MAKALAH
“Minuman Keras di Papua”
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah,
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah,
karena berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan. Dalam makalah
ini kami membahas tentang “Minuman Keras di Papua”.
Makalah ini dibuat dalam rangka
memperdalam pemahaman materi pelajaran sosiologi. Dalam proses pendalaman
materi ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran,
untuk itu rasa terima kasih yang dalam-dalamnya kami sampaikan.
· Subagyo selaku guru mata pelajaran yang bersangkutan.
· Orang tua yang telah memberikan dukungan.
· Rekan-rekan siswa yang telah banyak memberikan masukan untuk
makalah ini.
· Pembaca yang telah menyempatkan waktunya.
Diharapkan makalah ini dapat membantu
kegiatan belajar dan mengajar di sekolah maupun di luar sekolah. Sehingga siswa
yang membaca makalah ini dapat
terinspirasi.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik, saran, serta masukan yang
bersifat membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi sempurnanya
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaan bagi semua pihak.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Purworejo,
19 Maret 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB
I – Pendahuluan
................ 1.1 Latar Belakang.................................................................................
1.2 Tujuan .............................................................................................
1.3 Rumusan Masalah ..........................................................................
BAB
II – Isi
2.1 Tradisi Minum .................................................................................
2.2 Konspirasi Bisnis Miras....................................................................
2.3 Pemberantasan Hanya Wacana .......................................................
2.4 Alkohol Membunuh.........................................................................
2.5 Miras dan Penyakit Menular............................................................
2.5 Miras dan Penyakit Menular............................................................
2.6 Generasi Papua Harus Sadar............................................................
2.7 Langkah Harus Kongkrit.................................................................
2.8 Contoh Kasus ..................................................................................
2.9 Bahaya Minuman Keras...................................................................
2.10 Hikmah Dilarngnya Minuman Keras...............................................
BAB
III – Penutupan
3.1 Kesimpulan dan Saran.....................................................................
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Yang
dimaksud dengan minuman keras adalah segala jenis minuman yang memabukan,
sehingga dengan minumannya menjadi hilang kesadarannya. Yang termasuk minuman
keras seperti arak(khamar), minuman yang banyak mengandung alkhol, seperti
wine, whisky, brendy, samagne, malaga dan sebagainya. Selain itu juga adalah
benda yang memabukan, seperti : ganja, morfin, candu, pil BK, nipan, magadon,
extasy, shabu-shabu dan lain-lain, sama termasuk kategori minuman keras.
Minuman
keras (Miras) menjadi salah satu masalah di atara banyak masalah di tanah
Papua. Alkohol telah dan sedang membunuh orang Papua seperti masalah lainnya
yang juga membunuh. Dengan mengonsumsi alkohol yang berlebihan membuat orang
tidak sadarkan diri. Dalam keadaan tidak sadar itu, apa saja dapat dilakukan,
termasuk seks bebas. Bisa mati ditabrak mobil di jalan raya, dibunuh orang di
pasar, bisa juga mati karena berlebihan alkohol, dan bahkan mati karena seks
bebas yang dikendalikan oleh alkohol.
Perlu
tahu saja bahwa angka kematian orang Papua saat ini tinggi. Sementara angka
kelahiran sungguh sedikit. Hampir setiap saat orang Papua banyak yang mati
karena alkohol, terutama anak-anak usia produktif. Belum lagi mati karena
faktor lain. Orang Papua seakan lahir sekarang untuk mati besok. Kalau tidak
lahir sekarang besok tetap mati. Itulah kenyataannya.
1.2
Tujuan
Penggunaan minuman keras di daerah Papua dewasa ini
kian meningkat. Maraknya penyimpangan tersebut, dapat membahayakan
keberlangsungan hidup bangsa ini di kemudian hari. Sehingga pemuda tersebut tidak dapat berpikir jernih.
Akibatnya,
generasi harapan bangsa yang tangguh dan cerdas hanya akan tinggal kenangan.
Sasaran dari penyebaran miras ini adalah seluruh warga masyarakat di Indonesia.
Makalah ini
bertujauan :
1.
