BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD 1945 atau UUD '45,
adalah konstitusi negara Republik Indonesia saat ini.
UUD 1945 disahkan
sebagai undang-undang dasar negara oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.
Sejak tanggal 27 Desember 1945, di Indonesia berlaku Konstitusi RIS, dan sejak
tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950. Dekrit Presiden 5 Juli
1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR
pada tanggal 22 Juli 1959.
Pada kurun waktu tahun
1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen), yang merubah
susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.
Dalam pembahasan, akan
dibahas lebih lanjut mengenai Undang - Undang Dasar 1945, lembaga-lembaga
Negara dan hubungannya. Dengan mempelajari proses di atas maka kita sebagai
mahasiswa akan lebih memahami kedudukan Pancasila sebagai dasar negara yang
realisasinya sebagai sumber dari segala sumber hukum negara Indonesia.
Mahasiswa juga diharapkan untuk memiliki kemampuan untuk memahami isi pembukaan
UUD 1945, pembukaan sebagai “ staasfundamentalnorm “ , memahami hubungan UUD
1945 dengan Pancasila dan pasal – pasal UUD 1945 serta mahasiswa memiliki
pengetahuan tentang reformasi hukum tata negara maka mahasiswa diharapkan
mempelajari latar belakang amandemen serta proses amandemen.
Sebagai dasar negara,
Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang dalam ilmu kenegaraan yang
popular disebut sebagai dasar filsafat negara (pilisophisce gronstag). Dalam
kedudukan ini, Pancasila merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam setiap
aspek penyelenggaraan tata kehidupan negara, termasuk dalam sumber tertib hukum
di Indonesia, sehingga Pancasila merupakan sumber nilai, norma dan kaidah baik
moral maupun hukum di Indonesia. Oleh karenanya, Pancasila merupakan sumber
hukum negara baik yang tertulis maupun yang tak tertulis atau konvensi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana struktur ketatanegaraan
Republik Indonesia?
2. Bagaimana sistem ketatanegaraan menurut Pancasila?
3. Bagaimana kedudukan Pancasila sebagai
sumber hukum dasar negara Indonesia?
4. Bagaimana makna isi pembukaan UUD 1945
dan kedudukan pembukaan UUD 1945?
5. Bagaimana makna isi pembukaan UUD 1945
sebagai “ staat fundamentalnorm” dan kedudukannya dalam tertib hukum Indonesia?
C. TUJUAN
1. Mengetahui struktur ketatanegaraan
Republik Indonesia.
2. Mengetahui peran Pancasila dalam konteks
ketatanegaraan Republik Indonesia.
3. Mengetahui kedudukan Pancasila sebagai sumber
hukum dasar negara Indonesia.
4. Mengetahui makna isi pembukaan UUD 1945
dan kedudukan pembukaan UUD 1945.
5. Mengetahui makna isi pembukaan UUD 1945
sebagai “ staat fundamentalnorm” dan kedudukannya dalam tertib hukum Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. UNDANG-UNDANG DASAR 1945
Yang dimaksud dengan
undang-undang dasar dalam UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis yang bersifat
mengikat bagi pemerintah, lembaga negara, lembaga masyarakat, dan warga negara
Indonesia di mana pun mereka berada, serta setiap penduduk yang ada di wilayah
Republik Indonesia. Sebagai hukum, UUD 1945 berisi norma, aturan, atau
ketentuan yang harus dilaksanakan dan ditaati.
Undang-undang dasar
merupakan hukum dasar yang menjadi sumber hukum. Setiap produk hukum seperti
undang-undang, peraturan, atau keputusan pemerintah. bahkan setiap
kebijaksanaan pemerintah harus berlandaskan dan bersumber pada peraturan yang
lebih tinggi dan tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan UUD 1945.
Dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta memasuki abad 21, hukum di Indonesia mengalami
perubahan yang mendasar, hal ini adanya perubahan terhadap Undang-Undang Dasar
1945. Perubahan (amandemen) dimaksud sampai empat kali, yang dimulai pada
tanggal 19 Oktober 1999 mengamandemen 2 pasal, amandemen kedua pada tanggal 10
November 2001 sejumlah 10 pasal, dan amandemen keempat pada tanggal 10 Agustus
2002 sejumlah 10 pasal serta 3 pasal Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan 2
pasal, apabila dilihat dari jumlah pasal pada Undang-Undang Dasar 1945 adalah
berjumlah 37 pasal, akan tetapi setelah diamandemen jumlah pasalnya melebihi 37
pasal, yaitu menjadi 39 pasal. Hal ini terjadi karena ada pasal-pasal yang
diamandemen ulang seperti pasal 6A ayat 4 dan pasal 23 C.
1. Struktur Pemerintahan Indonesia
Berdasarkan UUD 1945
Demokrasi Indonesia
merupakan sistem pemerintahan dari rakyat, dalam arti rakyat sebagai asal mula kekuasaan negara sehingga
rakyat harus ikut serta dalam
pemerintahan untuk mewujudkan suatu cita –citanya.
Demokrasi di Indonesia
sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 mengakui adanya kebebasan dan persamaan hak
juga mengakui perbedaan serta keanekaragaman mengingat Indonesia adalah
“Bhineka Tunggal Ika”. Secara filosofi bahwa Demokrasi Indonesia mendasar pada
rakyat.
