MAKALAH
BAHAN BAKAR ALTERNATIF
“SEL SURYA”
OLEH :
ANTON RAHMANSYAH S (06)
MUKTI RAMADHANI N (21)
VARADHITA CRHISNA R (29)
WURI AYU PUSPITASARI (30)
X-9
SMA NEGERI 1 PURWOREJO
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Pertama-tama kami
ucapkan puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberi rahmat, karunia,
inayahnya, serta hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
tanpa halangan yang berarti.
Kami menyadari
bahwa masih banyak kelemahan dan kekurangan pada makalah ini, oleh karena itu
kami mengharapkan saran, kritik, dan dukungan pembaca sekalian mengenai isi
makalah ini sehingga untuk ke depannya kami dapat memperbaiki ataupun
mengembangkan isi dari makalah ini ataupun makalah-makalah selanjutnya yang
kami buat. Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Purworejo,
21 Maret 2013
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Akhir-akhir ini para ilmuwan dari seluruh dunia, sedang
gencar-gencarnya mencari energi pengganti bahan bakar fosil. Karena semakin
banyaknya penggunaan bahan bakar fosil membuat semakin menipisnya ketersediaan
bahan bakar tersebut. Jika kita tidak
mencari alternatif bahan bakar lain maka di masa mendatang anak cucu kita tidak
akan bisa menikmati bahan bakar tersebut. Maka dari itu, kita bisa memanfaatkan
sumber daya abadi. Salah satunya adalah matahari, kita dapat memanfaatkan panas
dari matahari tersebut. Panas matahari dapat kita gunakan secara terus menerus dan
tidak akan pernah habis. Selain itu energi dari panas matahari dapat kita
manfaatkan tanpa memerlukan harga yang mahal. Energi matahari juga merupakan
energi yang berlimpah di planet kita. Mungkin jika kita bisa memanfaatkan dan
mengolah dengan baik energi yang dihasilkan dari matahari, energi matahari akan
menjadi energi utama di dunia. Energi matahari juga sangat menguntungkan dibandingkan
energi dari fosil, karena karakter energi surya lebih ramah lingkungan sehingga
mengurangi kerusakan lapisan ozon yang kian hari kian memprihatinkan. Dengan
adanya kerusakan itulah para ahli mengupayakan agar menggunakan energi yang
lebih ramah untuk lingkungan.
2.
RUMUSAN MASALAH
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI ENERGI
SURYA
Energi surya adalah energi yang didapat dengan mengubah energi
panas surya (matahari) melalui peralatan tertentu menjadi sumber daya dalam
bentuk lain. Energi surya menjadi salah satu sumber pembangkit daya selain air,
uap,angin, biogas, batu bara, dan minyak bumi.
B.
SEJARAH
PENEMUAN ENERGI SURYA
Teknik pemanfaatan energi surya mulai muncul pada tahun 1839,
ditemukan oleh A.C. Becquerel. Ia menggunakan kristal silikon untuk
mengkonversi radiasi matahari, namun sampai tahun 1955 metode itu belum banyak
dikembangkan. Selama kurun waktu lebih dari satu abad itu, sumber energi yang
banyak digunakan adalah minyak bumi dan batu bara. Upaya pengembangan kembali
cara memanfaatkan energi surya baru muncul lagi pada tahun 1958. Sel silikon
yang dipergunakan untuk mengubah energi surya menjadi sumber daya mulai
diperhitungkan sebagai metode baru, karena dapat digunakan sebagai sumber daya
bagi satelit angkasa luar.
C.