Sebagai pengetahuan bagi para remaja tentang bahaya miras bagi dirinya.
2.
Untuk mencegah penggunaan miras
3.
Menambah referensi tentang barang
yang terlarang di Indonesia
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa itu minuman keras?
2. Apa macam-macam minuman keras?
3. Bagaimana cara pencegahan penggunaan
minuman keras?
4. Bahaya
minuman keras.
5. Faktor yang menyebabkan seseorang
meminum minuman keras.
BAB II
ISI
2.1 Tradisi Minum
Kalau
sedikit kita buka lembaran sejarah, kebiasaan minum alkohol muncul di kalangan
orang Papua melalui kontak orang-orang kulit putih dari Eropa, Melayu dan orang
Timor dari Tidore Ternate. Masalah alkoholisme juga ditemukan di antara
masyarakat luar Papua. Bedanya masalah alkoholisme di kalangan orang bukan asli
Papua tidak begitu terlihat. Sebab
mereka minum di dalam rumah atau bar-bar. Sedangkan kebanyakan dari orang Papua
asli lebih terlihat mengkonsumsi alkohol
di jalan-jalan, taman-taman terbuka yang terlihat oleh umum. Barang kali mereka
tidak tahu menempatkan diri dan tidak memahami untuk apa mereka mengkonsumsi
alkohol.
Bila
kita melirik sejarah Papua, terutama di
kalangan orang pegunuangan Papua mereka tidak sama sekali mengenal minuman
beralkohol. Tidak ada tradisi pesta minuman keras, karena tidak ada bahan untuk
produk alkohol. Kecuali derah pesisir
pantai Papua mereka yang lebih dahulu sudah melakukan kontak dengan orang luar
Papua. Mereka sudah mengenal minuman beralkhohol dari pohon kelapa ataupun aren yang disebut
sagero (saguer/bobo).
Seorang
aktivis Aborigin, Charles Perkin menuliskan, bahwa orang Aborigin sering minum
dalam pertemuan-pertemuan tradisional, tidak sebagai minuman-minuman yang
sengaja melanggar tata cara minum sebagimana mestinya. Mereka justru memenuhi
sindrom kasihanilah saya kalau mereka di
perbolehkan memperlihatkan tata cara minum yang tidak dapat diterima umum
(Baca: Rutih Hardjono, 1992). Hal yang sama juga terjadi di kalangan para
pecandu alkohol di Papua. Kadang minum hanya untuk mecari perhatian, ataupun
untuk melampiaskan emosi. Dengan demikian mereka terlihat sebagai manusia yang
tidak dewasa menyelesaikan masalah.
2.2 Konspirasi
Bisnis Miras
Ada pihak-pihak
tertentu yang berusaha mecari keuntungan dari minuman keras produk impor. Orang
gila harta! Mereka inilah penyebab sulitnya Miras dihentikan atau diberantas
dari agen-agen pemasara dan peredaran atau jalur urat pasar Miras. Kalau urat
ini putus mungkin akan mengurangi orang menjadi pecandu Miras.
Di
seluruh Papua Miras diperdagangkan tanpa upaya membumi hanguskan. Ini terjadi
karena ada konspirasi (persekongkolan) antara pihak keamanan, pemerintah dan
pengusaha Miras. Mereka bersekongkol, bekerja sama (secara diam-diam) mencari
keuntungan. Pengusaha bar, diskotik membutuhkan minuman keras. Ada pejabat yang
juga punya diskotik atau bar, dan ada pejabat atau DPR kita sebagai penikman
bar, bir, bor (3b). Bagi pemerintah daerah, Miras dilihat sebagai komoditas
penghasil uang. Pendapatan daerah lebih besar didapat dari Miras. Sedangkan
pihak keamanan mendapat uang pelicin dari masuknya minuman keras ke Papua.
Jadinya kita hanya baku tipu soal operasi Miras.