Secara umun sistem
pemerintahan yang demokratis mengandung unsur-unsur penting yaitu:
a) Keterlibatan warga negara dalam pembuatan
keputusan politik.
b) Tingkat persamaan tertentu diantara warga
negara
c) Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu
yang diakui dan dipakai oleh warga negara.
d) Suatu sistem perwakilan
e) Suatu sistem pemilihan kekuasaan
mayoritas.
Dengan unsur-unsur di
atas maka demokrasi mengandung ciri yang merupakan petokan bahwa warga negara
dalam hal tertentu pembuatan keputusan-keputusan polotik, baik secara langsung
maupun tidak langsung adanya keterlibtan atau partisipasi.
Oleh karena itu di
dalam kehidupan kenegaraaan yang menganut sistem demokrasi, selalu menemukan
adanya supra struktur dan infra struktur politik sebagai pendukung tegaknya
demokrasi. Dengan menggunakan konsep Montesquiue maka supra struktur politik
meliputi lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan lembaga yudikatif. Di
Indonesia di bawah sistem UUD 1945 lembaga-lembaga negara atau alat-alat
perlengkapan negara adalah:
a) Majelis Permusyawaratan Rakyat
b) Dewan Perwakilan Rakyat
c) Presiden
d) Mahkamah Agung
e) Badan Pemeriksa Keuangan
Alat perlengkapan di
atas juga dinyatakan sebagai supra struktur politik. Adapun infra struktur
politik suatu negara terdiri lima komponen sebagai berikut:
a) Partai Politik
b) Golongan Kepentingan (Interest Group)
c) Golongan Penekan (Preassure Group)
d) Alat Komunikasi Politik (Mass Media)
e) Tokoh-tokoh Politik
2. Pembagian Kekuasaan
Bahwa kekuasaan
tertinggi adalah di tangan rakyat, dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar
sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut:
a) Kekuasaan Eksekutif didelegasikan kepada
Presiden (Pasal 4 ayat 1 UUD 1945)
b) Kekuasaan Legislatif, didelegasikan
kepada Presiden dan DPR dan DPD (pasal 5 ayat 1, pasal 19 dan pasal 22C UUD
1945)
c) Kekuasaan Yudikatif, didelegasikan kepada
Mahkamah Agung (pasal 24 ayat 1 UUD 1945)
d) Kekuasaan Inspektif atau pengawasan
didelegasikan kepada Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) (pasal 20A ayat 1)
e) Dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak ada
kekuasaan Konsulatatif, sebelum UUD diamandemen kekuasaan tersebut dipegang
oleh Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
3. Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD
1945 Hasil Amandemen
Sebelum adanya
amandemen terhadap UUD 1945, dikenal dengan Tujuh Kunci Pokok Sistem
Pemerintahan Negara, namun tujuh kunci pokok tersebut mengalami suatu
perubahan. Oleh karena itu, sebagai studi komparatif sistem pemerintahan negara
menurut UUD 1945 mengalami perubahan.
a) Indonesia ialah negara yang berdasar atas
hukum (Rechstaat)
Negara Indonesia
berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka
(Machstaat), mengandung arti bahwa negara, termasuk di dalamnya pemerintahan
dan lembaga-lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun.
b) Sistem Konstitusi
Pemerintah berdasarkan
atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolut (kekuasaan yang
tidak terbatas).
Sistem ini memberikan
penegasan bahwa cara pengendalian pemerintahan dibatsai oleh
ketentuan-ketentuan konstitusi dan juga oleh ketentuan-ketentuan hukum lain
merupakan produk konstitusional.
c) Presiden ialah penyelenggara pemerintahan
negara yang tertinggi disamping MPR dan DPR
Berdasarkan UUD 1945
hasil amandemen 2002, Presiden penyelenggara pemerintahan tertinggi di samping
MPR dan DPR, karena Preside dipilih langsung oleh rakyat. UUD 1945 pasal 6A
ayat 1, jadi menurut UUD 1945 ini Presiden tidak lagi merupakan madataris MPR,
melainkan dipilih oleh rakyat.
Presiden tidak
bertanggungjawab kepada DPR.
d) Menteri Negara ialah pembantu Presiden,
Menteri tidak bertanggung jawab kepada DPR. Presiden dalam melaksanakan tugas
dibantu oleh menteri-menteri negara, pasal 17 ayat 1 (hasil amandemen)
e) Kekuasaan Kepala Negara tak terbatas,
meskipun Kepala Negara tidak bertanggungjawab kepada DPR, ia bukan “diktaor”
artinya kekuasaan tidak terbatas. Di sini Presiden sudah tidak lagi merupakan
mandataris MPR, namun demikian ia tidak membubarkan DPR atau MPR.
f) Negara Indonesia adalah negara hukum,
negara hukum berdasarkan Pancasila bukan berdasarkan kekuasaan.
Ciri-ciri suatu negara
hukum adalah:
a. Pengakuan adan perlindungan hak-gak
asasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi,
dan kebudayaan.
b. Perlindungan yang bebas dari suatu
pengaruh kekuasaan atau kekyuatan lain dan tidak memihak
c. Jaminan kepastian hukum
g) Kekuasaan Pemerintah Negara
Pasal 4 ayat 1 UUD 1945
menyatakan bahwa Presiden Republik Indeonesia memegang kekuasaan pemerintahan
menurut UUD 19445, Presiden dibantu oleh seorang Wakil Presiden pasal 4 ayat 2)
dalam melaksanakan tugasnya.
