Bangsa Indonesia lahir dan bangkit melalui sejarah
perjuangan masyarakat bangsa yang pernah dijajah oleh Belanda dan Jepang.
Akibat penjajahan bangsa Indonesia sangat menderita, tertindas lahir dan batin,
mental dan materiil, mengalami kehancuran di bidang ekonomi, politik, sosial,
budaya, dan pertahanan keamanan hingga sisa-sisa kemegahan dan kejayaan
Nusantara seperti Sriwijaya dan Majapahit yang dimiliki rakyat di bumi pertiwi,
sirna, dan hancur tanpa sisa.
Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat
panjang dimulai sejak zaman prasejarah berdasarkan penemuan "Manusia
Jawa". Secara geologi, wilayah nusantara merupakan pertemuan antara tiga
lempeng benua, yaitu lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng
Pasifik.
Para cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara atau
kerajaan Hindu Jawa Dwipa di pulau Jawa dan Sumatera sekitar 200 SM. Bukti
fisik awal yang menyebutkan mengenai adanya dua kerajaan bercorak Hinduisme
pada abad ke-5, yaitu Kerajaan Tarumanagara
139
yang menguasai Jawa Barat dan Kerajaan Kutai di pesisir
Sungai Mahakam, Kalimantan.
Pada abad ke-4 hingga abad ke-7, di wilayah Jawa Barat
terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara yang
dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga
abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatera yang
beribukota di Palembang. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah
sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu.
Selanjutnya, pada abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya
sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun
1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang
kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung
Melayu.
Kejayaan Sriwijaya dan Majapahit merupakan sejarah awal
pengenalan wilayah kepulauan Nusantara yang merupakan tanah air bangsa
Indonesia. Sebutan Nusantara diberikan oleh seorang pujangga pada masa Kerajaan
Majapahit, kemudian pada masa penjajahan Belanda sebutan ini diubah oleh
pemerintah Belanda menjadi Hindia Belanda.
Indonesia berasal dari bahasa latin indus dan nesos yang
berarti India dan pulau-pulau. Indonesia merupakan sebutan yang diberikan untuk
pulau-pulau yang ada di Samudra India dan itulah yang dimaksud sebagai satuan
140
pulau yang kemudian disebut dengan Indonesia (Setidjo,
Pandji, 2009).
Pada tahun 1850, George Windsor Earl seorang Inggris etnolog
mengusulkan istilah Indunesians dan preperensi Malayunesians untuk penduduk
kepulauan Hindia atau Malayan Archipelago. Kemudian seorang mahasiswa bernama
Earl James Richardison Logan menggunakan Indonesia sebagai sinonim untuk
Kepulauan Hindia. Namun dikalangan akademik Belanda, di Hindia Timur enggan
menggunakan Indonesia sebaliknya mereka menggunakan istilah Melayu Nusantara
(Malaische Archipel). Sejak tahun 1900 nama Indonesia menjadi lebih umum
dikalangan akademik di luar Belanda, dan golongan nasionalis Indonesia
menggunakan nama Indonesia untuk ekspresi politiknya. Adolf Bastian dari
Universitas Berlin memopulerkan nama Indonesia melalui bukunya Indonesien oder
die inseln des malayischen arcipels (1884-1894). Kemudian sarjana bahasa
Indonesia pertama yang menggunakan nama Indonesia adalah Suwardi Suryaningrat
(Ki Hajar Dewantara) ketika ia mendirikan kantor berita di Belanda dengan nama
Indonesisch Pers-Bureau di tahun 1913.
Penduduk yang hidup di wilayah Nusantara menempati ribuan
pulau. Nenek moyang masyarakat Nusantara hidup dalam tata masyarakat yang
teratur, bahkan dalam bentuk sebuah kerajaan kuno, seperti Kutai yang berdiri
pada abad V di Kalimantan Timur, Tarumanegara di Jawa Barat, dan Kerajaan
Cirebon pada abad II (Setidjo, Pandji, 2009). Kemudian beberapa abad setelah
itu berdiri Kerajaan
141
Sriwijaya pada abad VII, Kerajaan Majapahit pada abad XIII,
dan Kerajaan Mataram pada abad XVII.
Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, dan Mataram menunjukkan
kejayaan yang dimiliki wilayah Nusantara dan pada waktu itu sejarah mencatat
bahwa wilayah Nusantara berhasil dipersatukan dan mengalami kemakmuran yang
dirasakan seluruh rakyat.
Mengenai sejarah Nusantara ini, Bung Karno pernah
menyampaikan bahwa:
“Kita hanya dua kali mengalami nationale staat, yaitu di
jaman Sriwijaya dan di jaman Majapahit... nationale staat hanya Indonesia
seluruhnya, yang telah berdiri di jaman Sriwijaya dan Majapahit dan yang kini
pula kita harus dirikan bersama-sama.” (Pidato “Lahirnya Pacasila” yang
disampaikan Bung Karno di depan Dokuritsu Junbi Tyoosakai pada 1 Juni 1945).
