kumpulan contoh akibat ledakan penduduk

Tags

Apabila kita mengamati gambar di bawah ini secara saksama, kita akan menemukan sebuah keanehan yang jarang terjadi. Berikut adalah gambar salah satu keluarga yang memiliki 13 anak.


 Gambar di atas merupakan salah satu gambar teraneh mengenai dampak ledakan penduduk yang pernah saya temui. Dalam gambar diperlihatkan foto keluarga yang merupakan keluarga berkulit putih. Sungguh ironi ketika tahu bahwa ternyata di negara maju masih ada keluarga yang memiliki 13 anak. Padahal di negara maju telah dikembangkan program keluarga berencana yang ketat agar tidak terjadi ledakan penduduk. Berbeda halnya dengan pernyataan tersebut, keluarga ini malah justru menunjukkan fakta yang sebaliknya.


Aksi yang dilakukan oleh warga ini terjadi di Negara India. Hal ini melebihi yang terjadi di Indonesia. Seperti masyarakat Indonesia pada umumnya, kepadatan penduduk, tingkat kesadaran akan keselamatan yang rendah, pembangunan yang tidak merata, serta kontrol dari aparat yang kalah membuat hal yang tidak diinginkan terjadi. Sama seperti di Indonesia gambar tersebut juga tidak terjadi di setiap hari, melainkan pada saat-saat tertentu saja. Seperti pada saat mudik atupun saat cuti bersama untuk berlibur.
Hal ini disebabkan karena tingkat pembangunan serta distribusi pendapatan yang tidak merata. Pada umumnya di Negara India tingkat pendapatan penduduknya cenderung rendah. Hanya sebagian bahkan hanya yang ada di kota besar saja yang memiliki pendapatan yang mencukupi. Perbedaan distribusi pendapatan juga disebabkan beberapa faktor penunjang untuk mencapai persyaratan standar untuk mendapat pekerjaan. Terutama pada pendidikan dan fasilitas umum. Umumnya fasilitas umum yang memadai hanya ada di kota, berbeda dengan daerah desa. Bila di daerah desa ada pun jumlahnya pasti tidak meencukupi dan dalam kondisi yang kurang baik, bahkan buruk. Begitu pula dengan aparatnya. Kurangnya sosialisasi dari pihak yang berwenang menjadikan tingkat kesadaran pada masyarakat menjadi rendah.
Hal tersebut membuat sikap masyarakat menjadi acuh tak acuh pada keselamatan diri sendiri maupun orang lain. Gambar di atas menunjukkan bahwa keinginan masyarakat untuk melakukan migrasi sangat tinggi pada waktu bersamaan. Dan gambar tersebut justru seperti membentuk pemikiran masyarakat, “Kalau Bisa di Atas, Kenapa di Bawah ???”