Menurut sistem
pemerintahan negaa berdasarkan UUD 1945 hasil aandemen 2002, bahwa Presiden
dipilih langsung oleh rakyat secara legitimasi. Presiden kedududukannya kuat,
di sini kekuasaan Presiden tidak lagi berada di bawah MPR selaku mandataris.
Akan tetapi jika Presiden dalam melaksanakan tugasnya menyimpang dari
konstitsi, maka MPR melakukan Impeachment, pasal 3 ayat 3 UUD 1945 dan
dipertegas oleh pasal 7A. Proses Impeachment agar bersifat adil dan obyektif
harus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi(pasal 7B ayat 4 dan 5), dan jika
Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan Wakil Presiden melanggar
hukum, maka MPR harus segera bersidang dan keputusan didukung ¾ dari anggota
dan 2/3 dari jumlah anggota yang hadir (pasal 7B ayat 7)
h) Pemerintah Baerah, diatur oleh pasal 18
UUD 1945
Pasal 18 ayat 1
menjelaskan bahwa Negara Republik Indonesia atas daerah-daerah propinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan
Undang-Undang. Pasal 18 ayat 2 mengatur
otonomi pemerintahan daerah, ayat tersebut menyatakan bahwa pemerintshsn daerah
propinsi, kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, atau pengertian otonomi sama artinya
mengatur rumah tangga sendiri.
i) Pemilihan Umum
Hasil amandemen UUD
1945 tahun 2002 secara eksplisit mengatur tentang Pemilihan Umum dilakukan
secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap 5 tahun sekali
(pasal 22E ayat 1). Untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden
(pasal 22E ayat 2)
j) Wilayah Negara
Pasal 25A UUD 1945
hasil amandemen 2002 memuat ketentuan bahwa, Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah sebuah negara kepulauan yang bercirir nusantara dengan wilayah yang
batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan Undang-Undang.
k) Hak Asasi Manusia menurut UUD 1945
Hak asasi manusia
tidaklah mendadak sebagaimana kita lihat dalam “Universal Declaration of Human
Right” pada tanggal 10 Desember 1948 yang ditanda-tangani oleh PBB. Hak asasi
manusia sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan filosofis manusia yang
melatarbelakanginya.
Bangsa Indonesia di
dalam hak asasi manusia lebih dahulu sudah memiliki aturan hukumnya seperti
dalam Pembukaan UUD 1945 alenia 1 dinyatakan bahwa : “kemerdekaan adalah hak
segala bangsa.” Sebagai contoh di dalam UUD 1945 pasal 28A menyatakan : “Setiap
orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”
Pasal 28A sampai dengan
pasal 28J mengatur tentang hak asasi manusia di dalam UUD 1945.
B. SISTEM KETATANEGARAAN RI BERDASARKAN
PANCASILA DAN UUD 1945
Sistem Konstitusi
(hukum dasar) republik Indonesia, selain tersusun dalam hukum dasar yang
tertulis yaitu UUD 1945, juga mengakui hukum dasar yang tidak tertulis. Perlu
diperhatikan bahwa kaidah-kaidah hukum ketatanegaraa terdapat juga pada
berbagai peaturan ketatanegaraan lainnya seperti dalam TAP MPR, UU, Perpu, dan
sebagainya.
Hukum dasar tidak
tertulis yang dimaksud dalam UUD 1945 adalah konvensi atau kebiasaan
ketatanegaraan dan bukan hukum adat (juga tidak tertulis), terpelihara dalam
praktek penyelenggaraan negara.
Meminjam rumusan (dalam
teori) mengenai konvensi dari AV. Dicey : adalah ketentuan yang mengenai
bagaimana seharusnya mahkota atau menteri melaksanakan “discretionary powers”
Directionary Powers
adalah kekuasaan untuk bertindak atau tidak bertindak yang semata-mat
didasarkan kebijaksanaan atau pertimbangan dari pemegang kekuasaan itu sendiri.
Hal di atas yang
mula-mula mengemukakan adalah Dicey di kalangan sarjana di Inggris, pendapat
tersebut dapat diterima, lebih lanjut beliau memerinci konvensi ketatanegaraan
merupakan hal-hal sebagai berikut:
a) Konvensi adalah bagian dari kaidah
ketatanegaraan (konstitusi) yang tumbuh, diikuti dan ditaai dalam praktek
penyelenggaraan negara.
b) Konvensi sebagai bagian dari konstitusi
tidak dapat dipaksakan oleh (melalui) pengadilan.
c) Konvensi ditaati semata-mata didorong
oleh tuntutan etika, akhlak atau politik dalam penyelenggaraan negara.
d) Konvensi adalah ketentuan-ketentuan
mengenai bagaimana seharusnya discretionary powers dilaksanakan.
Menyinggung
ketatanegaraan adalah tak terlepas dari organisasi negara, di sini meuncul
pertanyaan yaitu : “apakah negara itu?” Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita
pinjam “Teori Kekelompokan” yang dikemukakan oleh Prof. Mr. R. Kranenburg
adalah sebagai berikut:
“Negara itu pada
hakikatnya adalah suatu organissasi kekuasaan yang diciptakan oleh sekelompok
manusia yang disebut bangsa dengan tujuan untuk menyelenggarakan kepentingan
mereka bersama”.
