Dalam bab
sebelumnya kita telah mempelajari masalah-masalah yang dihadapi pemerintah baik
dalam skala makro maupun dalam skala mikro, maka dalam bab ini kita akan
mempelajari tentang konsep pendapatan nasional baik dari sisi Produk Domestik
Bruto (PDB), Produk Domestik Regional Bruto(PDRB) maupun Produk Nasional Bruto. Diharapkan setelah mengetahui
konsep-konsep pendapatan nasional tersebut nantinya kita akan mampu:
1.
Menjelaskan manfaat perhitungan pendapatan
nasional dengan model-model rumus mulai GDP sampai pada DI
2.
Membandingkan kondisi PDB dan perkapita yang
kita milki dengan negara lain
3.
Mendeskripsikan pengertian indeks harga dan
inflasi serta bagaimana metode penghitungannya
Kita mungkin
sudah sering mendengar bahwa Indonesia adalah negara yang subur, makmur gemah
ripah loh jinawi, artinya segala potensi alam selalu kita milki, baik dari
bumi, air maupun udara. Tetapi mengapa di koran, TV dan media lain mengatakan
bahwa negara kita termasuk salah satu golongan dari kelompok negara miskin di
dunia? Padahal semua tahu bahwa kekayaan alam kita melimpah. Mengapa pula
Singapura yang notabene merupakan negara kecil dengan jumlah kekayaan alam yang
terbatas justru masuk kategori negara kaya di dunia? Ada apa dengan Indonesia?
Dari beberapa
kesimpulan umum yang dikumpulkan bahwa untuk menjadi kaya, suatu negara
tidaklah perlu memilki kekayaan alam yang melimpah ruah, yang penting adalah
kualitas SDM (sumber daya manusia). Dari kesimpulan di atas apakah anda setuju?
Silakan anda renungkan dan diskusikan dengan guru dan teman-teman di kelas
tentang semua itu.
Permasalahan ekonomi makro yang selalu
menjadi sorotan penting dan utama dalam pembangunan ekonomi suatu bangsa tidak
lain adalah bagaimana suatu bangsa dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya melalui upaya peningkatan pendapatan nasional. Nah, apa
sebenarnya yang dimaksud dengan pendapatan nasional suatu negara? Dan bagaimana
cara menghitung pendapatan nasional? Manfaat apa yang akan diperoleh dengan
menghitung pendapatan nasional? Dalam bab ini kita akan membahas dan mengulas
secara lebih terperinci tentang pendapatan nasional dengan segala bentuk
persoalan yang timbul.
A.
|
Setiap negara
yang ada di bumi ini memilki kekayaan yang berbeda-beda, baik dilihat dari
sumber daya alamnya maupun dari sumber daya manusianya. Ada negara dengan
sumber daya alam melimpah sementara kemampuan sumber daya manusianya pas-pasan
atau bahkan minim dan sebaliknya ada negara dengan sumber daya alam yang minim
tetapi memiliki banyak sumber daya manusia yang berkualitas. Yang jelas semua
kekayaan yang dimilki oleh negara tersebut diarahkan untuk kesejahteraan
masyarakatnya.
Kita semua
sudah mengetahui bagaimana kekayaan alam negara kita yang sangat melimpah
tetapi itu tidak bisa menjamin negara Indonesia sebagai negara yang kaya.
Kenapa? Karena Indonesia juga harus bisa menjamin dan memproduksi barang/jasa
yang dibutuhkan oleh rakyatnya. Sehingga jumlah barang/jasa yang dihasilkan
oleh negara Indonesia dalam waktu satu tahun merupakan gambaran kaya atau
miskinnya negara Indonesia. Perhatikanlah bagan kegiatan ekonomi di
bawah ini yang
menunjukkan hubungan antara empat macam rumah tangga
|
ekonomi.
|
Bagan 6.1
|
Ekspor
|
Impor
|
Devisa
|
Rumah Tangga
|
Luar Negeri
|
Investasi & Devisa
|
Arus uang (pembelian
barang/jasa)
|
Out put (barang/jasa)
|
Input (faktor produksi)
|
Arus uang (pembayaran
faktor produksi)
|
Rumah Tangga
|
Produksi
|
(
|
RTP
|
)
|
Pembayaran pajak
|
Pembayaran pajak
|
Rumah Tangga
|
Konsumsi
|
Rumah Tangga
|
Pemerintah
|
Berdasarkan
bagan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendapatan nasional adalah pendapatan yang diterima oleh
golongan-golongan masyarakat sebagai
bentuk balas jasa sehubungan dengan produksi barang-barang dan jasa
tersebut. Besarnya pendapatan nasional akan sama dengan produk nasional.
Dan besarnya pendapatan nasional dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
:
1.
Tersedianya faktor produksi
2.
Ketrampilan dan keahlian tenaga kerjanya
3.
Kemajuan Teknologi produksi yang digunakan
4.
Stabilitas nasional
Dalam
menjelaskan konsep pendapatan nasional kita akan menemui beberapa istilah yang
dianggap sama meskipun sebenarnya tidak demikian. Istilah yang paling dominan
tentang pendapatan nasional antara lain istilah PDB, GNP dan NNI, kemudian
istilah lain yang sekarang ini sering muncul adalah PDRB. Keempatnya merupakan
istilah yang menunjukkan pendapatan nasional suatu negara, namun demikian
instrumen yang digunakan untuk masing-masing negara berbeda sehingga akan
memiliki arti yang berbeda pula untuk pengunaan istilah-istilah tersebut.
Selain istilah
di atas, ada istilah lain yang merupakan penggambaran konsep pendapatan
nasional, antara lain NNP, PI dan DI. Ada perbedaan yang mendasar dari
istilah-istilah tersebut di atas. Di bawah ini akan kita kupas tentang
perbedaan diantara istilah-istilah pendapatan nasional, sebagai berikut.
1.
Gross Domestic Product (GDP) atau
Product Domestik Bruto ( PDB )
Kalau anda
perhatikan beberapa perusahaan yang ada di daerah anda masing-masing, apakah
semuanya dimilki oleh pengusaha atau penduduk daerah anda? Atau mungkin
dimiliki oleh pengusaha dari daerah lain atau bahkan dari luar negeri? Coba
anda sebutkan dan anda telusuri keberadaanya satu persatu. Nah, bila semua
nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh perusahaan-perusahaan
tersebut dihitung tiap tahun maka akan diperoleh besarnya Pendapatan Domestik
Bruto (PDB) yang ada di daerah anda.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa PDB atau GDP adalah jumlah dari seluruh
produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu Negara selama satu tahun
termasuk di dalamnya barang dan jasa
yang dihasilkan oleh orang asing dan perusahaan asing yang beroperasi di
dalam negeri. (misal untuk Negara Indonesia Mac Donald, PT Freeport, PT Caltex,
Carrefour, PT Nutrisia dan sebagainya), tetapi tidak termasuk hasil barang dan
jasa yang dihasilkan oleh masyarakat Negara tersebut yang bekerja di luar
negeri (misal untuk Indonesia TKI atau TKW yang bekerja di Luar negeri). Ada
sembilan lapangan usaha yang masuk dalam
perhitungan Product Domestic Bruto (PDB), antara lain: a. pertanian
b.
pertambangan dan penggalian
c.
industri
d.
listrik, gas dan air bersih
e.
bangunan atau konstruksi
f.
perdagangan, hotel dan restoran
g.
pengangkutan dan komunikasi
h.
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
i.
jasa-jasa lainnya, misalkan jasa konsultan,
pengacara dll Tabel 6.1 Keadaan PDB
Indonesia Tahun 2004 Kuartal 1.
Sektor PDB Persentase
(%)
Pertanian, kehutanan,
dan perikanan 85,06 15 , 43
Pertambangan 40,95 7 , 42
Industri
Pengolahan 168,48 30
, 54 Listrik, gas dan air 4,76 0 , 86 Bangunan/konstruksi 29,42 5 , 33
Perdagangan,
hotel, dan restoran 91,51 16 , 59
Transportasi
dan komunikasi 32,75 5 , 94
Keuangan,
asuransi, dan jasa keuangan 46,14 8 , 36
Jasa-jasa 52,57 9 , 53
Produk
Domestik Bruto (PDB) 551,64 100,00
Dari tabel
tersebut maka dapat dijelaskan bahwa 30,54% PDB Indonesia diperoleh dari sektor
industri pengolahan. Hal ini menunjukkan tingkat perekonomian Indonesia yang
sedang mulai beralih dari sektor pertanian ke sektor Industri.
2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Keberadaan
perusahaan-perusahan baik nasional maupun multi nasional yang menghasilkan
nilai barang/jasa akhir secara tidak langsung juga akan membawa pengaruh bagi
perolehan pendapatan suatu daerah. Struktur perekonomian suatu daerah baik
propinsi atau kabupaten akan mempengaruhi atau juga dipengaruhi oleh jumlah
perusahaan-perusahaan yang beroperasi di daerah yang bersangkutan.
