(Dis)integrasi dalam Multikulturalisme
Yehezkiel Agung Pratama
Bersatulah semua raih kejayaan
Melengkapi dalam perbedaan
Bersatu membela merah putih tercinta
Bangkitlah Indonesia, buktikan pada dunia
Mari majulah Indonesiaku
(Kutipan lagu : “Bersatulah Indonesia”,
ciptaan Lilyana Tanoesoedibyo)
Secarik lagu di atas yang menjadi salah
satu lagu yang sering diputar di handphone
saya memang memiliki lirik yang terkesan biasa dan sederhana, namun lagu ini
menyuratkan makna yang dalam jika kita hayati. Hal yang luar biasa ketika sang
komposer memasukkan keadaan masyarakat Indonesia yang beragam di dalam lirik
lagu tersebut. “Melengkapi dalam perbedaan” merupakan sebuah frasa yang
seharusnya menjadi moto masyarakat Indonesia yang kaya akan budaya. Lewat lagu
tersebut, kita diajak untuk membangun negeri ini walaupun terselip perbedaan di
antara kita. Hendaknya perbedaan tersebut tidak menjadi suatu penghalang untuk
bersama meraih sukses. Lagu ini mungkin tidak banyak dikenal khalayak umum
terutama anak muda. Realita yang menunjukkan bahwa anak muda zaman sekarang
lebih menggemari lagu dengan tema cinta daripada lagu dengan tema seperti lagu
di atas. Sampai pada akhirnya menyebabkan timbulnya kurangnya kepekaan sosial
masyarakat terhadap perbedaan.
Miris, melihat kurangnya kesadaran dari
masyarakat yang tidak mempedulikan lagi indahnya keberagaman. Kebanyakan dari
kita terbawa arus globalisasi yang menyebabkan kita memiliki sifat
individualistis, bahkan menganggap bahwa perbedaan merupakan sesuatu yang tidak
seharusnya ada. Sebut saja contoh konflik yang pernah terjadi di Indonesia,
mulai dari Peristiwa Semanggi (1998), Konflik Sampit (2001), Konflik Poso,
Konflik Ambon, Peristiwa Tarakan (2010), konflik etnis Cina dan Jawa, hingga
konflik Sampang (2012). Meski hulunya tidak dilatarbelakangi unsur SARA, namun
merembet dan akhirnya bermuara ke isu SARA. Seolah-olah masyarakat yang
berkonflik tersebut lupa dengan adanya konsep keberagaman yang mengakar kuat di
Indonesia. Latar belakang geografis Indonesia yang terdiri atas beribu
pulau-pulau yang terisolasi, dimana setiap pulau tersebut dihuni oleh
sekolompok manusia yang membentuk masyarakat. Dari masyarakat tersebut
terbentuk suatu kebudayaan. Karakteristik kebudayaan dari tiap-tiap etnis pun
beragam. Dalam indeks ensiklopedia, ahli antropologi J.M. Melalatoa (1995)
menyatakan bahwa jumlah suku bangsa di Indonesia hampir berjumlah 500 suku
bangsa. Selain suku bangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari masyarakat
dari bahasa, etnis dan identitas agama yang berbeda-beda (Maryati:2006).
Multikulturalisme di Indonesia terbentuk dari keanekaragaman suku bangsa,
agama, bahasa, etnis, hingga adat istiadat.
Menelisik sejarah bangsa, dahulu seluruh
elemen bangsa bersatu padu melawan penjajah untuk memenangkan hak kemerdekaan
tanpa harus melihat perbedaan. Bermula dari kesadaran para pemuda untuk
menyatukan setiap perbedaan tanpa mempermasalahkan perbedaan itu sendiri, maka
di tahun 1928 diadakan Sumpah Pemuda, hal ini dimaknai sebagai kristalisasi
semangat untuk memperjuangkan kemerdekaan. Hingga akhirnya perjuangan sampai di
puncak perjuangan yaitu Proklamasi yang menyatukan seluruh bangsa Indonesia.
Namun, era dimana globalisasi semakin
melegitimasi kehadirannya membuat masyarakat menjadi kurang peka akan lingkungan
sekitar. Banyak dari masyarakat yang menjadi tak acuh dengan apa yang terjadi
di masyarakat. Masyarakat tidak sadar akan pentingnya persatuan dalam
perbedaan. Hal yang terjadi adalah masyarakat lebih mementingkan kepentingan
kelompok yang terdiri dari orang-orang yang “sama”. Sama yang dimaksud adalah
kesamaan suku bangsa, agama, etnis, kepentingan, ideologi dan lain-lain. Ketika
masyarakat tidak terbiasa dengan keberagaman maka akan mengakibatkan timbulnya
stereotipe yang cenderung negatif terhadap kelompok masyarakat lain yang tidak
sama dengan mereka. Jika stereotipe tidak dicegah maka akan menimbulkan sikap
primordialisme hingga etnosentrisme. Tidaklah diharapkan jika semua masyarakat
menjadi seorang primordial. Maka dari itu, dibutuhkan adanya sebuah pemahaman
yang lebih mendalam mengenai multikulturalisme.
Multikulturalisme dilihat secara susunan
katanya yaitu multi yang memiliki makna plural, kultur yang berarti budaya.
Multikulturalisme berarti paham pluralitas kebudayaan dalam masyarakat.