CARA KERJA SEL
SURYA
Cara kerja sel surya adalah dengan memanfaatkan teori cahaya
sebagai partikel. Sebagaimana diketahui bahwa cahaya baik yang tampak maupun
yang tidak tampak memiliki dua buah sifat yaitu dapat sebagai gelombang dan
dapat sebagai partikel yang disebut dengan photon. Penemuan ini pertama
kali diungkapkan oleh Einstein pada tahun 1905. Energi yang dipancarkan
oleh sebuah cahaya dengan panjang gelombang
dan frekuensi photon V dirumuskan dengan persamaan:
E
= h.c/λ
Dengan h adalah konstanta Plancks (6.62 x 10-34 J.s) dan c
adalah kecepatan cahaya dalam vakum (3.00 x 108 m/s). Persamaan di atas juga
menunjukkan bahwa photon dapat dilihat sebagai sebuah partikel energi
atau sebagai gelombang dengan panjang gelombang dan frekuensi tertentu. Dengan
menggunakan sebuah perangkat semikonduktor yang memiliki permukaan yang luas
dan terdiri dari rangkaian dioda tipe p dan n, cahaya yang datang akan diubah
menjadi energi listrik.
D.
PERKEMBANGAN
SEL SURYA
Hingga saat ini terdapat beberapa jenis sel surya yang berhasil
dikembangkan oleh para peneliti untuk mendapatkan perangkat sel surya yang
memiliki efisiensi yang tinggi atau untuk mendapatkan perangkat sel surya yang
murah dan mudah dalam pembuatannya. Berikut adalah beberapa tipe
Tipe pertama yang berhasil dikembangkan oleh para peneliti adalah
jenis wafer (berlapis) single crystal
silicon (silikon kristal tunggal).
Tipe ini dalam perkembangannya mampu menghasilkan efisiensi yang sangat tinggi.
Masalah terbesar yang dihadapi dalam pengembangan single crystal silicon adalah untuk dapat diproduksi secara pasaran
membuat mau tidak mau harus mematok harga yang sangat tinggi sehingga membuat sel
surya panel yang dihasilkan menjadi tidak efisien sebagai sumber energi
alternatif. Sebagian besar single crystal
silicon pasaran memiliki efisiensi pada kisaran 16-17%, bahkan silikon sel
surya hasil produksi SunPower memiliki efisiensi hingga 20% (dilansir dari
SunPowerCorp.com). Bersama perusahaan Shell Solar, SunPower menjadi perusahaan
yang menguasai pasar single crystal
silicon untuk sel surya.
Jenis sel surya yang kedua adalah tipe wafer poly crystal silicon (silikon
kristal ganda). Saat ini, hampir sebagian besar panel sel surya yang
beredar di pasaran berasal dari screen printing (cetakan layar) yang
terbuat dari poly crystal silicon.
Wafer poly crystal silicon dibuat
dengan cara membuat lapisan-lapisan tipis dari batang silikon dengan metode wire-sawing.
Masing-masing lapisan memiliki ketebalan sekitar 250 sampai 350 mikrometer.
Jenis sel surya tipe ini memiliki harga pembuatan yang lebih murah meskipun
tingkat efisiensinya lebih rendah jika dibandingkan dengan single crystal silicon. Perusahaan yang aktif memproduksi tipe sel
surya ini adalah GT Solar, BP, Sharp, dan Kyocera Solar.
Kedua jenis silikon wafer di atas dikenal sebagai generasi pertama
dari sel surya yang memiliki ketebalan pada kisaran 180 hingga 240 mikro meter.
Penelitian yang lebih dulu dan telah lama dilakukan oleh para peneliti
menjadikan sel surya berbasis silikon ini telah menjadi teknologi yang
berkembang dan banyak dikuasai oleh peneliti maupun dunia industri. Perangkat sel
surya ini dalam perkembangannya telah mampu dapat bertahan selama 25 tahun.
Modifikasi untuk membuat lebih rendah biaya pembuatan juga dilakukan dengan
membuat pita silikon (silicon ribbon) yaitu dengan membuat lapisan dari
cairan silikon dan membentuknya dalam struktur multi crystal (kristal
ganda). Meskipun tipe sel surya pita silikon ini memiliki efisiensi yang
lebih rendah (13-15%), tetapi biaya produksinya lebih hemat mengingat silikon
yang terbuang karena proses pembuatannya akan lebih sedikit.
Generasi kedua sel surya adalah sel surya tipe lapisan tipis (thin
film). Ide pembuatan jenis sel surya lapisan tipis adalah untuk mengurangi
biaya pembuatan sel surya mengingat tipe ini hanya menggunakan kurang dari 1%
dari bahan baku silikon jika dibandingkan dengan bahan baku untuk tipe silikon
wafer (Generasi Pertama). Dengan penghematan yang tinggi pada bahan baku
seperti itu membuat harga per KwH energi yang dibangkitkan menjadi lebih murah.