Semakin tinggi
nilai barang/jasa akhir yang dihasilkan perusahaanperusahaan yang ada di
daerah-daerah propinsi atau kabupaten maka akan semakin tinggi pula perolehan
PDRB nya dan nantinya pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga akan mengalami
peningkatan. Peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah melalui peningkatan PDRB
akan memacu peningkatan pertumbuhan perekonomian nasional.
Dengan
demikian PDRB dapat diartikan sebagai jumlah
produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang ada
di daerah selama 1 (satu) tahun. Dalam perhitungan PDRB ini juga termasuk
produk yang dihasilkan oleh perusahaan asing yang beroperasi di daerah tersebut
( misal: MC Donald, Carefour, PT Nutrisia, PT
Danone dan sebagainya )
3.
Gross National Product (GNP) atau Produk Nasional Bruto
(
PNB )
Produksi Nasional
Kotor (GNP) adalah jumlah seluruh barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat
selama satu tahun termasuk di dalamnya jumlah barang dan jasa yang dihasilkan
masyarakat Negara tersebut yang bekerja di luar negeri tetapi tidak
diperhitungkan barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat asing yang bekerja di
dalam negeri. Jika dirumuskan sebagai berikut: GNP = GDP
- Pendapatan Neto terhadap luar
negeri
Ada tingkat
perbandingan yang bisa dilakukan antara GDP dan GNP untuk mengetahui kondisi perekonomian suatu negara, antara
lain :
a)
Bila GDP lebih besar dari GNP menunjukkan
bahwa perekonomian Negara tersebut belum
maju, karena akan terjadi Net Factor Income to Abroud ( Pendapatan Neto ke luar
negeri) artinya Investasi Negara
tersebut di luar negeri lebih kecil dari pada investasi asing di dalam negeri.
b)
Bila GDP lebih kecil dari pada GNP menunjukkan
bahwa perekonomian Negara tersebut sudah maju, karena Negara tersebut mampu
menanamkan investasinya di luar negeri lebih besar dibandingkan investasi asing
di dalam negeri.
4. Net
National Product (NNP) atau Produk Nasional Netto
Produksi nasional neto (NNP) adalah
produksi nasional kotor (GNP) dikurangi penyusutan barang-barang modal. NNP ini
sama dengan Pendapatan Nasional (PN)
atau National Income (NI). NNP dan NI ini dihitung berdasarkan harga pasar yang
sering dirumuskan :
NNP = GNP – Penyusutan
Barang –barang Modal
5.
Net National Income (NNI) atau
Pendapatan Nasional Netto
Pendapatan nasional Bersih (NNI) adalah
produksi nasional neto dikurangi dengan pajak tidak langsung. Pajak tidak
langsung merupakan unsur pembentuk harga
pasar, tetapi tidak termasuk dalam biaya
faktor produksi. Pajak ini dapat dialihkan kepada pihak lain, yang
termasuk dalam kategori pajak tidak langsung adalah pajak penjualan , PPN, Bea
Masuk dan cukai.
NNI = NNP
- Pajak Tidak Langsung
|
6. Personal
Income (PI)
Pendapatan
perseorangan (PI) adalah Pendapatan yang berhak diterima oleh seseorang sebagai
bentuk balas jasa atas keikutsertaannya dalam proses produksi.
Tidak semua pendapatan ini sampai ke tangan
pemilik faktor produksi ( perseorangan) , karena masih dikurangi laba yang
tidak dibagikan, pajak perseorangan, asuransi, jaminan sosial dan ditambah
dengan pindahan/transfer (transfer payment) misalnya dana pensiun, iuran sosial,
tunjangan bekas pejuang, bantuan korban bencana, bea siswa, subsidi pemerintah
atau bantuan pada panti asuhan dan sebagainya.
Pendapatan ini dirumuskan sebagai berikut:
PI = NNI + Transfer Payment – (Laba yang tidak dibagikan +
Pajak Perseroan+Asuransi + Jaminan Sosial )
7.
Disposible Income (DI)
Pendapatan
Bebas (DI) adalah pendapatan dari seseorang yang siap digunakan baik untuk
keperluan konsumsi maupun untuk ditabung Pendapatan bebas (DI) secara langsung
akan mempengaruhi permintaan karena sebagian digunakan untuk konsumsi dan
sebagian lagi digunakan untuk tabungan sebagai unsur pembentuk modal. Besarnya
pendapatan bebas ini adalah pendapatan perseorangan dikurangi dengan pajak
langsung ( misal pajak penghasilan ).
Pendapatan ini dirumuskan
sebagai berikut:
DI =
PI - Pajak Langsung
Perhatikan contoh perhitungan pendapatan nasional berikut
ini.
Contoh Perhitungan Pendapatan Nasional (Dinyatakan dalam jutaan rupiah)
I.
Produk Domestik Bruto (PDB) ........................................ Rp. 22.500,00
Dikurangi :
Pendapatan Neto terhadap Luar Negeri................. Rp. 2.500,00
II.
Produk
Nasional Bruto (GNP) ........................................ Rp. 20.000,00
Dikurangi :
Penyusutan Barang modal ..................................... Rp. 5.000,00
III.
Produk
Nasional Neto (NNP) ........................................ Rp. 15.000,00
Dikurang :
Pajak Tidak Langsung ........................................ Rp. 4.000,00
IV.
Pendapatan
Nasional Neto (NNI) ........................................ Rp. 11.000,00
Ditambah : Transfer Payment ........................................ Rp. 500,00
Dikurangi :
a. Laba yang tahan ............ Rp.
500,00 b. Pajak perseroan ............ Rp. 2.000,00
c. Jaminan
social ............ Rp.
500,00
+ Rp. 3.000,00
V.
Personal
Income (PI) ........................................ Rp. 8.500,00
Dikurangi :
Pajak Langsung ........................................ Rp. 2.000,00
VI.
Pendapatan
Bebas (DI) ........................................ Rp. 6.500,00
Dikurangi : Tabungan /saving ........................................ Rp. 1.500,00
Tingkat Konsumsi ........................................ Rp. 5.000,00
B. Metode Perhitungan Pendapatan Nasional
Berdasarkan arus kegiatan ekonomi
negara, penghitungan pendapatan nasional dapat dilakukan dengan tiga (3) metode
pendekatan, antara lain:
1
. Metode Pendekatan Pendapatan
Dalam metode
ini cara yang dilakukan adalah dengan
menjumlahkan seluruh pendapatan yang diterima masyarakat sebagai pemilik
faktor produksi atas penyerahan faktor produksinya kepada perusahaan.
Tabel 6.2
|
Faktor Produksi dan Pendapatan
|
Faktor Produksi
|
Pendapatan
|
Simbul
|
Sewa
|
Upah/gaji
|
Bunga
|
Laba
|
r (rent)
|
w (wages)
|
i (interest)
|
p (profit)
|
Tanah
|
Tenaga kerja
|
Modal
|
Skill
|
Untuk mencari besarnya pendapatan nasional dirumuskan:
Y = r
+ w +
i + p
|
Diketahui data-data
sebagai berikut (dalam miliar)
|
Sewa tanah
|
Rp 30.000,00
|
Upah
|
Rp 250.000,00
|
Bunga modal
|
Rp 50.000,00
|
Laba usaha
|
Rp 40.000,00
|
Hitunglah pendapatan
nasional dengan pendekatan penerimaan/ pendapatan
|
Jawab :
|
Y =
|
r + w + i + p
|
Y =
|
Rp 30.000 + Rp 250.000 +
Rp 50.000 + Rp 40.000
|
=
|
Rp 370.000,00
|
2.
|
Metode Pendekatan Produksi
|
Contoh
:
|
Perhitungan
pendapatan nasional dengan metode produksi dilakukan dengan cara menjumlahkan
nilai tambah (value added) yang diwujudkan oleh berbagai sektor dalam
perekonomian, antara lain:
a.
Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan
b.
Pertambangan dan penggalian
c.
industri pengolahan
d.
listrik, gas dan air bersih
e.
Bangunan
f.
Perdagangan, restoran dan hotel
g.
pengangkutan dan komunikasi
h.
Keuangan, persewaan bangunan dan jasa perusahaan
serta
i.
Jasa-jasa
Apakah
sebenarnya yang dimaksud dengan nilai tambah (value added) itu?
Sebagai
contoh, untuk memproduksi kemeja harus diproduksi terlebih dahulu kain, benang
dan kapas. Jika kita menjumlahkan nilai akhir produksi tiap-tiap komponen maka
akan terjadi penghitungan ganda (double
accounting) , mengapa? Hal ini disebabkan
karena dalam nilai akhir kemeja sudah terkandung nilai kain, dalam nilai akhir
kain sudah terkandung nilai akhir benang dan seterusnya. Oleh karena itulah
untuk memperoleh total produk yang dihasilkan suatu negara harus dilihat dari
nilai tambahnya. Perhatikan contoh perhitungan nilai tambah berikut ini
Tabel 6.3 Nilai
Produksi dan Nilai Tambah
Komoditas Nilai produksi Nilai Tambah
Kapas Rp 10.000,00 Rp 10.000,00 Benang Rp 15.000,00 Rp 5.000,00 Kain Rp 17.500,00 Rp
2.500,00 Kemeja Rp 25.000,00 Rp
7.500,00
Jumlah Rp 67.500,00 Rp 25.000,00
Keterangan :
Untuk
masing-masing komoditas penghitungan nilai tambahnya didasarkan pada selisih nilai produksi
perubahan tiap komoditas dari kapas sampai dengan kemeja.