Kerajaan Majapahit merupakan cikal bakal negara Indonesia.
Majapahit yang keberadaannya sekitar abad XIII sampai abad XV adalah kerajaan
besar yang sangat berjaya, terlebih pada masa pemerintahan Mahapatih Gajah Mada
yang wafat disekitar 1360-an. Gajah Mada adalah Mahapatih Majapahit yang sangat
disegani, dia lah yang berhasil menyatukan Nusantara yang terkenal dengan
“Sumpah Palapa” (sumpah yang menyatakan tidak akan
142
pernah beristirahat atau berhenti berpuasa sebelum Nusantara
bersatu).4
Sumpah Palapa ini yang kemudian mengilhami para founding
fathers kita untuk menggali kembali, menggunakan dan memelihara visi Nusantara,
bersatu dalam Wawasan Nusantara dengan sesanti Bhinneka Tunggal Ika yang
mengandung arti beragam, tetapi sejatinya satu, yang seharusnya berada dalam
satu wadah. Sumpah Palapa yang dikemukakan Mahapatih Gajah Mada yang kemudian
setelah Majapahit berhasil menyatukan daerah-daerah di luar Jawa Dwipa menjadi
Patih Dwipantara atau Nusantara, pada jamannya merupakan visi globalisasi
Majapahit, yaitu meskipun pusat Kerajaan berada di Pulau Jawa (Jawa Dwipa),
namun dia bertekat menyatukan seluruh wilayah Nusantara (pulau-pulau yang
berada di luar pulau Jawa) dalam satu kesatuan, satu kehendak dan satu jiwa.
(Soepandji, Budi Susilo, 2011)
4 Sumpah Palapa adalah pernyataan sumpah yang diucapkan
Gajah Mada pada upacara pengangkatannya menjadi Patih Amangkubhumi Majapahit,
tahun 1258 Saka (1336 M).Sumpah Palapa ini ditemukan pada teks Jawa Pertengahan
Pararaton yang berbunyi: Sira Gajah Mada Patih Amangkubhumi tan ayun amuktia
palapa, sira Gajah Mada: "Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa,
lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tañjung Pura, ring Haru, ring Pahang,
Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa".
([Dia] Gajah Mada Patih Amangkubumi Kerajaan Majapahit tidak akan melepaskan
puasa. Gajah Mada berucap: "Jika telah mengalahkan Nusantara, [baru] saya
akan melepaskan puasa (tidak lagi berpuasa). Jika telah mengalahkan Gurun,
Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik,
[baru] saya akan melepaskan puasa). Dari naskah ini dapat diketahui bahwa
ketika Gajah Mada diangkat sebagai Mahapatih Majapahit, sebagian wilayah
Nusantara yang disebutkan di dalam sumpahnya belum dikuasai Majapahit. Wilayah
tersebut yaitu: Gurun (Nusa Penida), Seran (Seram), Tañjung Pura (Kerajaan
Tanjungpura, Ketapang, Kalimantan Barat), Haru (Sumatera Utara, kemungkinan
merujuk kepada Kerajaan Karo), Pahang (Pahang di Semenanjung Melayu), Dompo
(sebuah daerah di pulau Sumbawa), Bali (Kerajaan Bali), Sunda (Kerajaan Sunda),
Palembang (Kerajaan Sriwijaya), dan Tumasik (Singapura).
143
Meski demikian, sejarah juga mencatat bahwa kejayaan
Kerajaan Majapahit yang berumur lebih dari 2 abad harus berakhir karena
Majapahit mengalami paradoks history setelah Patih Gajah Mada wafat, Kerajaan
Majapahit mengalami perpecahan (semacam balkanisasi di Eropa Timur di akhir
abad XX) dengan ditandai lepasnya kerajaan-kerajaan yang semula berada dalam
kekuasaan Kerajaan Majapahit menjadi kerajaan-kerajan kecil yang berdiri
sendiri. Kewaspadaan nasional yang dimiliki Majapahit sebagai negara bangsa
(nationale staat) dalam konteks berbangsa dan bernegara waktu itu sangat lemah,
sehingga konflik-konflik yang terjadi menyulut perpecahan yang lambat laun
mempengaruhi ketahanan nasional dan menuju ke kehancuran total.
Di tengah kondisi demikian, dan seiring dengan masuknya
bangsa-bangsa Eropa ke wilayah Nusantra sejak di sekitar 1521, mulai Spanyol,
Portugis, kemudian disusul Belanda dengan VOC-nya di sekitar 1602, visi wawasan
nusantara Mahapatih Gajah Mada pada masa Majapahit benar-benar hancur, ditambah
penjajahan Belanda dan Jepang yang berlangsung sekitar 3 setengah abad,
meskipun pada 17 Agustus 1945 Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya.
Namun kenyataannya penjajahan kolonial bisa dikatakan baru berakhir degan
tuntas sejak 27 Desember 1949 (Soepandji, Susilo Budi, 2011).