Walaupun
Kepala Kepolisian Resort Kota Jayapura (Kapolresta) Djonsoe perna mengatakan
bahwa Dengan adanya ketertiban seperti itu agar daerah ini menjadi aman dan
kondusif bebas dari minuman keras. Sudah cukup orang mati gara-gara minuman
keras, ketegasan ini harus kita terapkan kembali (baca: Harian Bisnis Papua,
Edisi Jumat, 6 Juli 2007 Hal. 2). Ungakapan itu diragukan, karena
seolah-olah hanya Miras Ilegal yang merusak orang Papua. Padahal, Miras
Legal dan Ilegal sama-sama membunuh dan merusak orang dan bangsa Papua.
Memang
polisi selalu melakukan sweeping di pelabuhan-pelabuhan, misalnya
seperti di Jayapura setiap penumpang yang tiba dengan Kapal Putih. Namun ini
rupanya upaya untuk mengamankan bisnis Miras Legal, agar Pajak yang dibayarkan
kepada Penguasa tetap lancar, aman, tepat waktu dan tidak berkurang. Aparat polisi juga kadang mengharapkan sedikit
ongkos rokok dari jual-beli Miras di tengah-tengah masyarakat Papua. Selain
itu, operasi Miras dilakukan untuk menyembunyikan fakta adanya persekongkolan.
Barangkali agar tidak dicurigai masyarakat sebagai lahan bisnis. Aparat
mendapat uang saku dari pekerjaan itu. Oleh karenanya, setiap upaya pejabat
untuk membatasi peredaran Miras Ilegal nampaknya sebagai upaya mencari makan
dan operasi perlindungan terhadap peredaran Miras Legal (www.Papuapost.com,
17 Juli 2007)
Secara
terselubung, polisi juga bertujuan untuk memupuk tindak kriminal di
tengah-tengah masyarakat Papua agar tercipta citra buruk bahwa bangsa Papua
adalah bangsa biadab yang perlu dididik oleh bangsa lain yang beradab. Larangan peredaran Miras Ilegal tidak akan memperbaiki kondisi buruk Bangsa
Papua. Karena itu tugas Bangsa Papua saat ini adalah bagaimana melepas
ketergantungan terhadap Miras.
Politik
Miras membuat pejabat untung sendiri dan meminabobokan mereka di atas uang.
Membuat mereka tidak kritis, bahkan semakin kerdil dalam berpikir soal penyakit
sosial yaitu kemiskinan dan kasus Miras yang mengancam nyawa dan mental
rakyatnya. Seharusnya ada proteksi, mengeluarkan peraturan daerah, baik
mengenai minuman keras maupun terhadap arus budaya luar, yang mengacam masa
depan identitas etnik kultural, ekonomi, sosial, hukum dan politik Papua.
Walaupun
ada peraturan tentang penjualan Miras, namun nampaknya proteksi terhadap Miras
tidak berjalan baik, bahkan tidak dilakukan dengan sungguh-sunggu. Alasanya
barangkali karena Miras memiliki pasokan devisa cukup besar. Mereka
seoalah-olah mebalik fakta, bahwa alam Papua adalah kaya-raya. Bisa datangkan
uang kalau dikelolah dengan baik. Tidak mengekploitasi alam untuk diri
senediri. Sebagaimana yang selama ini dilakukan oleh militer, elit Papua dan
pengusaha dalam mengeploitasi alam Papua untu kebutuhan mereka sendiri.
Pemerintah daerah kita memilih melakukan spekulatif dalam membangun Papua tanpa
memikirkan proteksi terhadap hal-hal kecil, mendasar yang merusak, misalnya
seperti soal Miras, lunturnya adat dan budaya dsb. Pemerintah melegalkan Miras, mebolekan
perdaganan Miras.
Di
Jayapura, semakin banyak pasokan Miras, semakin banyak orang alkholik.
pendapatan daerah besar (Suara Perempuan Papua, No. 32 Tahun II, 20-26 Maret 2006).
Pasokan retribusi dari Miras setiap tahun untuk Jayapura terus meningkat. Pada
tahun 2002 -2003 pasokan retribusi pemerintah daerahnya sebesar Rp 1.
400.000.000 (Satu Miliar Empat Ratus Juta Rupiah), tahun anggaran 2006
mengalami peningkatan menjadi Rp 3.000.000.000 (Suara Perempuan
Papua, No. 32 Tahun II, 20-26 Maret
2006). Itu baru Jaya Pura, bagaiman dengan kota lainnya di Papua?