Misalkan: a
Nilai tambah kapas besarnya tetap Rp10.000,00 (karena nilai produksinya belum
mengalami perubahan menjadi komoditas lain)
b. Nilai
tambah benang Rp5.000,00 → merupakan selisih antara nilai produksi kapas dengan
benang
c
Nilai tambah kain Rp2.500,00→ selisih antara
nilai produksi benang dan kain
d
Nilai tambah kemeja Rp7.500,00 → selisih antara
nilai produksi kain dengan kemeja
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa nilai tambah yang diperoleh dari perubahan komoditas kapas
menjadi kemeja sebesarRp 25.000,00.
Dengan adanya perhitungan nilai tambah
tersebut maka akan terhindar dari adanya perhitungan ganda. Dengan demikian
metode ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Y = NTB1
+ NTB2 + NTB3 + ………
NTBn
Keterangan:
Y = Pendapatan nasional
NTB = Nilai tambah dari tiap-tiap sektor ekonomi
3. Metode Pendekatan Pengeluaran
Untuk
mengetahui besarnya pendapatan nasional dengan metode ini maka dilakukan dengan
cara menjumlahkan seluruh pengeluaran masyarakat dari tiaptiap rumah tangga
yang ada. Adapun pengeluaran yang dihitung bukan berasal dari nilai transaksi
barang jadi, hal ini dimaksudkan untuk menghindari perhitungan ganda.
Empat sektor Rumah tangga sebagai pelaku
ekonomi yang digunakan sebagai acuan dalam menghitung pengeluaran adalah :
a.
Rumah
tangga konsumen
Pada sektor
rumah tangga ini pengeluaran yang
dilakukan berupa pembelian barang atau jasa yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan yang biasa di sebut dengan konsumsi (C)
b.
Rumah
tangga produsen atau perusahaan
Pengeluaran pada rumah tangga ini
dilakukan sebagai pembentukan barang dan jasa yang digunakan untuk menghasilkan
barang/jasa lebih lanjut atau yang diistilahkan dengan Investasi (I)
c.
Rumah
tangga pemerintah
Pengeluaran pemerintah ini terdiri dari:
-
Pengeluaran konsumsi pemerintah, misalnya
pembayaran gaji pegawai dan pembelian alat-alat kantor
-
Pengeluaran pemerintah untuk investasi, misalnya
pembuatan jalan, jembatan, saluran irigasi, pelabuhan dan lain-lain
Pengeluaran
investasi oleh pemerintah maupun swasta nantinya oleh pemerintah dimasukkan dalam
komponen pembentukan modal tetap domestik bruto dan komponen perubahan stok
yang diistilahkan
Goverment Expenditure (G)
d. Rumah tangga luar negeri / ekspor bersih
(X-M).
Pengeluaran
untuk rumah tangga ini merupakan selisih dari nilai ekspor terhadap nilai impor
yang dilakukan oleh suatu negara dalam kegiatan perdagangan internasional.
Pengeluaran-pengeluaran dari keempat
sektor perekonomian itulah yang merupakan komponen pendapatan nasional.
Sehingga perhitungan pendapatan nasional ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Y = C
+ I + G + (
X -
M )
Keterangan: Y =
|
pendapatan nasional
|
C =
|
konsumsi
|
I =
|
Investasi
|
G =
|
Pengeluaran
pemerintah (Government Expenditure)
|
X =
|
ekspor
|
Diketahui data sebagai berikut (dalam miliar)
:
Pengeluaran konsumen Rp
125.000,00 Tingkat investasi Rp 150.700,00 Pengeluaran pemerintah Rp
130.000,00
Nilai ekspor Rp
225.250,00 Nilai impor Rp 170.500,00
Hitunglah
besarnya pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran Jawab :
Y = C + I + G + (X – M)
Y = Rp 125.000 + Rp 150.700 + Rp 130.000 +
(Rp 225.250 – Rp 170.500)
= Rp
405.700 + Rp 54.750
= Rp 460.450,00
|
M = impor Contoh :
Tabel 6.4
|
PDB Indonesia tahun 1999 atas harga yang
berlaku (trilyun rupiah)
|
Sumber BPS thn 2000 dan
statistik Indonesia tahun 1998
|
No
|
Jenis Transaksi
|
Jumlah
|
Produk Domestik Bruto
|
1.075,0
|
1.
|
2.
|
3.
|
4.
|
5.
|
6.
|
Pengeluaran konsumsi
rumah tangga
|
Pengeluaran konsumsi
pemerintah
|
Pembentukan modal tetap
domestik bruto
|
Perubahan stok
|
Ekspor barang dan jasa
|
Impor barang dan jasa
|
730,3
|
68
|
,
|
9
|
196,8
|
4
|
,
|
4
|
379,2
|
295,8
|
4.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Komponen Pendapatan
Nasional
Komponen pendapatan nasional sebagai
unsur pembentuk pendapatan nasional dilihat
dari sumbernya terdiri dari konsumsi (C) dan Investasi (I) sehingga
persamaan matematiknya
Y = C
+ I
|
Sedangkan dilihat dari penggunaanya komponen pendapatan nasional terdiri
konsumsi (C) dan tabungan (S) dan persamaan matematisnya
Y =
C + S
|
Komponen Konsumsi dipengaruhi
oleh:
a.
Besarnya pendapatan bersih/neto
b.
Tingkat komposisi rumah tangga (usia dan jumlah)
c.
Tuntutan lingkungan (geografis dan sosial)
d.
Dugaan untuk masa depan (naik turunnya harga)
Komponen tabungan dipengaruhi oleh:
a.
Tingkat pendapatan dan tingkat konsumsi
masyarakat
b.
Motif berjaga-jaga dari masyarakat untuk waktu
yang akan datang.
c.
Tingkat suku bunga bank untuk tabungan Komponen
investasi dipengaruhi oleh:
a.
Tingkat suku bunga bank untuk modal
b.
Kekuatan permintaan di pasar terhadap barang dan
jasa
c.
Tingkat perkembangan teknologi yang mampu menjamin
efisiensi produksi
Tugas:
Dalam menghitung pendapatan nasional suatu negara
dipergunakan tiga metode pendekatan, yaitu metode produksi, metode penerimaan
dan metode pengeluaran. Perhitungan pendapatan nasional ini didasarkan pada
berbagai lapangan usaha yang ada. Di bawah ini dipaparkan
sumber-sumber/lapangan usaha yang digunakan untuk menghitung pendapatan
nasional. (dalam Milyar)
1. pertanian,
peternakan, perikanan 37.000
2. pertambangan
dan penggalian 32.000
3. industri
pengolahan 40.000
4. listrik,
gas dan air 4.000
5. bangunan 18.000
6. perdagangan,
hotel 39.500
7. pengangkutan 7.500
8. bank
dan lembaga keuangan 16.000
9. sewa
rumah 1.500
10. jasa
pemerintahan 11.500
11. jasa
lainnya 3.000
12. gaji
dan upah 65.000
13. bunga
modal 23.000
14. sewa
tanah 8.500 15. laba usaha 19.500
16. konsumsi keluarga 70.500 17. konsumsi pemerintah 35.500
18. investasi neto dalam negeri 34.000 19.
investasi neto luar negeri 10.000
Buatlah perhitungan pendapatan nasional dengan
format seperti berikut: a. Pendekatan Produksi
Lapangan Usaha Nilai
Tambah
………………....………………...... ………………....………………......
………………....………………...... ………………....………………......
………………....………………...... ………………....………………......
………………....………………...... ………………....………………......
b. Pendekatan Penerimaan
Sumber Penerimaan Jumlah
(Rp Milyar)
………………....………………...... ………………....………………......
………………....………………...... ………………....………………......
………………....………………...... ………………....………………......
………………....………………...... ………………....………………......
c. Pendekatan Pengeluaran
Penggunaan Barang dan Jasa Jumlah (Rp Milyar)
………………....………………...... ………………....………………......
………………....………………...... ………………....………………......
………………....………………...... ………………....………………......
………………....………………...... ………………....………………......
C.
|
1.
Hubungan Pendapatan Nasional, Jumlah penduduk dan Pendapatan Perkapita
Sebelum melakukan perbandingan tingkat perkapita
Negara kita dengan Negara lain maka sebaiknya harus kita ketahui dahulu
hubungan antara Pendapatan nasional, jumlah penduduk dan pendapatan perkapita.
Telah kita
ketahui bersama bahwa pendapatan perkapita merupakan salah satu komponen
penting dalam penentuan tingkat kemakmuran
masyarakat suatu bangsa, dan sekarang tentunya telah paham bahwa pendapatan perkapita diperoleh dari pendapatan nasional suatu
Negara pada tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk suatu negara pada
tahun tersebut. Namun seperti yang telah kita bahas sebelumnya pendapatan
nasional dapat dilihat dari beberapa pendekatan. Definisi manakah yang mau
dipakai tergantung dari Negara masing-masing.