Gambar di atas merupakan sebuah ilustrasi yang menggambarkan kemacetan yang terjadi di Jakarta.  Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) memiliki luas sekitar  661,52 km² (lautan: 6.977,5 km²), dengan jumlah penduduk 10.187.595 jiwa (2011). Wilayah metropolitan Jakarta (Jabotabek) yang berpenduduk sekitar 28 juta jiwa, merupakan metropolitan terbesar di Asia Tenggara atau urutan kedua di dunia.  Untuk memenuhi kebutuhan transportasinya, penduduk Jakarta akan menggunakan kendaraan bermotor. Karena banyaknya penduduk yang ada di Jakarta maka banyak pula kendaraan bermotor yang ada baik itu mobil ataupun motor.
            Dari catatan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, jumlah kendaraan di Jakarta dari Januari hingga 21 Desember 2013 sebanyak 16.043.689 unit. Rinciannya sebanyak 11.929.103 unit merupakan sepeda motor, 3.003.499 mobil, 360.022 bus, 617.635 mobil barang, dan 133.430 kendaraan khusus. Jumlah tersebut meningkat 9,8 persen dibanding tahun 2012 yang mencapai 14.618.313 unit. Rinciannya sebanyak 10.825.973 unit merupakan sepeda motor, 2.742.414 mobil, 358.895 mobil penumpang, 561.918 mobil barang, dan 129.113 kendaraan khusus. Tahun ini, jumlah kendaraan diprediksi meningkat sehingga kemacetan membayangi Ibu Kota pada 2014 ini.
            Dalam hal ini terdapat hubungan antara kepadatan jumlah penduduk dan kemacetan kendaraan, yaitu karena penduduk yang banyak maka kebutuhan akan mobilitas transportasi suatu daerah khususnya Jakarta makin meningkat, sehingga kemacetan pun akan terjadi. Kemacetan timbul karena ketidakseimbangan jumlah kendaraan dan kapasitas jalan. Seperti yang kita ketahui bahwa Jakarta dipenuhi dengan gedung-gedung pencakar langit yang membuat luas jalanan berkurang. 
            Kemacetan menimbulkan dampak yang negatif yaitu terhambatnya arus lalu lintas. Hal ini membuat aktivitas penduduk terganggu. Bahkan berangkat pagi pun masih bisa kena macet. Selain itu lingkungan juga ikut terganggu oleh asap kendaraan yang menyebabkan pencemaran udara sedangkan bunyi bising dari kendaraan tersebut menyebabkan pencemaran suara.
            Kurangnya aksi nyata yang dilakukan pejabat yang berkepentingan atau pemerhati transportasi untuk mengurangi kemacetan di Jakarta membuktikan bahwa sebenarnya di negara ini banyak orang pintar tapi sedikit sekali orang yang dapat mengimplementasikan ilmunya.



Gambar diatas menunjukan tentang dampak buruk dari ledakan penduduk.
Ledakan penduduk membuat masyarakat mau tidak mau menggadaikan keselamatannya untuk suatu keperluan. Seperti gambar diatas, seorang ibu yang harus mengantar ke empat anaknya ke sekolah dengan menggunakan sepeda motor. Sepeda motor harusnya dinaiki oleh dua orang namun karena terpaksa maka ibu itu memboyong keempat anaknya untuk naik satu motor sehingga jumlahnya menjadi lima orang dalam satu motor.
Banyak hal yang memaksa sang ibu untuk menggadaikan  keselamatannya dan keselamatan anak-anaknya demi datang tepat waktu di sekolah. Yang pertama, jika sang anak dibiarkan untuk pergi kesekolah sendiri dengan menggunakan kendaraan umum, maka bisa jadi ditakutkannnya terjadi penculikan pada anak-anaknya. Karena sekarang ini banyak kasus tentang penculikan anak yang berujung dengan jual beli anak.
Yang ke dua, jika menggunakan mobil pribadi, belum tentu sang orang tua memiliki uang yang cukup untuk membeli mobil. Dan masih banyak hal lain yang melatar belakangi sang ibu untuk menggadaikan sebuah keselamatan demi sebuah pendidikan sang buah hati.
Untuk menghindari hal tersebut maka seharusnya sang orang tua melakukan KB(keluarga berencana) dengan memiliki anak cukup dua, laki-laki perempuan sama saja, dan dengan jarak yang pantas. Sehingga suatu hari nanti saat anak-anaknya sudah mengenyam bangku sekolah maka biaya pendidikan tidak terlalu besar dan keselamatan pun tidak tergadaikan. Semisal, anak pertamanya duduk dibangku kelas 1 SMP dan anak keduanya baru duduk di bangku kelas 1 SD, sang orang tua bisa mengantarkan sang anak SD dan si anak SMP bisa berangkat sendiri karena sang anak SMP sudah cukup besar dan pasti mampu berangkat sekolah sendiri.
“Keselamatan yang tergadaikan dapat menimbulkan penyesalan di akhir”


Artikel Terkait