2.3 Pemberantasan Hanya Wacana
Itulah sebanya, pemberantasan alkoholime
hanya menjadi wacama menarik diantara kita yang punya tingkat pemahaman
dan nalar baik. Dengan menghilakang
angapan kolot, bahwa Alkohol hanyalah suatu masalah di kota-kota besar
dan tidak di kota-kota kecil ataupun di perkampungan yang terpencil. Justru di
tempat-tempat terpencil saat ini masalah alkohol sangat kritis. Tingkat
penganguran sangat tinggi, di antara generasi mudahnya terjadi kebosanana yang
amat sangat, dan sekolah-sekolah setempat tidak dapat menampung minat kaum mudah. Mengkonsumsi tanpa mengetahui
efek samping dan dampak sebagai pembunuh jiwa manusia sehat.
Mengapa
demikian? Orang yang alkoholisme tetap terlihat seperti kelainan jiwa, sakit
jiwa, sebagai akibat melemah atau matikanya syaraf ingatan. Disanalah kaum
perubah dan sasaran diskusi menjadi
tempat pilihan. Tidak hanya diskusi tetapi, kemudian menjadi wujutnyata, karya
bagi pembebasan manusia dari keterbelengguhan jiwa.
Pecandu
alkohol di Papua terus bertambah. Sudah sangat mejarah kalangna muda dan tua
tanpa memandang perbedaan sex.
Alkoholisme menyebakan meningkatnya tingkat kriminalitas di kota maupun di
perkampuangan. Dan saat ini pembunuhan bermotif alkohol semakin gencar untuk
melakukan tindakan genosida di Papua. Ada beberapa kasus, misalkan pada tahun
1999, seorang intelek Papua, Obet Badii, Dosen Filsafat Fajar Timur yang
dibunuh oknum tertentu. Untuk menghilangkan jejek, pembunuh lalu menumpahi
minuman beralkohol dibagian mulutnya. Padahal yang sebenarnya ia tidak biasa
mengonsumsi minuman beralkohol. Kita juga masih ingat untuk kepentingan membeli
alkohol Arnol Ap seorang tokoh intelek mudah dijual oleh temannya yang sudah
terjangkit penyakit alkoholisme.
2.4 Alkohol Membunuh
Alkohol
(Minuman Keras) memang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Tetapi, alkohol juga
membawa dampak buruk. Salah satu masalah utama yang saat ini sedang dihadapi
orang Papua adalah alkoholisme atau sering disebut kecanduan alkohol (alkoholik).
Ini tidak berarti semua anggota masyarakat Papua alkoholik, tetapi alkohol
sudah meradang bagaikan penyakit kanker yang lama kelamanan membunuh.
Banyak orang Papua mati karena mengonsumsi minuman keras. Minuman keras telah membunuhan baik membunuh secara fisik maupun karakter sebagai orang Papua. Membunuh secara fisik karena (1) minuman keras bisa menyebabkan berbagai penyakit, seperti penyakit jantung, lifer dan lainnya; (2) oknum tertentu bisa mebunuh kita setelah dia minum sampai mabuk; (3) setelah mabuk kita bisa saling membunuh karena mudah terprovokasi; (4) hanya untuk mendapatkan uang untuk membeli minuman keras kita bisa menjual atau menyerahkan teman kita untuk dibunuh oknum tertentu.
Banyak orang Papua mati karena mengonsumsi minuman keras. Minuman keras telah membunuhan baik membunuh secara fisik maupun karakter sebagai orang Papua. Membunuh secara fisik karena (1) minuman keras bisa menyebabkan berbagai penyakit, seperti penyakit jantung, lifer dan lainnya; (2) oknum tertentu bisa mebunuh kita setelah dia minum sampai mabuk; (3) setelah mabuk kita bisa saling membunuh karena mudah terprovokasi; (4) hanya untuk mendapatkan uang untuk membeli minuman keras kita bisa menjual atau menyerahkan teman kita untuk dibunuh oknum tertentu.