Metode yang paling sering dipakai dalam pembuatan silikon jenis
lapisan tipis ini adalah dengan PECVD. Lapisan yang dibuat dengan metode ini
menghasilkan silikon yang tidak memiliki arah orientasi kristal atau yang
dikenal sebagai amorphous silicon (non kristal). Selain menggunakan material
dari silikon, sel surya lapisan tipis juga dibuat dari bahan semikonduktor
lainnya yang memiliki efisiensi sel surya tinggi seperti Cadmium Telluride (Cd
Te) dan Copper Indium Gallium Selenide (CIGS).
Efisiensi tertinggi saat ini yang bisa dihasilkan oleh jenis sel
surya lapisan tipis ini adalah sebesar 19,5% yang berasal dari sel surya CIGS.
Keunggulan lainnya dengan menggunakan tipe lapisan tipis adalah semikonduktor
sebagai lapisan sel surya bisa dideposisi pada substrat yang lentur sehingga
menghasilkan perangkat sel surya yang fleksibel. Kedua generasi dari sel surya
ini masih mendominasi pasaran perangkat sel surya di seluruh dunia dengan single crystal silicon dan multi crystal memiliki lebih dari 84% sel
surya yang ada dipasaran. Penelitian
agar harga solar sel menjadi lebih murah selanjutnya memunculkan generasi
ketiga dari jenis solar sel ini yaitu tipe solar sel polimer atau disebut juga
dengan solar sel organik dan tipe solar sel foto elektrokimia. Solar sel
organik dibuat dari bahan semikonduktor organik seperti polyphenylene vinylene
dan fullerene.
Berbeda dengan
tipe solar sel generasi pertama dan kedua yang menjadikan pembangkitan pasangan
electron dan hole dengan datangnya photon dari sinar matahari sebagai proses
utamanya, pada solar sel generasi ketiga ini photon yang datang tidak harus
menghasilkan pasangan muatan tersebut melainkan membangkitkan exciton. Exciton
inilah yang kemudian berdifusi pada dua permukaan bahan konduktor (yang
biasanya di rekatkan dengan organik semikonduktor berada di antara dua keping
konduktor) untuk menghasilkan pasangan muatan dan akhirnya menghasilkan efek
arus foto (photocurrent).
Tipe solar sel
photokimia merupakan jenis solar sel exciton yang terdiri dari sebuah lapisan
partikel nano (biasanya titanium dioksida) yang di endapkan dalam sebuah
perendam (dye). Jenis ini pertama kali diperkenalkan oleh Profesor Graetzel
pada tahun 1991 sehingga jenis solar sel ini sering juga disebut dengan
Graetzel sel atau dye-sensitized solar cells (DSSC).
Graetzel sel ini
dilengkapi dengan pasangan redok yang diletakkan dalam sebuah elektrolit (bisa
berupa padat atau cairan). Komposisi penyusun solar sel seperti ini
memungkinkan bahan baku pembuat Graetzel sel lebih fleksibel dan bisa dibuat
dengan metode yang sangat sederhana seperti screen printing. Meskipun solar sel
generasi ketiga ini masih memiliki masalah besar dalam hal efisiensi dan usia
aktif sel yang masih terlalu singkat, solar sel jenis ini akan mampu memberi
pengaruh besar dalam sepuluh tahun ke depan mengingat harga dan proses
pembuatannya yang sangat murah.
Pertumbuhan
teknologi sel surya di dunia memang menunjukkan harapan akan solar sel yang
murah dengan memiliki efisiensi yang tinggi. Sayangnya sangat sedikit peneliti
di Indonesia yang terlibat dengan hiruk pikuk perkembangan tentang teknologi
sel surya ini. Sudah seharusnya pemerintah secara jeli melihat potensi masa
depan Indonesia yang kaya akan sinar matahari ini dengan mendorong secara nyata
penelitian di bidang energi surya ini.