Tua (Tidak) Sama dengan Dewasa
(Yosi
Oktasari)
Kata
selembar kertas seputih salju
"Aku
tercipta murni
dan
aku akan tetap murni selamanya
lebih
baik terbakar
menjadi
abu putih
daripada
menderita tersentuh kegelapan
atau
didekati sesuatu yang kotor"
Terdengarlah
kata itu oleh tinta botol
Ia
tertawa dalam hatinya yang hitam
namun
tak berani mendekat
Pun
terdengar oleh pensil beraneka warna
namun
pula tak berani mendekat
dan
selembar kertas yang seputih salju itu
tetap
suci dan murni selamanya
suci
dan murni
dan
kosong.
(Kata Selembar Kertas Seputih Salju,
Khalil Gibran)
Setiap orang terlahir suci seperti
selembar kertas seputih salju. Kita
bebas berekspresi di dalamnya. Kita bebas melukis berbagai bentuk serta coretan
dengan berbagai warna yang kita inginkan. Coretan-coretan tersebut kita
ibaratkan seperti perjalanan hidup manusia yang penuh liku. Hidup penuh dengan
pilihan. Kewajibang seorang manusia adalah mempertanggungjawabkan pilihan yang
telah diambil.
Selembar
kertas putih itu ingin murni selamanya, lebih baik terbakar, menjadi abu putih,
daripada menderita tersentuh kegelapan atau didekati sesuatu yang kotor.
Kembali
ke hakikat awal bahwa hidup penuh dengan pilihan, setiap pilihan memiliki
risiko, dan setiap risiko merupakan suatu tantangan. Kita bisa saja memilih
untuk diam karena ketakutan akan risiko, namun kita tidak akan mendapatkan
apa-apa. Sebaliknya, bila kita berani menghadapi ketakutan dan para sakit kita
mungkin tidak akan menjadi semurni dulu, namun kita akan mendapatkan sesuatu
yang berharga, kedewasaan.
Dan
selembar kertas yang seputih salju itu tetap suci dan murni selamanya
suci dan murni
dan
kosong
suci dan murni
dan
kosong
Ketakutan
tidak akan membawa perubahan pada diri kita. Mereka yang takut gagal tidak akan
pernah belajar berusaha. Mereka yang takut salah, tidak akan pernah belajar
untuk mencoba. padahal tidak seorang pun dapat naik derajatnya sebelum
menyelesaikan ujian. Bila hidup hanya berisi ketakutan-ketakutan maka pada
akhirnya kita hanya mendapati diri kita sebagai sesuatu yang "kosong".
Andi adalah
seorang remaja berusia 17 tahun, suatu hari ia berkelahi dengan temannya.
"Kamu itu sudah dewasa, Andi.
Tidak sepantasnya kamu berkelahi seperti itu" tegur kakaknya.
Mira adalah kakak Andi, ia berusia 20 tahun.
Mira bergaya sangat trendi, hari itu ia memakai pakaian yang ketat. "Kamu
kan sudah dewasa, Mira. Tidak baik
bila berpakaian seperti ini." kata ibu.
Suatu ketika
terjadi pertengkaran hebat antara Ibu dan Ayah, Andi dan Mira bertanya kepada
Ibu tentang apa yang terjadi. "Kalian belum cukup dewasa untuk mengetahui masalah ini" jawab Ibu.
Masalah
tersebut ternyata terdengar hingga ke telinga Nenek, lantas nenek datang dan
menasihati Ibu dan Ayah "Mengapa kalian belum bisa menyelesaikan masalah
secara dewasa?" tanya Nenek.
Ada
kalanya suatu momentum dalam kehidupan kita membuat kita berpikir tentang sebuah
kata yang saya rasa cukup sakti dalam kehidupan manusia; "DEWASA".
Kita sudah sangat sering mendengar bahkan mengalami fenomena seperti berita di
atas. Dari paragraf pertama cerita tersebut kita dapati tentang adanya nilai
yang paradoks antara dewasa dengan sikap dan umur. Pada paragraf kedua yaitu
tentang dewasa dengan penampilan. Pada paragraf ketiga kita bisa menangkap
bahwa kedewasaan itu relatif. Sedangkan pada paragraf keempat kedewasaan
merupakan suatu tindakan.
Sebelumnya,
kita perlu tahu apa makna dari kedewasaan itu sendiri. Secara umum Dewasa
adalah tingkat kematangan seseorang untuk berpikir lembut, yaitu proses peningkatan
pola pikir seseorang dari remaja yang biasanya menggebu-gebu ke tingkat yang
lebih tinggi dimana sesuatunya mesti menimbang baik dan buruknya, risiko dan
kesempatannya, serta keberhasilan dan kegagalannya. Sementara itu menurut
lingkup pendidikan, dewasa adalah jika seseorang telah mencapai kemasakan
kognitif, afektif dan psikomotor sebagai hasil ajar latih yang ditunjang
kesiapan. Sedangkan menurut segi biologis dan psikologis masa dewasa sebagai
suatu keadaan bertumbuhnya ukuran-ukuran tubuh dan mencapai kekuatan maksimal
serta siap berproduksi. Namun kita sepakati disini pengertian yang kita pakai
adalah pengertian kedewasaan secara umum.