Kemajemukan bukan sesuatu yang asing bagi bangsa Indonesia. Setiap kali
mendengar konflik yang berbau SARA, maka akan merujuk pada sebuah paham yaitu
multikulturalisme. Terbiasa hidup dengan keadaan masyarakat yang beragam suku
bangsa, agama, dan adat istiadat belum tentu membawa kesadaran tentang
pentingnya hidup dalam pluralisme. Tidak bisa dipungkiri bahwa hidup dalam
masyarakat multikultural membuat kemungkinan terjadi konflik semakin besar.
Konsep multikulturalisme bukan hanya
memandang soal keberagaman. Jika kita menggali lebih dalam, maka
multikulturalisme adalah kondisi dimana masyarakat yang majemuk mengakui adanya
kesederajatan kultur dan perbedaan yang ada. Dimaksudkan tidak ada nilai budaya
yang lebih baik atau budaya yang lebih benar satu sama lain. Integrasi yang
seharusnya terwujud menjadi sirna hanya karena adanya stereotipe negatif
terhadap budaya lain dan dilupakannya konsep kesederajatan sehingga berujung
pada konflik horizontal.
Dari konsep kesederajatan dalam
multikulturalisme bisa diambil suatu sikap yaitu toleransi. Multikulturalisme
bukan hanya tentang menerima keberagaman, namun juga bersikap aktif dalam
bertoleransi. Pluralisme bukan berarti menihilkan perbedaan, tetapi membiarkan
perbedaan tanpa konflik, bahkan tuntutan monokulturalisme. Dengan kondisi
Indonesia yang majemuk ini, dalam implementasinya ternyata banyak masyarakat
yang terdoktrin pada rasionalitas pendeknya yang masih saja mendiskriminasi
kelompok lain. Baik berdasarkan suku, ras, etnis, warna kulit, bahkan agama.
Sehingga terjadi konflik dalam masyarakat. Hal ini terjadi karena tidak adanya
sikap toleransi.
Salah satu contoh jaminan
kebebasan multikuluralisme di Indonesia adalah kebebasan beragama. Secara
konstitusi kemerdekaan untuk beragama sudah diatur dalam UUD 1945 pasal 29 (2)
: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.”.
Perjalanan historis bangsa Indonesia telah merekam berbagai kehebatan masa lalu
dalam hal kemajemukan dengan adanya kedatangan agama – agama besar di Indonesia,
perkawinan campur, perdagangan yang dilakukan bangsa asing tanpa adanya
pertumpahan darah.
Memaknai kembali
multikulturalisme dapat diimplementasikan dengan cara menghormati kultur dan
kebudayaan masing-masing individu. Di samping itu, mengakui eksistensi
budaya dan kultur dan toleransi atas aktivitas-aktivitas kebudayaan merupakan
representasi dalam keharusan hidup masyarakat plural. Kesadaran akan hidup
berdamai dengan semua orang inilah yang akan meminimalisir terjadinya konflik
horizontal.
Hal yang tak kalah penting dari penerapan
konsep multikulturalisme adalah pendidikan multikulturalisme yang diajarkan
kepada siswa. Pendidikan adalah sebuah media sosialisasi multikulturalisme yang
efektif, karena dalam dunia pendidikan selain memberikan ilmu juga memberikan
pedoman dalam tingkah dan perilaku. Ketika pendidikan berhasil menanamkan
konsepsi dari multikulturalisme maka siswa akan mendapat stimulus dalam
menyikapi perbedaan. Ketika siswa sudah dikondisikan untuk bertoleransi dalam
masyarakat multikultural dan memahami perbedaan maka secara otomatis
disintegrasi bangsa tidak akan terjadi hanya karena kepentingan kelompok
semata.
Ancaman
disintegrasi bukanlah sesuatu yang bisa dianggap sepele. Disintegrasi bangsa
terjadi manakala esensi multikulturalisme tereduksi dengan asumsi minim
referensi. Maksudnya adalah ketika mereka menyalahartikan bahwa
multikulturalisme merupakan sebuah pencampuradukan budaya sehingga mereka yang
berpendapat demikian merasa tidak terima dan bersikap keras untuk
mempertahankan kepercayaan yang diyakininya. Oleh karena itu, penamanan sikap
toleransi masyarakat multikultural sejatinya perlu untuk dimeteraikan dalam
sanubari masyarakat Indonesia sehingga terciptalah integrasi nasional. Ketika
kita berbicara, siapa harus bertindak memperahankan integrasi bangsa?
jawabannya adalah seluruh elemen bangsa. Mulai dari pemerintah, pejabat,
aparat, hingga masyarakat seharusnya memiliki sebuah kesadaran yang nyata untuk
mempertahankan integrasi dengan tidak mempermasalahan multikulturalisme. Dengan demikian multikulturalisme tetap terjaga
tanpa adanya konflik horizontal bahkan disintegrasi.
Ketika
kita dihadapkan dengan segelintir perbedaan di sekitar kita, kunci utama adalah
toleransi dan kesederajatan. Setelah itu terwujud sebuah integrasi. Melalui
integrasi, tidaklah perlu
mempermasalahkan kemajemukan sehingga setiap elemen bangsa dapat membangun
bangsa ini menjadi bangsa yang hebat dan dikenal sebagai bangsa dengan sikap
toleransi yang tinggi. Seperti lagu yang dicantumkan di atas tadi, untuk
menunjukkan kepada dunia maka yang harus dilakukan adalah sikap melengkapi
dalam perbedaan. Mari bersatu dan maju untuk membangun Indonesia!
tag
contoh essay bahasa indonesia
kumpulan essay
contoh essay bahasa indonesia
kumpulan essay
contoh essay bahasa indonesia