidasi senyawa organik
dalam waktu yang singkat. Waktu tinggal dalam tangki aerasi berkisar 4 - 8
jam.
Tangki
Sedimentasi
Tangki
ini digunakan untuk sedimentasi flok mikroba (lumpur) yang dihasilkan selama
fase oksidasi dalam tangki aerasi. Seperti disebutkan diawal bahwa sebaghian
dari lumpur dalam tangki penjernih didaur ulang kembali dalam bentuk LAB
kedalam tangki aerasi dan sisanya dibuang untuk menjaga rasio yang tepat antara
makanan dan mikroorganisme (F/M Ratio).
Parameter
Parameter
yang umum digunakan dalam lumpur aktif (Davis dan Cornwell, 1985; Verstraete
dan van Vaerenbergh, 1986) adalah sebagai berikut:
Mixed-liqour
suspended solids (MLSS). Isi tangki aerasi dalam sistem lumpur aktif disebut
sebagai mixed liqour yang diterjemahkan sebagai lumpur campuran. MLSS adalah
jumlah total dari padatan tersuspensi yang berupa material organik dan mineral,
termasuk didalamnya adalah mikroorganisma. MLSS ditentukan dengan cara
menyaring lumpur campuran dengan kertas saring (filter), kemudian filter
dikeringkan pada temperatur 1050C, dan berat padatan dalam contoh ditimbang.
Mixed-liqour
volatile suspended solids (MLVSS). Porsi material organik pada MLSS diwakili
oleh MLVSS, yang berisi material organik bukan mikroba, mikroba hidup dan mati,
dan hancuran sel (Nelson dan Lawrence, 1980). MLVSS diukur dengan memanaskan
terus sampel filter yang telah kering pada 600 - 6500C, dan nilainya mendekati
65-75% dari MLSS.
Food
- to - microorganism ratio (F/M Ratio). Parameter ini merupakan indikasi beban
organik yang masuk kedalam sistem lumpur aktif dan diwakili nilainya dalam
kilogram BOD per kilogram MLSS per hari (Curds dan Hawkes, 1983; Nathanson,
1986). Adapun formulasinya
sebagai berikut : F/M = Q x BOD5
![clip_image005[4]](file:///C:/Users/andia/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image011.gif)
MLSS
x V
dimana
:
Q
= Laju alir limbah Juta Galon per hari (MGD)
BOD5
= BOD5 (mg/l)
MLSS
= Mixed liquor suspended solids (mg/l)
V
= Volume tangki aerasi (Gallon)
Rasio
F/M dikontrol oleh laju sirkulasi lumpur aktif. Lebih tinggi laju sirkulasi
lumpur aktif lebih tinggi pula rasio F/M-nya. Untuk tangki aerasi konvensional
rasio F/M adalah 0,2 - 0,5 lb BOD5/hari/lb MLSS, tetapi dapat lebih tinggi
hingga 1,5 jika digunakan oksigen murni(Hammer, 1986). Rasio F/M yang rendah
mencerminkan bahwa mikroorganisme dalam tangki aerasi dalam kondisi lapar,
semakin rendah rasio F/M pengolah limbah semakin efisien. Hidraulic retention
time (HRT). Waktu tinggal hidraulik (HRT) adalah waktu rata-rata yang
dibutuhkan oleh larutan influent masuk dalam tangki aerasi untuk proses lumpur
aktif; nilainya berbanding terbalik dengan laju pengenceran (D) (Sterritt dan
Lester, 1988).
HRT
= 1/D = V/ Q
dimana
:
V
= Volume tangki aerasi
Q
= Laju influent air limbah ke dalam tangki aerasi
D
= Laju pengenceran.
Umur
lumpur (Sludge age). Umur lumpur adalah waktu tinggal rata-rata mikroorganisme
dalam sistem. Jika HRT memerlukan waktu dalam jam, maka waktu tinggal sel
mikroba dalam tangki aerasi dapat dalam hari lamanya. Parameter ini berbanding
terbalik dengan laju pertumbuhan mikroba. Umur lumpur dihitung dengan formula
sebagai berikut (Hammer, 1986; Curds dan Hawkes, 1983) :
Umur
Lumpur (Hari) = MLSS x V
SSe
x Qe + SSw X Qw
dimana
:
MLSS
= Mixed liquor suspended solids (mg/l).