Dewasa
itu relatif, setuju? Seperti kisah yang saya paparkan di awal, dalam suatu hal
terkadang seseorang dianggap telah dewasa sehingga tidak pantas lagi melakukan
suatu tindakan tertentu. Namun di sisi lain seseorang tersebut dikatakan belum
cukup dewasa sehingga belum pantas untuk mengetahui atau melakukan suatu
tindakan tertentu. Kedewasaan memang punya tingkatan-tingkatan tersendiri,
namun tingkatan tersebut tidak memiliki batas yang jelas sehingga kita sering
kali mengalami kebingungan tentang mana yang sudah tidak pantas, masih pantas,
maupun belum pantas untuk dilakukan. Tentunya untuk menilai hal tersebut kita
kembali kepada diri kita sendiri.
Prof.
Hasan mengatakan bahwa hakikat kedewasaan seseorang adalah kematangan emosional
yang tercermin pada tiap perbuatannya, dewasa bulan proses rekayasa, tetapi
merupakan hasil capaian dari rentetan tahapan. Jadi kedewasaan bulan merupakan
sesuatu yang instan ataupun kamuflase semata. Kedewasaan merupakan suatu proses
dalam diri manusia. Proses tersebut meliputi pemahaman dan implementasinya. Pemahaman
akan diperoleh dari hasil belajar baik
itu teori maupun pengalaman. Sementara implementasi merupakan bukti dari
pemehaman sehingga tercipta suatu tindakan yang dewasa.
Mengingat
bahwa kedewasaan bulan merupakan sesuatu yang instan maka kita butuh usaha
untuk mencapai tahapan demi tahapan. Kita perlu sesering mungkin mengoreksi
diri atas tindakan yang kita lakukan. Koreksi merupakan pemeriksaan tentang
benar atau salah, baik atau buruk, dan pantas atau tidak pantas mengenai
sesuatu yang telah kita lakukan. Setelah itu kita masuk ke tahap evaluasi,
yaitu tahapan dimana kita berpikir bagaimana cara memperbaiki yang salah,
buruk, maupun tidak pantas sehingga kita bisa masuk ke tahap perencanaan ulang
dimana kita akan mencoba melakukan implementasi atas hasil evaluasi. Proses
tersebut adalah suatu siklus yang berulang-ulang untuk mencapai kesempurnaan
Kedewasaan
dalam diri seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor, namun ada tiga faktor
dominan yaitu yang pertama adalah faktor didikan orang tua. Orang tua adalah
agen sosialisasi pertama kali yang membentuk kepribadian seorang individu. Yang
kedua adalah faktor lingkungan, yaitu bagaimana seorang individu berinteraksi
dengan sesamanya dan pengaruh yang ditimbulkan. Faktor yang ketiga adalah
tuntutan hidup, yaitu dimana seorang individu dituntut untuk selalu
menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada. Ketiga faktor tersebutlah yang akan
membentuk pola pikir serta cara bersosialisasi sehingga nampak tingkat
kedewasaan seseorang.
Sekarang
apakah anda masih beranggapan bahwa umur seseorang itu menentukan
kedewasaannya? Apakah semakin berumur seseorang maka semakin dewasalah ia
karena dianggap telah makan banyak asam garam selama hidupnya? Pendapat saya
adalah tidak. Faktanya banyak sekali orang tua yang bersifat kekanak-kanakan
sementara di sisi lain banyak pula anak muda yang memiliki sifat dewasa.
Alasannya ada pada uraian-uraian saya diatas bahwa kedewasaan adalah suatu
proses yang perlu diusahakan, sehingga penentu kedewasaan seseorang adalah
usahanya dalam berproses.
Meskipun
setiap orang dilahirkan dalam kondisi keluarga, lingkungan hidup, serta
tuntutan hidup yang berbeda, namun untuk menjadi dewasa utamanya diperlukan
kemauan yang keras untuk selalu memperbaiki diri. Dewasa bukan berarti sempurna
dalam segala hal. Sisi buruk serta kekurangan setidaknya mengingatkan bahwa
kita hanyalah manusia. Kedewasaan tidak pernah menuntut kesempurnaan, melainkan
perbaikan. Pada akhirnya semua terserah anda, menjadi tua itu pasti namun
menjadi dewasa itu pilihan. Selamat memilih.
tag
contoh essay bahasa indonesia
kumpulan essay
contoh essay bahasa indonesia
kumpulan essay
contoh essay bahasa indonesia