Untuk
Indonesia dan beberapa negara lain pada umumnya konsep pendapatan nasional yang
biasa dipakai adalah dengan pendekatan produksi. Dan dalam menghitung
pendapatan perkapita konsep pendekatan produksi diwujudkan dengan jumlah
produksi barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat yang diistilahkan Produk
Domestik Bruto (PDB) atau Produk Nasional Bruto ( PNB). Perhitungan pendapatan
perkapita oleh negara-negara di dunia pada umumnya ada dua (2) macam, yaitu :
a.
Dilihat dari komponen produk domestik bruto
(PDB) Rumus:
PDB tahun n
|
PDB perkapita
|
=
|
Jumlah penduduk tahun n
|
b.
Dilihat dari komponen produk nasional bruto
Rumus:
perkapita
|
PNB
|
=
|
Jumlah Penduduk
|
Tabel 6.5
|
Contoh Perhitungan Pendapatan
Perkapita Tahun 2003
|
Sumber :
|
Negara
|
PNB per Tahun
|
(juta $)
|
Penduduk
|
(
|
juta
|
)
|
Pendapatan per
|
Kapita (juta $)
|
Indonesia
|
India
|
Malaysia
|
Singapura
|
Korea
|
Meksiko
|
130.600
|
427.407
|
81.311
|
95.453
|
398.825
|
358.059
|
204
|
980
|
22
|
3
|
46
|
96
|
810
|
530
|
3.780
|
21.230
|
12.020
|
6.230
|
Kesimpulan
bahwa berdasarkan rumus perhitungannya
maka pendapatan nasional (PDB) dan jumlah penduduk merupakan dua hal
yang saling mempengaruhi pendapatan perkapita, naik turunnya PDB atau jumlah
penduduk akan mengakibatkan naik turunnya pendapatan perkapita.
Sehingga kita tidak bisa mengandalkan
komponen pendapatan nasional semata untuk bisa mengetahui kesejahteraan
rata-rata penduduk suatu negara . Meskipun
pertambahan pendapatan nasional besar tetapi pertambahan penduduknya juga besar
maka pendapatan perkapitanya tetap kecil. Oleh karena itu agar pendapatan
perkapita besar maka kita harus mampu mengendalikan laju pertumbuhan penduduk.
2.
Kondisi Pendapatan Perkapita Indonesia Dibanding Negara Lain
Merupakan
suatu hal yang sangat dilematis bila kita harus membandingkan kondisi
kesejahteraan masyarakat kita dengan negara lain, terutama dengan negara-negara
yang memiliki kategori maju dimana tingkat kesejahteraan masyarakatnya sangat
jauh dari kondisi masyarakat kita. Disatu sisi itu semua adalah sebuah realita
yang harus dihadapi dan di sisi lain
kita dihadapkan pada segala keterbatasan yang ada. Yang menjadi pertanyaan bagi
kita semua adalah bagaimana cara atau usaha yang harus dilakukan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia dengan segala keterbatasan
yang dimiliki sekarang ini?
Untuk menjawab itu semua sebelumnya kita
harus berani melakukan perbandingan dengan negara lain yang kemudian kita ambil
langkah atau solusi untuk melakukan perbaikan. Sebagai gambaran awal tahun 1996
kita pernah mencapai pendapatan perkapita
US $ 1,200. Namun hal itu tidak bisa bertahan lama, karena bangsa
Indonesia dihadapkan pada kondisi krisis ekonomi yang berkepanjangan selain
dari laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Untuk melihat perbandingan
pendapatan perkapita Indonesia dengan Negara lain yang tergabung dalam ASEAN
perhatikan tabel berikut ini:
Tabel 6.6
|
Pendapatan perkapita Negara-Negara ASEAN
Tahun 1993-2000
|
Pada kelompok
Negara-negara ASEAN ternyata Indonesia memiliki tingkat
|
No
|
Negara
|
Tahun
|
Pendapatan
|
Peringakat
Dunia
|
1.
|
2.
|
3.
|
4.
|
5.
|
6.
|
7.
|
Indonesia
|
Brunai Darussalam
|
Malaysia
|
Philipina
|
Singapura
|
Thailand
|
Vietnam
|
1993
|
1996
|
2000
|
1993
|
1998
|
1993
|
2000
|
1993
|
2000
|
1993
|
2000
|
1993
|
2000
|
1995
|
2000
|
780
|
1100
|
650
|
15.390
|
18.500
|
3.530
|
3.521
|
1.010
|
1.061
|
22.520
|
21.765
|
2.315
|
2.530
|
277
|
387
|
18
|
6
|
19
|
6
|
8
|
13
|
11
|
17
|
16
|
3
|
5
|
14
|
14
|
20
|
20
|
pendapatan perkapita yang rendah jika dibandingkan dengan
mayoritas dari 7 Negara anggota ASEAN lain, kita hanya mampu unggul atas negara
Vietnam ( US $ 387) sampai tahun 2000, meskipun pada era tahun 1995-1996 kita
pernah menempati peringkat yang tinggi di kawasan ASEAN. Kemudian masuk dalam
kategori kelompok Negara manakah
Indonesia?
Berdasarkan
pendapatan perkapita, Bank Dunia (World
Bank) mengelompokkan negara di dunia
dalam 4 kategori, yaitu :
Tabel 6.7
|
Kelompok Negara Berdasarkan Perkapita
|
Berdasarkan kriteria di
atas maka Indonesia masuk dalam
kategori
|
No.
|
Kelompok Negara
|
Perkapita (US$)
|
1.
|
2.
|
3.
|
4.
|
Berpendapatan rendah
|
(
|
low income
|
)
|
Berpendapatan menengah
ke bawah
|
(
|
low middle income
|
)
|
Berpendapatan menengah
tinggi
|
(
|
)
|
upper middle income
|
Berpendapatan tinggi
|
(
|
high income
|
)
|
Kurang dari 765
|
-
|
3.035
|
766
|
3.036
|
-
|
9.385
|
lebih dari 9.386
|
kelompok negara berpendapatan menengah ke bawah ( low middle income), tetapi kriteria di
atas bukanlah sebuah harga mati karena bisa saja berubah setiap saat tergantung
dari dinamika kehidupan ekonomi negara yang bersangkutan. Jika kita mampu
bangkit dan giat untuk melakukan perubahan dan perbaikan di segala sektor
kehidupan maka niscaya segala apa yang kita inginkan akan tercapai.
Dengan
demikian maka dapat disimpulkan manfaat
dari perhitungan pendapatan perkapita adalah :
a.
Untuk mengetahui perbandingan kesejahteraan
masyarakat suatu negara dari tahun ke tahun.
b.
Untuk mengetahui data-data perbandingan tingkat
kesejahteraan penduduk antar negara
c.
Sebgai pedoman pengambilan kebijakan dalam
bidang ekonomi
d.
Sebagai bahan perencanaan pembangunan di masa
yang akan datang
e.
Untuk membandingkan standar hidup suatu negara
D.
|
1. Tujuan mempelajari Pendapatan Nasional
Tujuan utama
dari mempelajari pendapatan nasional adalah untuk mengetahui seberapa jauh
suatu negara dapat memakmurkan kondisi masyarakatnya. Selain dari tujuan utama
tersebut ada tujuan yang lainnya antara lain:
a.
mengetahui tingkat kemakmuran
b.
untuk melihat kemajuan perekonomian suatu negara
c.
Untuk merumuskan kebijakan pemerintah
d.
Untuk membandingkan tingkat perkembangan ekonomi
dari waktu ke waktu
e.
Untuk mengetahui sejauh mana penggunaan
pendapatan masyarakat
f.
Untuk membandingkan perekonomian antar negara
atau antar daerah sehingga dapat diketahui tingkat perkembangannya
E.
|
Kita telah
memahami bahwa kemakmuran suatu negara bisa dilihat dari pendapatan nasional
atau pendapatan perkapita. Semakin tinggi perolehan pendapatan perkapita maka
tingkat kemakmurannya relatif baik dan sebaliknya. Tetapi perlu diingat pula
bahwa tingkat perkapita yang tinggi tidak menjamin masyarakatnya dapat
menikmati kemakmuran. Pendapatan perkapita hanyalah sebuah gambaran umum dari
tingkat kesejahteraan suatu negara tanpa membedakan status dan posisi kehidupan
masyarakatnya.
Cara distribusi
pendapatan nasional akan menentukan bagaimana tingkat oendapatan nasional yang
tinggi akan mampu menciptakan perbaikan masyarakat, seperti mengurangi kemiskinan,
pengangguran dan keterbelakangan. Pendistribusian pendapat yang tidak merata
justru akan menciptakan kemakmuran golongan masyarakat tertentu saja.
Indikator yang
digunakan untuk mengetahui adanya ketimpangan distribusi pendapatan nasional
adalah dengan Indeks Gini (Gini Index)
Besar koefisien
Gini dimulai dari 0 sampai dengan 1. Jika koefisien Gini 0 atau mendekati 0
artinya distribusi pendapatan merata dan sempurna, dan sebaliknya jika
koefisien Gini menunjukkan angka 1atau mendekati angka 1 artinya terjadi
ketimpangan dalam distribusi pendapatan nasional.