Tentang negara muncul
adanya bentuk negara dan sistem pemerintahan, keberadaan bentuk negara menurut
pengertian ilmu negara dibagi menjadi dua yaitu: Monarki dan Republik, jika
seorang kepala negara diangkat berdasarkan hak waris atau keturunan maka bentuk
negara disebut Monarki dan kepala negaranya disebut Raja atau Ratu. Jika kepala
negara dipilih untuk masa jabatan yang ditentukan, bentuk negaranya disebut
Republik dan kepala negaranya adalah Presiden.
Bentuk negara menurut
UUD 1945 baik dalam Pembukaan dan Batang Tubuh dapat diketahui pada pasal 1 ayat 1, tidak menunjukkan adanya
persamaan pengertian dalam menggunakan istilah bentuk negara (alinea ke-4),
“...... maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang berkedaulan rakyat dengan berdasar
kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,...... dan seterusnya. Negara Indonesia adalah
negara kesatuan yang berbentuk republik.”
Dalam sistem
ketatanegaraan dapat diketahui melalui kebiasaan ketatanegaraan (convention),
hal ini mengacu pengertian Konstitusi, Konstitusimengandung dua hal yaitu :
Konstitusi tertulis dan Konstitusi tidak tertulis, menyangkut konstitusi
sekelumit disampaikan tentang sumber hukum melelui ilmu hukum yang membedakan
dalam arti material adalah sumber hukum yang menentukan isi dan substansi hukum
dalam arti formal adalah hukum yang dikenal dari bentuknya, karena bentuknya
itu menyebabkan hukum berlaku umum, contoh dari hukum formal adalah
Undang-Undang dalam arti luas, hukum adat, hukum kebiasaan, dan lain-lain.
Konvensi atau hukum
kebiasaan ketatanegaraan adalah hukum yang tumbuh dalam praktek penyelenggaraan
negara, untuk melengkapi, menyempurnakan, menghidupkan mendinamisasi kaidah-kaidah
hukum perundang-undangan. Konvensi di Negara Republik Indonesia diakui
merupakan salah satu sumber hukum tata negara.
Pengertian
Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 2 kelompok yaitu: Pembukaan, Batng Tubuh
yang memuat pasal-pasal, dan terdiri 16 bab, 37 pasal, 3 pasal aturan peralihan
dan aturan tambahan 2 pasal. Mengenai kedudukan Undang-Undang Dasar 1945
sebagai sumber hukum tertinggi, Pancasila merupakan segala sumber hukum.
Dilihat dari tata urutan peraturan perundang-undangan menurut TAP MPR No.
III/MPR/2000, tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan.
TAP MPR NO XX/MPRS/1966
TAP MPR NO III/MPR/2000
Tata urutannya sebagai
berikut:
1. UUD 1945
2. TAP MPR
3. Undang-Undang / Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang
4. Peraturan Pemerintah
5. Keputusan Presiden
6. Peraturan Pelaksanaan lainnya seperti:
· Peraturan Menteri
· Instruksi Menteri
Tata urutannya sebagai
berikut:
1. UUD 1945
2. TAP MPR RI
3. Undang-Undang
4. Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu)
5. Peraturan Pemerintah
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah
Sifat Undang-Undang
Dasar 1945, singakt namun supel, namun harus ingat kepada dinamika kehidupan masyarakat
dan Negara Indonesia, untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Pasalnya hanya 37 buah, hanya mengatur
pokok-pokoknya saja, berisi instruksi kepada penyelenggaraan negara dan
pimpinan pemerintah untuk:
· Menyelenggarakan pemerintahan negara
dan
· Mewujudkan kesejahteraan sosial
b. Aturan pelaksanaan diserahkan kepada
tataran hukum yang lebih rendah yakni Undang-Undang, yang lebih cara membuat,
mengubah, dan mencabutnya.
c. Yang penting adalah semangat para
penyelenggara negara dan pemerintah dalam praktek pelaksanaan
d. Kenyataan bahwa UUD 1945 bersifat singkat
namun supel seperti yang dinyatakan dalam UUD 1945, secara kontekstual, aktual
dan konsisten dapat dipergunakan untuk menjelaskan ungkapan “Pancasila
merupakan ideologi terbuka” serta membuatnya operasional.
e. Dapat kini ungkapan “Pancasila merupakan
ideologi terbuka” dioperasikan setelah ideologi Pancasila dirinci dalam tataran
nilai. Pasal-pasal yang mengandung nilai-nilai Pancasila (nilai dasar) yakni
aturan pokok di dalam UUD 1945 yang ada kaitannya dengan pokok-pokok pokiran
atau ciri khas yang terdapat pada UUD 1945. Nilai instrumen Pancasila, yaitu
aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu (TAP MPR, UU, PP, dsb).
Fungsi dari
Undang-Undang Dasar merupakan suatu alat untuk menguji peraturan
perundang-undangan di bawahnya apakah bertentangan dengan UUD di samping juga
merupakan sebagai fungsi pengawasan.
Makna Pembukaan UUD
1945 merupakan sumber dari motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa
Indonesia yang merupakan sumber dari cita hukum dan cita moral yang ingin
ditegakkan baik dalam lingkungan nasional maupun dalam hubungan pergaulan
bangsa-bangsa di dunia. Pembukaan yang telah dirumuskan secara padat dan hikmat
dalam alinea 4 itu, setiap alinea mengandung arti dan makna yang sangat
mendalam, mempunyai nilai-nilai yang dijunjung bangsa-bangsa beradab, kemudian
di dalam pembukaan tersebut dirumuskan menjadi alinea 4.
