Pantaskah Lurah di DKI Digaji Rp 33 Juta?

Tags


 


 
Jessi Carina Lurah Gondang dia Susan Jasmine Zulkifli sedang berbincang dengan para kepala seksi dan sekretaris kelurahannya di Kantor Lurah Gondangdia, Senin (16/1/2015).
JAKARTA, KOMPAS.com - Lurah di DKI Jakarta mengalami kenaikan take home pay Rp 20 juta, menjadi Rp 33.730.000 sebulan. Pantaskah seorang lurah menerima gaji sebesar itu?

Lurah Gondangdia, Susan Jasmine Zulkifli, menceritakan beratnya tugas seorang lurah sehari-harinya. Pasalnya, seorang lurah harus bertanggung jawab penuh terhadap wilayah pimpinannya.

Ada cerita menarik, kemarin Kelurahan Gondangdia menerima surat panggilan dari pengadilan sebagai saksi. Ternyata, ada kasus perdata mengenai kepemilikan tanah salah satu warga Gondangdia. Susan mengatakan, surat semacam itu bukan kali pertamanya hadir.

"Yang lucu itu, waktu itu ada surat kaya gini juga, saya baca pelan-pelan sama staf saya. Enggak tahunya perkara tahun 1965. Saya ketawa. Saya tanya ke staf saya, 'kamu udah lahir belum tahun segitu? Saya aja belum'," ujar Susan di Kantor Lurah Gondangdia, Kamis (29/1/2015).

"Masa kita aja belum lahir tapi tahu-tahu jadi tersangka," tambah Susan.

Susan mengatakan, biasanya, jika ada panggilan seperti itu, dia akan meminta salah satu pegawai kelurahan untuk datang. Tentunya, pegawai yang sudah lama bertugas di Kelurahan Gondangdia.

Biasanya, pertanyaan yang diajukan seputar tanah yang disengketakan. Apakah benar berada di Gondangdia dan berapa luasnya. Susan mengatakan, itu adalah salah satu contoh besarnya risiko seorang lurah.

Sebagai lurah, Susan harus berhati-hati dalam menandatangani sebuah surat. Susan bercerita beberapa waktu lalu ada pengajuan surat ahli waris ke Kelurahan Gondangdia. Selama beberapa hari, dia tidak menandatangani surat tersebut. Alasannya, berkas yang diperlukan masih kurang.

"Pas orangnya nanya kok belum tanda tangan? Saya suruh lengkapi dulu. Surat waris kan harus lengkap ya tanda tangan semua anak. Nanti kalau saya asal tanda tangan terus enggak tahunya ada anak yang engga setuju, kena saya," ujar Susan.

Susan menghindari kemungkinan terjadi sengketa terhadap dokumen yang ia tandatangani. Sementara, Susan juga mengaku tidak menguasai betul soal pertanahan. Wakil lurah Susan, sewaktu ia menjabat sebagai lurah Lenteng Agung dulu, bisa dibilang paham soal tanah. Susan mengatakan, terkadang dia sampai memanggil mantan wakilnya itu untuk membantunya memastikan surat tanah.

Susan mengatakan, seorang lurah harus menguasai wilayahnya masing-masing. Lurah juga sebagai pihak yang bersinggungan langsung dengan rakyat. Posisi ini, begitu rawan terhadap praktik pungli. Susan mengatakan, penandatanganan surat tersebut juga menjadi lahan basah bagi lurah untuk mendapat uang tambahan.

"Tapi kita kan kerja lurus aja. Kita juga jaga keselamatan diri kita sendiri. Dan lurah setelah kita. Jangan sampai lurah setelah saya dapat panggilan seperti ini atas perkara di jaman saya," ujar Susan.

Sehingga, Susan memahami keinginan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang menaikan gaji PNS. Terutama TKD, Susan mengatakan TKD tidak diberikan dalam jumlah yang sama tiap bulannya. Melainkan dari kinerja lurah dalam menyelesaikan persoalan. Hal ini agar para lurah takut dalam mengambil pungutan illegal kepada masyarakat.

"Kalau Pak Gubernur memang maunya seperti itu. Tapi kalau kamu udah digaji segitu masih dalam tanda kutip 'main', ya sanksinya dipecat," ujar Susan.

berita ini diambil dari  :

http://megapolitan.kompas.com/read/2015/01/30/08483001/Pantaskah.Lurah.di.DKI.Digaji.Rp.33.Juta.?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Khlwp

Ikuti perkembangan berita ini di kompas.com dalam topik:

Penulis: Jessi Carina
Editor : Ana Shofiana Syatiri

Artikel Terkait