Selanjutnya berapapun nilai koefisien
gini yang diperoleh akan digambarkan dalam sebuah kurva yang di sebut dengan Kurva Lorenz.
A
|
%
Komulatif Pendapatan
|
P
|
O
|
E
|
Y
|
B
|
%
Komulatif Penduduk
|
Garis diagonal menunjukkan kemerataan sempurna karena tiap titik pada garis diagonal merupakan
tempat kedudukan prosentase penduduk yang sama dengan prosentase penerimaan
pendapatan.
Contoh titik
tengah garis diagonal menunjukkan 50% dari pendapatan didistribusikan persisi
untuk 50% jumlah penduduk. Semakin jauh jarak garis kurva lorenz dengan garis
diagonal semakin tinggi ketidakmerataanya, sebaliknya semakin dekat dengan
garis diagonal maka semakin tinggi kemerataanya. Suatu distribusi semakin
merata jika nilai koefisien gini mendekati nol (0) dan sebaliknya (daerah B
merupakan daerah besarnya ketimpangan).
Apabila pendapatan dibagi secara merata
maka semua titik berada pada garis diagonal sehingga nilainya nol (B tidak ada ) sebaliknya jika pendapatan
hanya dinikmati satu pihak saja maka nilai koefisien Gini satu (1) dan daerah B sama dengan segitiga
OP1 (A tidak ada/berimpit).
Tabel 6.8 Patokan
koefisien Gini
Koefisien Distribusi Pendapatan
< 0,4 Tingkat ketimpangan rendah
0,4 - 0,5 Tingkat ketimpangan sedang
> 0,5 Tingkat ketimpangan tinggi
Tabel 6.9
Koefisien Gini yang terjadi di Indonesia adalah sebagai berikut :
Tahun Desa Kota Total
1988 0,31 0,36 0 ,
34
1990 0,25 0,34 0 ,
32
1996 0,27 0,36 0 ,
36
1999 0,26 0,34 0 ,
33
Sumber : BPS tahun 2001
F.
|
Setelah kita
memahami tentang manfaat dan tujuan mempelajari pendapatan nasional maka
tentunya kita memiliki gambaran bagaimana kiat atau usaha yang sesuai untuk
meningkatkan pendapatan nasional, untuk itu ada beberapa cara yang dianggap
cocok antara lain sebagai berikut :
1.
Kita tingkatkan pembangunan nasional di segala
bidang, khususnya sektor ekonomi tanpa harus meninggalkan aspek-aspek
kepribadian bangsa.
2.
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia
melalui peningkatan mutu pendidikan nasional dan pemberian pelatihan-pelatihan.
3.
Memberikan kesempatan kepada
perusahaan-perusahaan swasta untuk bisa mengembangkan usahanya bagi terciptanya
kemajuan ekonomi
4.
mendorong dan meningkatkan perkembangan industri
kecil dan rumah tangga sebagai penopang sekaligus mitra bagi pergerakan
industri menengah dan industri besar.
5.
membuka dan meningkatkan kesempatan untuk
berinvesatasi bagi para pemilik modal baik lewat PMDN maupun lewat PMA.
Tugas:
Salinlah tabel di bawah ini di buku catatan
dan isilah agar Anda dapat lebih memahami tingkat hubungan antara perndapatan
nasional, jumlah penduduk dan pendapatan perkapita
Pendapatan
nasional Jumlah Penduduk Pendapatan
Perkapita
(GNP) ( IPC )
Bertambah Berkurang
............................................... Bertambah Tetap
............................................... Berkurang Bertambah
............................................... Bertambah 20% Bertambah 20%
............................................... Bertambah 15% Bertambah 5% ...............................................
Bertambah 5% Bertambah 7,5%
...............................................
G. Inflasi dan Indeks Harga
Inflasi yang
ditandai dengan kenaikan harga-harga barang, adalah peristiwa moneter penting
yang biasa kita jumpai dalam kegiatan perekonomian. Hampir seluruh perekonomian
di Negara manapun mesti mengalami inflasi. Sehingga kadang-kadang fenomena
ekonomi ini bisa menjadi suatu kendala bahkan juga bisa menjadi acuan untuk
mengukur tingkat kestabilan ekonomi.
Inflasi yang
terjadi terus menerus secara beruntun dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Kenaikan harga akan menyulitkan masyarakat khususnya bagi mereka yang
berpenghasilan tetap. Misalkan sebelum terjadi inflasi uang Rp.100.000, bisa
digunakan selama 2 minggu, tetapi setelah terjadi inflasi nilai uang sebesar
itu hanya cukup untuk pemenuhan kebutuhan selama 1 minggu dengan kualitas yang
sama seperti sebelum terjadi inflasi. Jadi , dengan jumlah uang yang sama
diperoleh jumlah barang yang lebih sedikit dibanding sebelum inflasi. Sebagai
sebuah fenomena ekonomi yang pengaruhnya cukup besar terhadap kehidupan
masyarakat, maka inflasi banyak mendapat perhatian istimewa oleh para ekonom,
pemerintah maupun masyarakat umum.
Untuk lebih jelasnya
bisa kita amati bagan/illustrasi berikut ini.
|
Jumlah uang beredar
merupakan faktor penentu kenaikan indeks harga.
|
Inflasi
|
Indeks
|
Harga
|
Konsumen
|
Jumlah
|
Uang
|
Beredar
|
Pertumbuhan
|
Ekonomi
|
Kemakmuran
|
Pengangguran
|
Inflasi yang sangat tinggi akan
berdampak pada tingkat pengangguran dan kesempatan kerja serta pertumbuhan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja merupakan ciri dari
kemakmuran masyarakat, sehingga inflasi harus dikendalikan dan diatasi
1. Definisi
Inflasi
Secara umum
dapat diambil pengertian bahwa inflasi merupakan suatu peningkatan harga secara
umum dalam perekonomian yang terjadi secara terus menerus. Peningkatan di sini
bisa berarti peningkatan yang kecil (creeping
inflation) atau peningkatan tinggi dan cepat (Hyper inflation) . Pada dasarnya keberadaan inflasi sangat erat
kaitannya dengan masalah nilai uang. Uang sebagai alat tukar nilainya dapat
ditentukan oleh kemampuannya terhadap barang atau jasa yang disimbolkan dengan
harga.
Bila
harga-harga dalam kegiatan perekonomian naik, maka jumlah barang dan jasa yang
dapat ditukarkan dengan uang menjadi
sedikit. Dengan kata lain adanya peningkatan harga-harga barang dan jasa
menyebabkan kemampuan atau nilai dari uang mengalami penurunan.
Untuk lebih jelasnya dalam mengetahui
fenomena inflasi maka akan kita runtut keberadaanya secara lebih mendetail.
Adanya kenaikan atau ketidakstabilan harga (inflasi) sebenarnya bersumber dari
ketidakseimbangan arus uang dengan arus barang dalam perekonomian. Secara sederhana dapat kita gambarkan sebagai
berikut :
Arus barang mengalir
dari hasil produksi Rumah Tangga Perusahaan ke pasar barang dan bertemu dengan
arus uang yang berasal dari pembelanjaan pemerintah dan rumah tangga Konsumen,
di sinilah harga akan tercipta. Jika terjadi keseimbangan arus uang dan barang
maka harga-harga akan stabil atau antara permintaan dan penawaran seimbang.
Apabila terjadi ketidakseimbangan arus uang dan arus barang maka harga-harga
akan mengalami kenaikan. Hal demikian itulah yang disebut dengan inflasi.
Sebelum kita membahas lebih jauh
tentang keberadaan inflasi dengan jenisjenisnya, sebenarnya komponen harga yang
dimaksud dalam inflasi adalah harga yang bagaimana? Harga yang dimaksud di sini
adalah tingkat harga Umum, yaitu rata-rata tertimbang dari harga barang dan
jasa dalam perekonomian yang diperlihatkan dalam sebuah angka Indeks Harga
Konsumen
2. Jenis jenis
Inflasi
Keberadaan inflasi bisa ditinjau dari
beberapa sisi, bisa dari sisi parah atau tidaknya, dari sisi penyebabnya yang
sangat berkaitan erat dengan arus uang dan barang atau bisa juga dilihat dari
sisi asalnya.
a. Inflasi dilihat dari Tingkat Keparahannya
Berdasarkan
tingkatan ini inflasi dibedakan menjadi
4 tingkatan, yaitu:
1) Inflasi
Ringan ( di bawah 10% per tahun )
2) Inflasi
sedang ( antara 10% s/d 30% per tahun )
3) Inflasi
berat ( antara 30% s/d 100% per tahun)
4) Inflasi
sangat berat atau hiperinflasi ( di atas
100% per tahun )
b. Inflasi di lihat dari Penyebabnya
Berdasarkan penyebabnya inflasi dapat
dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
1)
Demand Pull Inflation
Jenis inflasi ini disebabkan karena
adanya peningkatan jumlah permintaan efektif baik dari masyarakat maupun
pemerintah. Misalkan, dari sisi masyarakat karena permintaan akan barang/jasa
yang terlalu besar tidak bisa diikuti oleh kapasitas produksi sehingga
keseimbangan antara permintaan dan penawaran akan terganggu yang berakibat
harga-harga akan naik. Dan dilihat dari sisi pemerintah yang juga sebagai
pelaku ekonomi bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan
pencetakan uang baru atau bertambahnya
investasi swasta karena memperoleh kredit murah dari bank. Hal ini juga akan
menyebabkan peningkatan permintaan tanpa diimbangi dengan peningkatan penawaran
sehingga mendorong harga-harga naik. Untuk memahami tentang Demand Pull
Inflation ini perhatikan gambar berikut ini.