Alinea pertama berbunyi
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab
itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan.”
1. Adanya keteguhan dan kuatnya pendirian
bangsa Indonesia membela kemerdekaan melawan penjajah.
2. Tekad bangsa Indonesia untuk merdeka dan
tekad untuk tetap berdiri dibarisan yang paling depan untuk menentang dan
menghapus penjajahan diatas dunia.
3. Pengungkapan suatu dalil obyektif, yaitu
bahwa penjajahan tidak sesuai dengan perkemanusiaan dan perikeadilan; penjajah
harus ditentang dan dihapuskan.
4. Menegaskan kepada bangsa / pemerintah
Indonesia untuk senantiasa berjuang melawan setiap bentuk penjajahan dan
mendukung kemerdekaan setiap bangsa.
Alinea kedua berbunyi :
“Dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan
pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil dan makmur”, makna yang terkandung di sini adalah:
1. Bahwa kemerdekaan yang merupakan hak
segala bangsa itu bagi bangsa Indonesia, dicapai dengan perjuangan pergerakkan
bangsa Indonesia.
2. Bahwa perjuangan pergerakan tersebut
telah sampai pada tingkat yang menentukan, sehingga momentum tersebut harus
dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan.
3. Bahwa kemerdekaan bukan merupakan tujuan
akhir tetapi masih harus diisi dengan mewujudkan Negara Indonesia yang bebas,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur, yang tidak lain adalah merupakan cita
–cita bangsa Indonesia ( cita –cita nasional ).
Alinea ke tiga berbunyi
: “Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan
luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia
menyatakan dengan ini kemerdekaannya “. Maknanya adalah:
1. Motivasispiritual yang luhur bahwa
kemerdekaan kita adalah berkat ridho Tuhan.
2. Keinginan yang didambakan oleh segenap
bangsa Indonesia terhadap suatu kehidupan di dunia dan akhirat.
3. Penguuhan dari proklamasi kemerdekaan
Alinea ke-empat
berbunyi : “Kemudian daripada itu untuk membentuk pemerintahan Negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamian abadi,
keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia “.
Alinea ke empat ini
sekaligus mengandung :
1. Fungsi sekaligus tujuan Negara Indonesia
yaitu:
· Melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia
· Memajukan kesejahteraan umum
· Mencerdaskan kehidupan bangsa dan
· Ikut serta melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial
2. Susunan / bentuk Negara adalah Republik
3. Sistem pemerintahan Negara adalah
Kedaulatan Rakyat
4. Dasar Negara adalah Pancasila,
sebagaimana seperti dalam sila–sila yang terkandung di dalamnya.
Dari uraian diatas
maka, sementara dapat disimpulkan bahwa sungguh tepat apa yang telah dirumuskan
di dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu: Pancasila merupakan landasan ideal bagi
terbentuknya masyarakat adil dan makmur material dan spiritual di dalam Negara
Republik Indonesia yang bersatu dan demokratif.
Sebelmu menjelaskan
mengenai sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 disampaikan terlebih dahulu mengenai struktur ketatanegaraan pada umumnya.
Istilah struktur ketatanegaraan di sini adalah terjemahan dari istilah Inggris
“The Structure of Government”. Pada umunya struktur ketatanegaraan suatu negara
meliputi dua suasana, yaitu: supra struktur politik dan infra struktur politik.
Yang dimaksud supra struktur politik dan infra struktur di sini adalah segala
sesuatu yang bersangkutan dengan apa yang disebut alat-alat perlengkapan negara
termasuk segala hal yang berhubungan dengannya. Hal-hal yang termasuk dalam
supra struktur politik ini adalah : mengenai kedudukannya, kekuasaan dan
wewenagnya, tugasnya, pembentukannya, serta hubungan antara alat-alat
perlengkapan itu satu sama lain. Adapun infra struktur politik meliputi lima
macam komponen, yaitu : komponen Partai Politik, komponen golongan kepentingan,
komponen alat komunikasi politik, komponen golongan penekan, komponen tokoh
politik.
Praktek ketatanegaraan
Negara Republik Indonesia sebelum amandemen UUD 1945 dapat diuraikan mengenai
pendapat-pendapat secara umum yang berpengaruh berpendapat, UUD 1945 dan
Pancasila harus dilestarikan. Upaya pelestarian ditempuh dengan cara antara
lain tidak memperkenankan UUD 1945
diubah. Secara hukum upaya tersebut diatur sebagai berikut:
MPR menyatakan secara
resmi tidak akan mengubah UUD 1945 seperti tercantum dalam TAP MPR No.
I/MPR/1983, pasal 104 berbunyi sebagai berikut “Majelis berketetapan untuk
mempertahankan UUD 1945 tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahan
serta akan melaksanakan secara murni dan konsekuen.”