V
= Volume tangki aerasi (L)
SSe
= Padatan tersuspensi dalam effluent (mg/l)
SSw
= Padatan tersuspensi dalam lumpur limbah (mg/l)
Qe
= Laju effluent limbah (m3/hari)
Qw
= Laju influent limbah (m3/hari).
Umur
lumpur dapat bervariasi antara 5 - 15 hari dalam konvensional lumpur aktif.
Pada musim dingin lebih lama dibandingkan musim panas (U.S. EPA, 1987a).
Parameter penting yang mengendalikan operasi lumpur aktif adalah laju pemuatan
organik, suplay oksigen, dan pengendalian dan operasi tangki pengendapan akhir.
Tangki ini mempunyai dua fungsi: penjernih dan penggemukan mikroba. Untuk
operasi rutin, orang harus mengukur laju pengendapan lumpur dengan menentukan
indeks volume lumpur (SVI), Voster dan Johnston, 1987.
Penebalan
Flotasi
Flotasi
penebalan dianggap sebagai proses perbaikan metode dan pada dasarnya
menggunakan prinsip yang sama seperti disebutkan sebelumnya seperti sistem DAF.
Untuk rekap kembali, apa yang dilakukannya adalah bahwa udara tekanan diperkenalkan
ke saluran makanan yang masuk dan kemudian ini dialihkan ke sebuaj kapal
tekanan untuk memaksa udara untuk larut dalam air. Setelah itu, aliran akan
perlahan-lahan dilepas sehingga saat terkena tekanan atmosfir, udara yang
terlarut akan menjadi terdispresi halus gelembung membawa bersama-sama dengan
lumput itu mengambang ke atas. Metode flotasi biasanya diterapkan untuk limbah
lumpur aktif dan efisiensi sistem biasanya memperhitungkan udara terhadap padat
dan kadang-kadang penambahan koagulan atau polimer digunakan untuk membantu
dalam proses pemisahan.
![[clip_image00643.png]](file:///C:/Users/andia/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image013.gif)
![[clip_image0083.jpg]](file:///C:/Users/andia/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image014.jpg)
Metode ini sering digunakan untuk limbah padat yang berasal
dari proses pengolahan biologis pertumbuhan tersuspensi. Secara umum dapat
digunakan bersama-sama dengan pengental gravitasi untuk lebih berkonsentrasi
dan meningkatkan kadar padat. Seperti disebutkan sebelumnya bukan hanya
memainkan peran dan fungsi untuk mengentalkan lumpur, tetapi membantu dalam
proses dewatering juga.
Distribusi
Bakteri Heteropik Aerobik Dalam Lumpur Aktif Standard (Hiraishi et al. (1989).
Genus kelompok
|
PERSENTASI
DARI TOTAL ISOLAT
|
Comamonas-Pseudomonas
|
50
|
Alkaligenes
|
5.8
|
Pseudomonas (Kelompok Florescent)
|
1.0
|
Paracoccus
|
11.5
|
Unidentified (gram negative rods)
|
1.9
|
Aeromomas
|
1.9
|
Flavobacterium - Cytophaga
|
13.5
|
Bacillus
|
1.9
|
Micrococcus
|
1.9
|
Coryneform
|
5.8
|
Arthrobacter
|
1.9
|
Aureobacterium-Microbacterium
|
1.9
|
Jumlah
total bakteri dalam lumpur aktif standard adalah 108 CFU/mg lumpur. menunjukkan
beberapa genus bakteri yang ditemui dalam standard lumpur aktif. Sebagian besar
bakteri yang diisolasi diidentifikasi sebagai spesies-spesies
Comamonas-Psudomonas.