Keterangan:
P2
|
0
|
P
|
P1
|
Q1
|
Q2
|
S
|
D1
|
D2
|
E1
|
E2
|
D1
|
D2
|
Q
|
Kurva 6.1
|
Kurva Inflasi dikarenakan
Demand
|
2)
Cost
Push Inflation
Merupakan
jenis inflasi yang disebabkan oleh
kenaikan biaya-biaya produksi. Ada beberapa hal yang menyebabkan biaya produksi
naik yang akhirnya menimbulkan inflasi, hal tersebut antara lain :
a)
Kenaikan Biaya bahan Baku (Price Push Inflation)
Inflasi ini secara umum
disebabkan karena adanya kenaikan harga bahan baku produksi. Misalkan, Kenaikan
harga BBM akan berakibat pada kenaikan biaya transport untuk hampir semua jenis
barang, sehingga harga jualnya juga mengalami kenaikan.
b)
Adanya Kenaikan Gaji/upah ( Wages Cost Push Inflation ) Kenaikan upah buruh yang terjadi
karena adanya tuntutan dari kaum buruh (serikat pekerja) akan menyebabkan biaya
produksi menjadi naik, untuk menutupi kerugian ini maka perusahaan akan
meningkatkan harga jual produknya. Pada jenis inflasi ini efeknya cukup
membahayakan di masa-masa selanjutnya, yakni bisa dilukiskan sebagai berikut:
“Jika upah buruh naik maka akan mendorong
timbulnya kenaikan harga, adanya kenaikan harga tersebut tentu saja akan
menimbulkan tuntutan lagi dari kaum buruh untuk
menaikkan gaji/upahnya begitu seterusnya.”
Efek semacam ini dalam permasalahan inflasi disebut Efek Spiral.
Kurva 6.2
|
Kurva Inflasi dikarenakan Cost
|
P2
|
0
|
P
|
P1
|
Q1
|
Q2
|
Q
|
S2
|
S1
|
S2
|
E1
|
E2
|
S1
|
D
|
Push Inflation
c)
Inflasi dilihat dari asalnya
Berdasarkan asal terjadinya,
inflasi dibedakan dalam 2 jenis.
1) Inflasi yang
berasal dari luar negeri (Imported
Inflation)
Inflasi ini merupakan bentuk
inflasi sebagai efek dari terjadinya inflasi di luar negeri. Bahwasanya
sekarang ini kita sudah menginjak era globalisasi, dimana hubungan antara
Negara sudah begitu terbuka. Apa yang terjadi di suatu negara dampaknya baik secara langsung maupun tak
langsung bisa dirasakan oleh negara lain.
Apalagi bila suatu negara dalam kehidupan ekonominya banyak tergantung
dari negara lain maka akan mudah sekali terpengaruh fenomena ini.
2)
Inflasi yang berasal dari dalam
negeri
(Domestic Inflation)
Inflasi ini
terjadi karena adanya beberapa permasalahan
yang ada di dalam negeri, baik yang disengaja (kebijakan) maupun yang
tidak disengaja. Misalkan, adanya bencana alam, gagal panen, kebijakan
pemerintah mencetak uang baru untuk menutup defisit anggaran, kebijakan uang
longgar dan sebagainya.
Ketiga jenis
inflasi yang telah kita bahas di atas semuanya saling mendorong dan saling
memperkuat, begitu masyarakat mendengar adanya inflasi biasanya akan bereaksi
sedemikian rupa yang justru kebanyakan akan menambah parah kondisi yang sudah
ada.
Dilihat dari
sisi pedagang atau produsen, karena harga-harga naik maka para pedagang
cenderung untuk menahan atau menyimpan barang dagangannya dengan harapan harga
masih akan naik lebih tinggi lagi. Hal ini menyebabkan peredaran barang di
pasar berkurang sehingga hargaharga akan menjadi naik lebih tinggi lagi. Karena
harga naik terus maka pengusaha akan mengikuti gerakan harga dan berusaha
mempertahankan atau meningkatkan pendapatan dan labanya dengan cara menaikkan
harga jual produknya.
Kemudian dari sisi masyarakat umum karena
harga-harga naik, maka masyarakat mengalami kegelisahan dan cenderung bereaksi
dengan cara melakukan pembelian secara besar-besaran (sebelum harga-harga
naik). Justru reaksi yang demikian akan membawa akibat pada kenaikan hargaharga
secara umum, karena permintaan masyarakat akan barang naik secara tajam. Yang
perlu diingat bahwa antara barang satu dengan barang lain saling berkaitan
sehingga kenaikan salah satu barang akan mendorong naiknya harga barang-barang
lain.
3. Penyebab Inflasi
Secara umum
ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya inflasi, antara lain :
1.
Jumlah uang yang beredar di masyarakat tidak
seimbang dengan jumlah peredaran barang (jumlah uang lebih banyak dari pada
jumlah barang).
2.
Adanya pencetakan uang baru oleh pemerintah
sehingga menambah jumlah uang beredar. Hal ini biasanya dilakukan pemerintah
untuk menutupi defisit anggaran.
3.
Adanya desakan dari golongan tertentu untuk
memperoleh kredit murah sehingga akan mendorong peningkatan jumlah uang beredar
dan kestabilan harga tidak terjamin.
4.
Adanya fluktuasi dari sektor luar negeri
(ekspor/impor), investasi, tabungan, penerimaan
dan penerimaan negara.
Dari keempat faktor di atas bisa ditarik
kesimpulan bahwa permintaan masyarakat (effective
demand) merupakan inti penentu dari
kestabilan kehidupan ekonomi. Para pelaku ekonomi baik produsen, konsumen,
pemerintah dan luar negeri secara bersama-sama membeli lebih banyak barang dari
kapasitas produksi yang dihasilkan. Hal ini akan menyebabkan
ketegangan-ketegangan di pasar, produksi tidak dapat dinaikkan karena
kapasitasnya terbatas, sementara permintaan dari para pelaku ekonomi terus
bertambah, akibatnya timbullah inflasi.
4. Pengukuran Laju Inflasi
Untuk mengetahui
seberapa besar kenaikan harga barang terlebih dahulu dihitung angka indek
harga. Angka Indeks Harga merupakan perbandingan harga-harga barang tertentu
pada suatu periode tertentu yang berbeda dalam bentuk prosentase (%). Peran
indeks harga sangat besar sekali dalam mengetahui besar kecilnya inflasi,
karena dari indeks harga tersebut nantinya akan mudah diketahui besarnya
tingkat kenaikan harga (inflasi) secara agregat tiap periode waktu tertentu
Nah, bagaimana sebenarnya cara
menghitung inflasi? Menghitung besarnya
laju inflasi dilakukan dengan 3 cara antara lain :
a. GNP/PDB Deflator
Cara mengukur
laju inflasi ini dengan menggunakan perbandingan GNP nominal dengan GNP
riil. GNP nominal sering disebut
dengan GNP berdasarkan tingkt harga yang sedang berlaku sedangkan GNP Riil
adalah GNP berdasarkan tingkat harga konstan. GNP deflator dapat diukur dengan Indeks Paasche.
Σ
|
Pn x Qn
|
IP = x 100
|
Σ
|
Po x Qn
|
Keterangan :
IP = Indeks Paasche
Pn = harga tahun tertentu (tahun ke-n)
Po = harga tahun dasar
Qn = kuantitas tahun
tertentu (tahun ke-n)
b. Indeks Harga Konsumen (IHK)
Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah angka
indeks yang menghitung dari kelompok barang yang paling banyak dibeli oleh
masyarakat/konsumen. Biasanya kelompok barang yang dibeli oleh konsumen selalu
berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan pola aktual konsumsi masyarakat. IHK
mengukur biaya yang langsung dibayar konsumen pada tingkat harga eceran, dan
biasanya IHK dihitung setiap bulan, 3 bulan dan 1 tahun. Rumus yang digunakan
untuk menghitung IHK dengan menggunakan indeks Laspeyres sebagai berikut:
Σ
|
Pn x Qo
|
IL = x 100
|
Σ
|
Po x Qo
|
Keterangan :
IL = indeks Laspeyres
Pn = harga pada tahun tertentu
Po = harga tahun dasar
Qo = kuantitas tahun dasar
Dalam Penyajian
IHK sekarang ini dilihat dari 7 kelompok jenis barang atau jasa, antara lain :
1)
Bahan makanan
2)
Makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau
3)
Perumahan
4)
Sandang
5)
Kesehatan
6)
Pendidikan, rekreasi dan olah raga
7)
Transportasi dan komunikasi
c. Indeks Harga Produsen (IHP)
Indeks ini
mengukur sekelompok barang yang dibeli oleh produsen yang berupa bahan mentah,
barang setengah jadi atau bahan pembantu.