Diperkenalkannya
“referendum” dalam sistem ketatanegaraan RI. Kehendak MPR untuk mengubah UUD
1945 harus terlebih dahulu disetujui dalam sebuah referendum sebelum kehendak
itu menjelma menjadi perubahan UUD. Referendum secara formal mengatur tentang
tata cara perubahan UUD 1945 secara nyata. Lembaga ini justru bertujuan untuk
mempersempit kemungkinan mengubah UUD 1945, hal ini dapat diketahui pada bunyi
konsideran TAP MPR No. IV/MPR/1983 yang berbunyi “Bahwa dalam rangka
makinmenumbuhkan kehidupan demokrasi Pancasila dan keinginan untuk meninjau
ketentuan pengangkatan 1/3 jumlah anggota MPR perlu ditemukan jalan
konstitusional agar pasal 37 UUD 1945 tidak mudah digunakan untuk merubah UUD
1945.”
Kata “melestarikan” dan
“mempertahankan” UUD 1945 secara formal adalah dengan tidak mengubah
kaidah-kaidah yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 diakui bahwa UUD 1945
seperti yang terdapat di dalam penjelasan adalah sebagai berikut:
“Memang sifat auran itu
mengikat, oleh karena itu makin “supel” (elastic) sifatnya aturan itu makin
baik. Jadi kita harus menjaga supaya siatem UUD jangan sampai ketinggalan
jaman.”
Dari uraian di atas
dapat diketahui adanya dua prinsip yang berbeda yaitu : yang pertama,
berkeinginan mempertahankan, sedangkan prinsip yang kedua, menyatakan UUD
jangan sampai ketinggalan jaman, yang artinya adanya “perubahan”, mengikuti
perkembangan jaman. Dalam hal ini perlu dicari jalan keluar untuk memperjelas
atas kepastian hukum dalam ketatanegaraan. Jalan keluar salah satu diantaranya
bentuk ketentuan yang mengatur cara melaksanakan UUD 1945 adalah konvensi.
Konvensi merupakan keadaan sesungguhnya untuk melaksanakan UUD 1945. Untuk
melestarikan atau mempertahankan UUD 1945 yaitu agar UUD 1945 dapat dilihat
sebagai aspek statis dari upaya mempertahankan atau melestarikan UUD 1945.
Selain alasan-alasan di
atas, kehadiran konvensi dalm sistem ketatanegaraan RI, didorong pula oleh:
1. Konvensi merupakan sub sistem konstitusi
yang selalu ada di setiap negara.
2. Republik Indonesia adalah negara yang
berkedaulatan rakyat. Konvensi merupakan salah satu sarana untuk menjamin
pelaksanaan kedaulatan rakyat.
Di dalam memperjelas
mengenai ketatanegaraan di Indonesia, pada UUD 1945 sebelum amandemen dapat
dilihat pada bagan lampiran tersendiri, dan setelah UUD 1945 dilakukan
amandemen yang pertama disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999, kedua pada
tanggal 18 Agustus 2000, ketiga pada tanggal 9 November 2001 dan keempat pada
tanggal 10 Agustus 2002, dari amandemen UUD 1945 tampak terlihat adanya
perubahan struktur ketatanegaraan RI yang selanjutnya di dalam struktur setelah
amandemen adanya lembaga baru yaitu Mahkamah Konstitusi dalam hal ini diatur ke
dalam UUD 1945 yang diamandemen pasal 7B ayat 1-5 yang intinya adalah
menyangkut jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Apabila Presiden dan Wakil
Presiden melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
seperti melakukan korupsi, penyuapan, dan lainlain harus diajukan terlebih
dahulu ke Mahkamah Konstitusi untuk diperiksa, diadili dan diputuskan
seadil-adilnya. Dalam hal ini, DPR mengajukan masalahnya ke Mahkamah Konstitusi
selanjutnya diserahkan kepada MPR untuk diambil langkah-langkah selanjutnya
dalam sidang istimewa.
Hubungan negara dan
warga negara serta HAM menurut UUD 1945 dilihat dari sejarah bangsa Indonesia
tentang kewarganegaraan pada Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana pasal 26 ayat
1 menentukan bahwa “Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa
Indonesia asli dan orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-Undang sebagai
warga negara”, sedangkan ayat 2 menyebutkan bahwa “Syarat-syarat mengenai
kewarganegaraan ditetapkan dengan Undang-Undang.”
Mengacu pada pembahasan
oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, masalah hak
asasi manusia Indonesia menjadi perdebatan sengit. Ada yang mengusulkan agar
hak asasi manusia dimasukkan ke dalam ide tetapi ada juga yang menolaknya. Pada
akhirnya antara pro dan kontra tentang hak asasi manusia dimasukkan dalam UUD
dilengkapi suatu kesepakatan yaitu masuk ke dalam pasal-pasal : 27, 28, 29, 30,
31, 32, 33, dan 34. Yang dimaksud kewajiban asasi adalah setiap pribadi untuk
berbuat agar eksistensi negara atau masyarakat dapat dipertahankan, sebaliknya
negara memiliki kemampuan menjamin hak asasi warga negaranya. Mengenai hak
asasi manusia merupakan hak yang melekat pada diri manusia itu sejak lahir,
terlihat dari uraian di atas mengenai hubungan antar warga negara masing-masing
memiliki hak dan kewajiban.
C. MEMAHAMI DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945
Setelah ditetapkan oleh
PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dalam pelaksanaannya, Undang-Undang Dasar 1945
mengalami masa berlaku dalam dua kurun waktu yaitu:
1. Kurun waktu pertama sejak tanggal 18
Agustus 1945 sampai dengan tanggal 27 Desember 1949.