Caulobacter,
bakteri bertangkai umumnya ditemukan dalam air yang miskin bahan organik, dapat
diisolasi dari kebanyakan pengolahan limbah,
![[clip_image0103.jpg]](file:///C:/Users/andia/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image015.gif)
![[clip_image0103.jpg]](file:///C:/Users/andia/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image017.jpg)
khususnya
lumpur aktif (MacRae dan Smit, 1991).
Fungi
Lumpur aktif biasanya tidak mendukung kehidupan fungi walaupun beberapa fungi
berfilamen kadang-kadang ditemukan dalam flok lumpur aktif. Fungi dapat tumbuh
pesat dibawah kondisi pH yang rendah, toksik, dan limbah yang kekurangan
nitrogen. Genus yang dominan ditemukan dalam lumpur aktif adalah Geotrichum,
Penicillium, Cephalosporium, Cladosporium, dan Alternaria. Lumpur
ringan (Sludge Bulking) dapat dihasilkan oleh pertumbuhan yang pesat Geotrichum
candidum, yang dirangsang oleh pH rendah dari limbah yang asam.
Protozoa
Protozoa adalah significant predator dalam lumpur aktif seperti dalam
lingkungan akuatik alam. Pemakanan bakteri oleh protozoa dapat ditentukan
dengan eksperimen pemakanan bakteri yang telah diberi 14C atau 35C
atau flouresen. Pemakanan bakteri tersebut dapat mereduksi toksikan. Contoh, Aspidisca
costata yang memakan bakteri dalam lumpur aktif dapat menurunkan Kadmium.
Protozoa paling sering ditemukan dalam lumpur aktif adalah Carchesium,
Paramecium sp, Opercularia sp, Chilodenella sp, Vorticella sp, Apidisca sp
Cilliata.
Siliata atau bulu getar digunakan
untuk pergerakan dan mendorong partikel makanan kedalam mulut . Siliata dibagi
menjadi tiga, yaitu : Siliata bebas (free), merayap (creeping),
dan bertangkai (stalked). Siliata bebas (tidak terikat) memakan bakteri
bebas yang terbang. Genus yang paling penting sering ditemukan dalam lumpur
aktif adalah Chilodonella, Colpidium, Blepharisma, Euplotes, Paramecium,
Lionotus, Trachelophyllum, dan Spirostomum. Siliata merayap memakan
bakteri yang berada dipermukaan flok lumpur aktif. Dua genus penting, yaitu : Aspidisca
dan Euplotes. Cilitas bertangkai menempel tangkainya pada flok.
Tangkai mempunyai myoneme untuk menangkap mangsa. Contoh siliata
bertangkai adalah Vorticella, Carchesium, Opercularia, dan Epistylis.
Rotifers
Rotifers adalah metazoa (organisme bersel banyak) dengan ukuran bervariasi dari
100 mm - 500 m m. Tubuhnya menancap pada partikel flok dan sering tercabut dari
permukaan flok. Rotifers ditemukan dalam instalasi pengolahan air limbah
termasuk dua orde pertama, Bdelloidea (contoh : Philodina spp., Habrotrocha
spp.) dan Monogononta (contoh : Lecane spp., Notommata spp.). Peranan rotifers
dalam lumpur aktif adalah : (1) menghilangkan bakteri tersuspensi (contoh :
bakteri yang tidak membentuk flok; (2) memberi kontribusi terhadap pembentukan
flok melalui pelet kotoran yang dikelilingi oleh mukus. Kehadiran rotifers
dalam tahap akhir pengolahan limbah sistem lumpur aktif dikarenakan kenyataan
bahwa hewan ini mempunyai siliata yang kuat yang menolong dalam mencari makan
dan menurunkan jumlah bakteri tersuspensi (membuat air lebih jernih) dan aksi
siliatanya lebih kuat dibandingkan protozoa.
http://lingkunganaksarap.blogspot.com/2013/04/lumpur-aktif.html
http://kanasyma.blogspot.com/2012/09/pengolahan-limbah-menggunakan-lumpur.html
http://dwi-jo.blogspot.com/2012/01/pengertian-lumpur-aktif.html