Biasanya IHP dihitung untuk mengukur indeks harga pada tahap
awal sistem distribusi.
Pada
kenyataanya kenaikan IHP dapat dijadikan tanda terhadap kenaikan IHK dan
nantinya digunakan sebagai indikator bagi perkembangan siklus bisnis dalam
suatu negara dan untuk selanjutnya menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah
untuk menentukan kebijakan. Dasar penghitungan Indeks Harga Produsen (IHP) sama
dengan penghitungan IHK yakni dengan menggunakan rumus Indeks Laspeyres.
Setelah kita
mengetahui beberapa metode penghitungan angka indeks, maka kita coba bagaimana
cara melakukan penghitungan
sesungguhnya dalam
beberapa contoh berikut:
|
Komoditas
|
Tahun
|
Harga
|
Jumlah
|
2005
|
10.000
|
30
|
2006
|
15.000
|
40
|
2005
|
20.000
|
20
|
2006
|
40.000
|
30
|
Buku
|
Pakaian
|
Hitunglah besarnya GNP/PDB
deflator dan IHK pada tahun 2006 sebagai tahun dasar adalah tahun 2005.
Jawab:
a. GNP/PDB deflator ΣPn x Qn
IP = x 100
ΣPo x Qn
(15.000x40) + (40.000x30)
IP =
x 100
(10.000x40) + (20.000x30)
1.800.000
= x 100
= 180
1.000.000
Artinya , antara tahun 2005 sampai dengan 2006 terjadi
kenaikan harga sebesar 80% dari dua macam komoditas. b. Indeks Harga Konsumen
(IHK)
ΣPn x Qo
IL =
x 100
ΣPo x Qo
=
x 100
1.250.000
= x 100 =
178, 57
.000
Artinya, antara tahun 2005 sampai dengan 2006 terjadi
kenaikan harga sebesar 78,57% dari dua macam komoditas
5. Cara
Mengatasi Inflasi
Setelah kita
mengetahui tentang inflasi dan penyebabnya, maka untuk selanjutnya kita akan
bahas beberapa cara untuk mengatasi inflasi.
Kita tahu bahwa inflasi merupakan penyebab dari keresahan masyarakat dan
pemerintah. Sehingga pemerintah berusaha untuk menekan inflasi
serendah-rendahnya karena inflasi itu sendiri tak bisa dihilangkan sama sekali.
Inflasi keberadaanya ada yang disahkan
oleh pemerintah dan ada yang tidak disahkan. Jika inflasi ini keberadaanya
dibiarkan berlangsung terus menerus karena pemerintah mengizinkan penambahan
jumlah uang beredar ( karena defisit anggaran dengan mencetak uang baru) maka
inflasi ini keberadaanya disahkan pemerintah. Jika inflasi yang keberadaanya
tidak disertai dengan kenaikan persediaan uang, maka inflasi ini tidak disahkan
oleh pemerintah. Secara teoritis untuk mengatasi inflasi relatife mudah caranya
yakni tinggal mengatasi penyebab utamanya dan mengurangi jumlah uang beredar di
masyarakat (M). Berikut ini beberapa kebijakan pemerintah untuk mengatasi
inflasi, antara lain :
a. Kebijakan Moneter
Kebijakan ini
adalah kebijakan bank sentral yang dilakukan untuk mengendalikan jumlah uang
beredar atau dengan kata lain kebijakan ini juga disebut dengan politik uang
ketat ( Tight Money Policy ).
1)
Politik
Diskonto
adalah politik bank sentral untuk
mempengaruhi jumlah uang beredar dengan jalan menaikkan atau menurunkan tingkat
bunga. Misalkan, dengan menaikkan suku bunga maka diharapkan jumlah uang yang
beredar di masyarakat akan berkurang, karena masyarakat cenderung untuk
menyimpan uangnya di bank dari pada membelanjakan/investasi. Sebaliknya bila
bank sentral menurunkan tingkat suku bunga biasanya terjadi jika jumlah uang
beredar turun atau terjadi deflasi maka diharapkan masyarakat akan menarik
uangnya di bank karena bunga bank sudah tidak menarik lagi.
2)
Politik
Pasar Terbuka
Untuk
memperkuat politik diskonto bank sentral sebagai pemegang otoritas moneter juga
melakukan politik pasar terbuka (open
market), yaitu dengan jalan menjual atau membeli surat berharga. Dengan
menjual surat berharga diharapkan uang akan tersedot dari masyarakat akan masuk
ke pemerintah/ Bank Sentral, sehingga jumlah uang beredar berkurang dan
sebaliknya dengan membeli surat berharga diharapkan uang bertambah di
masyarakat sehingga jumlah uang beredar di masyarakat bertambah.
3)
Politik
Persediaan Kas
Politik persediaan kas (cash ratio policy) adalah politik bank
sentral untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dengan jalan menaikkan atau
menurunkan persentase persediaan kas di bank.
Dengan dinaikkannya persentase persediaan kas di bank maka diharapkan
jumlah kredit akan berkurang. Sebaliknya jika diturunkannya persentase
persediaan kas maka nantinya permintaan kredit diharapkan bertambah.
b. Kebijakan Fiskal
Dengan kebijakan ini pemerintah berusaha
mempengaruhi jumlah uang beredar dan kenaikan harga dengan cara melakukan
perubahanperubahan pengeluaran dan
penerimaan pemerintah. Jenis kebijakan fiskal ini di antaranya adalah:
1)
Pengaturan
pengeluaran pemerintah
Pemerintah harus menjaga kestabilan
anggaran, penggunaan anggaran harus sesuai dengan rencana. Jika pengeluaran
melebihi batas yang telah direncanakan akan mendorong peningkatan jumlah uang
beredar.
2)
Peningkatan
Tarif Pajak
Pajak merupakan sumber penerimaan
pemerintah yang utama. Dengan adanya kenaikan tariff pajak maka penghasilan
rumah tangga akan diberikan kepada pemerintah sehingga daya beli masyarakat
terhadap barang dan jasa menurun selanjutnya inflasi dapat ditekan.
c. Kebijakan Non Moneter
Kebijakan non moneter ditempuh
dengan beberapa cara:
1)
Peningkatan
Produksi
Adanya peningkatan produksi meskipun
jumlah uang bertambah di masyarakat maka inflasi tidak akan terjadi, bahkan
bisa dikatakan bahwa hal tersebut merupakan peningkatan kemampuan perekonomian.
2)
Kebijakan
Upah
Inflasi yang terjadi bisa dilakukan dengan
cara menurunkan pendapatan yang siap untuk dibelanjakan (disposable income) masyarakat yang instrumennya dilakukan dengan
peningkatan pajak penghasilan.
3)
Pengawasan
Harga
Adanya kecenderungan kenaikan harga yang
disengaja oleh para produsen membuat pemerintah melakukan penetapan kebijakan
harga maksimum. Namun tindakan pemerintah dapat menimbulkan fenomena pasar
gelap (Black Market), yaitu jual beli
barang tanpa mengindahkan aturan-aturan harga yang telah ditetapkan pemerintah.
Untuk mengatasi hal ini maka pemerintah melakukan pendistribusian langsung
barangbarang kepada masyarakat.
4)
Pendistribusian
Langsung
Adanya kecenderungan kenaikan harga pada
beberapa jenis komoditas pokok mendorong pemerintah untuk melakukan
pendistribusian secara langsung kepada konsumen. Misalkan kenaikan harga beras,
minyak tanah karena adanya permainan harga pasar mendorong pemerintah untuk
melakukan pendistribusian langsung kepada konsumen.
5)
Kebijakan
di Bidang Perdagangan Internasional
Mengatasi inflasi melalui perdagangan internasional dilakukan
pemerintah dengan cara menurunkan bea masuk barang-barang impor, sehingga
peredaran jumlah barang di dalam negeri menjadi lebih banyak dan harganya
cenderung turun.
5. Dampak Inflasi
Inflasi sebagai sebuah fenomena ekonomi
akan membawa pengaruh yang cukup luas terhadap kegiatan perekonomian suatu
negara, ada beberapa pihak yang sangat dirugikan bahkan cukup diuntungkan
akibat dari terjadinya inflasi. Biasanya jika inflasinya hanya beberapa persen
saja (inflasi lunak) justru akan membawa keuntungan, karena dapat mendorong
pengusaha memperluas produksinya dan dengan demikian dapat menciptakan
kesempatan kerja baru. Dalam sub pokok bahasan ini kita coba lakukan analisis
dampak inflasi terhadap perekonomian dilihat dari aspek distribusi pendapatan,
efisiensi produksi, out put, pengangguran dan perdagangan internasional.
a. Dampak Inflasi Terhadap Distribusi Pendapatan
(Equity Effect)
Tabel 6.10
Dampak inflasi ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
Pihak yang
diuntungkan Pihak yang dirugikan
1. Para
spekulan dan petani 1. Masyarakat yang
berpengha2. Pedagang /produsen silan
tetap
3.