2. Kurun waktu kedua sejak tanggal 5 Juli
1959 (Dekrit Presiden) sampai sekarang dan ini terbagi lagi menjadi ketiga masa
yaitu : Orde Lama, Orde Baru dan msa Reformasi.
Sedangkan antara akhir
tahun 1949 samapu dengan tahun 1959 berlaku konstitusi RIS dan UUDS 1950. Dalam
kurun waktu pertama tersebut sistem pemerintahan negara menurut UUD 1945 belum
dapat berjalan sebagaimana mestinya, karena pada masa tersebut seluruh potensi
bangsa dan negara sedang tercurahkan kepada upaya untuk memebela dan
mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dimana kondisi pemerintah
sedang diwarnai gejolak politik dan keamanan. Gejolak tersebut diantaranya
terjadi pemberontakan dimana-mana, dan terjadi agresi Belanda kedua.
Pada pelaksanaan UUD
1945 kurun waktu di atas mengenai kelembagaan negara seperti yang ditentukan
dalam UUD 1945 belum dapat dibentuk sebagaimana mestinya, sehingga sistem
pemerintahannya belum dapat dilaksanakan dengan baik. Dalam kurun waktu ini
sempat diangkat anggota Dewan Pertimbangan Agung sementara MPR dan DPR belum
dapat dibentuk sesuai dengan ketentuan pasal IV aturan peralihan, sebelum MPR,
DPR, dan DPA dibentuk segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan
bantuan Komite Nasional. Berdasarkan ketentuan tersebut Presiden mempunyai
kekuasaan yang sangat besar.
Penyimpangan
konstitusional yang sangat prinsipil yang terjadi dalam kurun waktu ini adalah
perubahan Sistem Kabinet Presidensial menjadi kabinet Parlementer. Atau usul
Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) tanggal 11 November 1945
kemudian disetujui Presiden diumumkan maklumat pemerintah tanggal 14 November
1945 isinya mengenai sistem Kabinet Presidensial menjadi Kabinet Parlementer.
Sejak saat ini kekuasaan pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri sebagai
pemimpin kabinet. Perdana Menteri dan para menteri baik secara bersama-sama
atau sendiri-sendiri bertanggung-jawab kepada BPKNIP yang berfungsi sebagai
Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan demikian maklumat pemerintah tanggal 14
November 1945 jelas merupakan penyimpangan dari ketentuan UUD 1945.
Penyimpangan ini sangat mempengaruhi stabilitas politik maupun pemerintahan.
Dalam kondisi seperti ini kemudian berdiri Negara RIS, dimana Negara Indonesia
merupakan bagian dari Negara RIS tersebut. Secara de facto Negara RI memiliki kekuasaan
hanya sebagian pulau Jawa dan Sumatera, pusat pemerintahan di Yogyakarta.
Negara federal RIS
tidak bertahan lama, mulai tanggal 17 Agustus 1950 susunan negara federal RIS
berubah menjadi susunan Negara Kesatuan RI. Tetapi menggunakan Undang-Undang
Dasar yang lain yaitu menggunakan UUD Sementara 1950. Menurut UUDS, sistem
pemerintahan yang dianut adalah parlementer bukan sistem pemerintahan
presidensial. Pertanggungjawaban para menteri itu juga kepada parlemen yaitu
DPR. Kedudukan Presiden tidak dapat diganggu gugat. Landasan pemikiran sistem
pemerintahan itu didasarkan kepada demokrasi liberal yang dianut oleh
negara-negara barat sedangkan sistem presidensial berpijak pada landasan
demokrasi pancasila yang berintikan kerakyatan dan Presiden yang bertanggungjawab
kepada MPR.
UUD 1945 merupakan
hukum dasar terpilih yang bersifat mengikat bagi pemerintah, lembaga negara,
lembaga masyarakat dan setiap warga negara Indonesia, sehinggga semua produk
hukum seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, serta kebijakan Pemerintah
harus selalu berdasarkan dan bersumber kepada norma, aturan dan ketentuan yang
diberlakukan oleh UUD 1945 di samping hukum dasar yang tertulis terdapat juga
hukum dasar yang tak tertulis, yaitu aturan-aturan yang timbul dan terpelihara
dalam praktek penyelenggaraan negara yang disebut konvensi, dimana dalam
pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.
Sejak dikeluarkan
Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, yang disebabkan oleh tidak terjaminnya
stabilitas politik, keamanan maupun ekonomi, Konstituante (hasil Pemilu 1955)
yang mempunyai tugas untuk membuat UUD pengganti UUDS 1950 gagal menyusun dan
menetapkan Undang-Undang Dasar. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 mengandung beberapa
diktum yang sangat penting, yaitu:
a. Menetapkan pembubaran konstituante
b. Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945
berlaku lagi
c. Pmebentukan MPRS yang terdiri atas
anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah utusan-utusan dari
daerah-daerah dan golongan serta DPA sementara segera diselenggarakan sidang.
Masa antara tahun 1959
sampai 1965 (Orde Lama) lembaga-lembaga negara belum dibentuk seperti yang
ditentukan oleh UUD 1945. Lembaga-lembaga tersebut di atas sifatnya masih
sementara dan fungsinya juga belum sesuai dengan UUD 1945, misalnya:
Presiden telah
mengeluarkan produk-produk legislatif yang mestinya berbentuk Undang-Undang
(dengan persetujuan DPR) dalam bentuk penetapan Presiden tanpa persetujuan DPR.