Debitur/peminjam uang 2. Pembeli/konsumen
4.
Penyimpan kekayaan dalam 3. Kreditur/pemberi pinjaman bentuk emas
atau barang lain 4. Penyimpan kekayaan
dalam
5.
Investor berbentuk saham bentuk tunai
5. Investor berupa obligasi
Dari tabel di atas dapat di jelaskan sebagai berikut:
Pihak
yang dirugikan:
1)
Merugikan terhadap orang-orang yang memiliki
penghasilan tetap, seperti pegawai negeri atau pensiunan pegawai negeri.
Misalkan jika seorang pegawai memiliki penghasilan Rp 6.000.000,- per tahun
sementara laju inflasinya per tahun 10% maka ia akan mengalami penurunan
penghasilan riilnya sebesar 10% x Rp 6.000.000,- = Rp 600.000,- setahun. Artinya
ia akan mengalami kerugian dari tahun sebelumnya sebesar Rp 600.000,-
2)
Merugikan orang yang menyimpan kekayaan dalam
bentuk kas (uang tunai) atau mereka yang menabung uang di rumah dalam bentuk
uang tunai. Jumlah uang tunai yang mereka kumpulkan sebelumnya, setelah terjadi
inflasi nilai riil uang (kemampuan daya beli ) menjadi turun dalam memenuhi
kebutuhan.
3)
Merugikan bagi para konsumen/pembeli, pendapatan
yang mereka miliki tak mampu untuk memenuhi kebutuhan maksimal mereka seperti
sebelum terjadi inflasi, karena uang yang mereka miliki nilainya merosot.
4)
Merugikan Kreditur, akibat adanya inflasi maka kemampuan dari nilai uang yang
dipinjamkan untuk kegiatan usaha menjadi menurun sehingga akan menghambat
proses pengembalian pinjaman oleh debitur.
5)
Merugikan investor berupa obligasi, karena
adanya inflasi nominal dari obligasi yang mereka secara riil nilainya akan menjadi rendah. Pihak
yang diuntungkan
1)
Para
spekulan, petani dan pedagang, merupakan pihak yang diuntungkan, karena
adanya inflasi memungkinkan mereka untuk meningkatkan nilai produksinya dengan
harapan ada kenaikan harga jual maka keuntungan mereka meningkat.
2)
Debitur atau peminjam uang, dengan adanya
inflasi akan meningkatkan keuntungan sehingga akan mempermudah dan mempercepat
debitur dalam mengembalikan utangnya.
3)
Penyimpan kekayaan dalam bentuk emas atau barang
lain, adanya inflasi maka akan membuat nilai barang atau emas yang mereka
simpan nilainya menjadi naik.
4)
Investor berupa saham, saham yang ditanamkan
dalam perusahaan karena adanya inflasi menyebabkan nilai jual dari produknya
naik maka keuntungan akan besar, dengan demikian deviden yang diterima investor
menjadi naik.
b.
Dampak
Inflasi Terhadap Efisiensi
Adanya inflasi
akan berpengaruh pada proses produksi, terutama dalam penggunaan faktor-faktor
produksi menjadi tidak efisien. Inflasi berpengaruh terhadap perubahan daya
beli masyarakat, perubahan daya beli ini akan berpengaruh pada
struktur/komposisi permintaan masyarakat pada beberapa jenis barang.
Misalkan dari adanya inflasi ada pihak
yang diuntungkan dan dirugikan yang berakibat pada adanya perubahan struktur
permintaan masyarakat yang tidak menentu. Adanya perubahan struktur permintaan
masyarakat yang tak menentu ini bagi para produsen akan menimbulkan inefisiensi
dalam proses produksi.
c.
Dampak
Inflasi terhadap Output
Dampak inflasi
terhadap output akan membawa pada dua kemungkinan, yaitu:
1)
Menyebabkan terjadinya kenaikan hasil produksi,
dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului dari pada
kenaikan upah/gaji, sehingga keuntungan produsen akan meningkat, keuntungan ini
akan menambah volume produksi sehingga keuntungan juga akan terus meningkat
lagi
2)
Bila kondisi inflasinya terlalu tinggi justru
akan sebaliknya menurunkan kemampuan outputnya, hal ini disebabkan karena
inflasi menjadikan nilai riil uang menurun. Turunnya nilai riil uang menjadikan
masyarakat enggan memiliki uang tunai. Akibatnya pertukaran dalam masyarakat
cenderung akan mengarah pada barter. Jika pertukaran dalam masyarakat
menggunakan barter maka produsen cenderung tidak akan melakukan kegiatan
produksi dan produksi secara umum mengalami penurunan.
d. Dampak Inflasi terhadap Pengangguran
Adanya inflasi yang tinggi akan dibayar
dengan pertumbuhan ekonomi yang rendah. Dengan kata lain inflasi akan
menyebabkan rendahnya permintaan pasar, sehingga dunia usaha akan menjadi lesu
yang berakibat pengurangan tenaga kerja, dan akan tercipta pengangguran.
f. Dampak Inflasi terhadap Perdagangan
Internasional
Jika terjadi
inflasi di dalam negeri maka harga-harga barang dalam negeri akan lebih tinggi
dari barang-barang luar negeri, sehingga kemampuan bersaing produk dalam negeri
di pasaran internasional rendah. Akibatnya arus impor barang-barang luar negeri
meningkat dan arus ekspornya menurun. Pada akhirnya hal tersebut akan
menghambat pada perolehan cadangan devisa negara sehingga neraca perdagangannya
akan mengalami defisit, nilai kurs mata uang dalam negeri akan terdepresiasi/ turun.
Rangkuman
1.
Product Domestic Regional Bruto (PDRB) merupakan
jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi
yang ada di daerah selama 1 (satu) tahun
2.
Product Domestic Buto (PDB atau GDP) adalah
jumlah dari seluruh produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu Negara
selama satu tahun termasuk di dalamnya barang dan jasa yang dihasilkan oleh orang asing dan perusahaan
asing yang beroperasi di dalam negeri.
3.
Produksi Nasional Kotor atau Gross National
Product (GNP) adalah jumlah seluruh barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat
selama satu tahun termasuk di dalamnya jumlah barang dan jasa yang dihasilkan
masyarakat Negara tersebut yang bekerja di luar negeri tetapi tidak
diperhitungkan barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat asing yang bekerja di
dalam negeri
4.
Produksi nasional neto atau Net National Product
(NNP) adalah produksi nasional kotor (GNP) dikurangi penyusutan barang-barang
modal.
5.
Pendapatan nasional Bersih atau Net National
Income (NNI) adalah produksi nasional neto dikurangi dengan pajak tidak
langsung.
6.
Pendapatan perseorangan (PI) adalah Pendapatan yang berhak
diterima oleh seseorang sebagai bentuk balas jasa atas keikutsertaannya dalam
proses produksi.
7.
Pendapatan Bebas (DI) adalah pendapatan dari
seseorang yang siap digunakan baik untuk keperluan konsumsi maupun untuk
ditabung.
8.
Pendapatan perkapita adalah pendapatan rata-rata
dari penduduk suatu negara yang diperoleh dari pendapatan nasional pada tahun
tertentu dibagi dengan jumlah penduduk suatu negara pada tahun tersebut.
9.
Rumus pendapatan perkapita yaitu :
a. Dilihat dari komponen produk domestik bruto
(PDB) Rumus :
PDB
tahun n
PDB perkapita =
Jumlah penduduk tahun n
b. Dilihat dari komponen produk nasional bruto
Rumus :
PNB
tahun n
PNB perkapita =
Jumlah
Penduduk
10 .Inflasi
merupakan suatu peningkatan harga secara umum dalam perekonomian yang terjadi
secara terus menerus.
11 .Jenis–jenis
Inflasi
a.
Inflasi dilihat dari Tingkat Keparahannya
1)
Inflasi Ringan
( di bawah 10% per tahun )
2)
Inflasi sedang
( antara 10% - 30% per tahun )
3)
Inflasi berat
( antara 30% - 100%
per tahun)
4)
Inflasi sangat berat atau hiperinflasi ( di atas 100% per tahun )
b.
Inflasi di lihat dari Penyebabnya
1) Demand
Pull Inflation
Inflasi karena adanya peningkatan
jumlah permintaan efektif baik dari masyarakat maupun pemerintah.
2) Cost Push
Inflation
Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya-biaya
produksi.
c.
Inflasi dilihat dari Asalnya
1)
Inflasi yang berasal dari luar negeri ( Imported Inflation )
2)
Inflasi yang berasal dari Dalam Negeri ( Domestic Inflation )
12 .Indeks
Harga Konsumen (IHK) adalah angka indeks yang menghitung dari kelompok barang
yang paling banyak dibeli oleh masyarakat/konsumen.
Latihan