MPRS melalui ketetapan
MPR No. II/MPRS/1963 mengangkat Presiden Soekarno seumur hidup disini
bertentangan dengan UUD 1945 yang menyatakan masa jabatan Presiden 5 tahun dan
sesudahnya dipilih kembali.
Hak budjet DPR tidak
berjalan karena pemerintah tidak mengajukan RUU APBN untuk mendapatkan
persetujuan DPR. Bahkan pada tahun 1960, karena DPR tidak menyetujui RAPBN yang
diajukan oleh pemerintah, maka Presiden lalu membubarkan DPR.
Kekuasaan peradilan
menjadi tidak bebas campur tangan pemerintah hal ini terlihat dalam
Undang-Undang No. 19 tahun 1964 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan
kehakiman dimana pasal 19 menyatakan bahwa Presiden dapat turun atau campur
tangan dalam soal-soal peradilan.
Beberapa akibat kasus
penyimpangan UUD 1945 tersebut membawa buruknya keadaan politik dan keamanan
serta kemerosotan dibidang ekonomi. Keadaan demikian mencapai puncaknya pada
pemberontakan G-30-S PKI yang gagal pada tahun 1965.
Kurun waktu Orde Baru
tahun 1966 sampai 1998 yang mempunyai tekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Karena telah terbukti bahwa pemberontakan G-30-S
yang didalangi oleh PKI maka rakyat menghendaki dan menuntut PKI dibubarkan.
Namun pada waktu itu pimpinan negara tidak mau memenuhi tuntutan rakyat
sehingga timbul situasi konflik antara rakyat satu pihak dan Presiden di lain
pihak. Keadaan dibidang politik, ekonomi, dan keamanan semakin tidak
terkendali. Oleh karena itu, rakyat dengan dipelopori oleh pemuda/mahasiswa
menyampaikan tuntutannya yaitu Tri Tuntutan Rakyat (TRITURA) yaitu:
1. Bubarkan PKI
2. Bersihkan kabinet dari unsur-unsur PKI
3. Turnkan harga-harga/perbaikan ekonomi
Gerakan TRITURA semakin
meningkat sehingga Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret 1966
kepada Letnan Jendral TNI Soeharto, dengan lahirnya SUPERSEMAR oleh rakyat
dianggap sebagai lahirnya Orde Baru.
Dengan berlandaskan
pada Surat Perintah 11 Maret 1966, pengemban SUPERSEMAR pada tanggal 12 Maret
1966 membubarkan PKI dan ormas-ormasnya. Dalam masa ini telah dapat berhasil
melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 dalam hal pembentukan lembaga-lembaga
negara dan lain-lain, namun perkembangan lebih lanjut Orde Baru di dalam
melaksanakan kekuasaan negara/pemerintah, sejalan dengan proses yang dihadapi
ternyata terjadi penyimpangan-penyimpangan yang terlihat kepada pelaksanaan
kekuasaan pemerintah mengarah otoriter. Dari pemerintah otoriter ini muncul
terjadinya konflik horisontal maupun vertikal yang diakhiri oleh lengsernya
Presiden Soeharto tanggal 21 Mei 1998, kemudian beralih kepada pemerintah
reformasi.
UUD 1945 pada masa era
globalisasi yang ditandai oleh reformasi berawal dari ketetapan MPR RI No.
IV/MPR/1999 tentang GHBN kemudian disusul oleh TAP MPR yang lain. Dari segi
pengembangan hukum terlihat pada TAP MPR No. III/MPR/2000 tentang sumber hukum
dan tata urutan peraturan perundangan.
Sejak adanya amandemen
UUD 1945 yang pertama, tersirat materi muatan konstitusi hanya diatur dalam UUD
1945 kemudian amandemen tersebut sampai perubahan keempat, secara lengkap
proses amandemen pasal-pasal dimaksud dapat diperhatikan pada lampiran. Di
dalam era reformasi ini, Pancasila tetap dipertahankan sebagai Dasar Negara dan
Pancasila sebagai ideologi nasional ayng merupakan cita-cita dari tujuan
negara. Di dalam pengembangan lebih lanjut bahwa Pancasila sebagai paradigma
yaitu merupakan pola pikir atau kerangka berpikir, di sini menunjukkan bahwa
pembukaan UUD 1945 memiliki peranan penting yang menjadi satu kesatuan bersama
UUD 1945. Menyangkut amandemen UUD 1945 dimaksud diantaranya adalah untuk
menghadapi perkembangan yang begitu cepat terjadi di dunia ini.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, adalah konstitusi negara Republik
Indonesia yang disahkan sebagai undang-undang dasar negara oleh PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945, yang pada kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945
mengalami 4 kali perubahan (amandemen), yang merubah susunan lembaga-lembaga
dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.
Indonesia adalah Negara
demokrasi yang berdasarkan atas hukum. Oleh karena itu, dalam segala aspek
pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara diatur dalam sistem peraturan
perundang-undangan. Hal inilah yang dimaksud dengan pengertian Pancasila dalam
konteks ketatanegaraan Republik Indonesia.
http://diary-mybustanoel.blogspot.co.id/2012/02/makalah-pancasila-dalam-konteks.html