Secara
psikis alkohol aka mmembunuh pola pikir kita. Kita tidak akan pandai untuk
berpikiran kritis, kita tidak akan mengerti mengapa tidak ada hukum yang ketat
tetang minuman keras di Papua? Padahal minuman keras itu membuat kita tetap
pada peradaban yang rendah, tidak membuat kita maju, ujung-ujungnya kita tetap
ingin dibuatnya bodok. Dalam sejarah suku Aborigin di Australia misalnya, suku
itu menjadi minoritas dari segi kualitas maupun kuantitas karena diminabobokan
dengan alkohol.
2.5 Miras dan
Penyakit Menular
Di Papua, sekalipun di
kampung, saat ini alkohol menjadi masalah sangat kritis. Padahal dulu orang
kampung tidak tahu Miras. Adanya jalur
transportasi mendorong orang datang ke kampung berdagang Miras. Walaupun
harganya mahal, mencapai ratusan ribu/botol. Namun, laku keras, mereka ingin merasakan pengaruh yang datang
dari kota besar, seperti Miras.
Mereka, terutama kelompok muda
meninggalkan kebun, ternak dan kebiasaan hidup tentram di kampung. Mereka
mengimpikan kota. Ingin sama seperti orang kota. Mereka berbondong datang ke
kota tanpa tujuan apapun, sekedar jalan-jalan datang hidup berfoya-foya di kota
yang baru berkembang. Kehadiran mereka memadati ruang-ruang aktifitas sosial
masyarakat kota yang baru berkembang, seperti di pasar, terminal, pelabuhan.
Sementara mereka tidak punya pengetahuan tetang keadaan dan kondisi kehidupan
di kota. Mereka juga belum memiliki
skill untuk kerja di kota.
Dampaknya, di kota banyak
pengganguran dan kriminalitas meningkat. Karena mereka yang datang dari kampung
memperbanyak jumah penganguran, menjadi sangat tinggi. Di antara generasi
mudahnya terjadi kebosanana yang amat sangat. Sementara sekolah-sekolah dan wadah kepemudahan
setempat tidak dapat menampung minat
kaum mudah. Karena mengalami sok berat alkohol menjadi fokus utama dalam
kehidupan penduduk asli. Mereka mengkonsumsinya tanpa mengetahui efek samping
dan dampaknya sebagai pembunuhan terhadap jiwa dan fisiknya yang sehat.
Hingga kini
Miras sudah meradang bagaikan penyakit kanker yang lama kelamanan secara
perlahan mematikan masyarakat. Dampak dari alkohol, dinegara-negara koloni atau
negara-negra yang dijajah dapat ditemukan, bahwa alkohol itu salah satu alat
untuk mebunuh orang yang dijajah. Para penjajah (kolonialisme) mematikan fisik
dan fisikis orang yang dijajah. Tentu dilakukan demi kepentingan politik
(menguasai) dan ekonomi (barang). Hal seperti ini perisi terjadi di Australia
Pemerintah Ingris terhadap penduduk asli (Aborigin) juga di koloni Ingris
lainnya di Amerika terhadap suku Asli Indian. Indian dan
Aborigin keduanya menjadi suku menoritas di tanyanya sendiri dinegeri mereka.
Menyadari akan bahayanya Miras
masa depan anak cucu, ratusan perempuan Mimika yang tergabung dalam Jaringan
Perempuan Mimika (JPM) menggelar demo menolak peredaran minuman keras (Miras)
di Mimika, Papua. Ratusan perempuan itu membawa puluhan poster dan spanduk,
antara lain bertuliskan "Miras Jahat", "Jangan Bunuh Anak Cucu
Kami dengan Miras", dan "Miras Bukan Adat Orang Papua".
"Banyak kekerasan terjadi karena Miras (TEMPO Interaktif,Jum'at, 02 Maret 2007).
Dalam konteks
Papua Secara fisik telah banyak
orang yang mati, karena mengonsumsi minuman keras. Mereka terserang berbagai
penyakit, ada yang mati karena dibunuh sewaktu mabuk. Adalagi yang hanya karena
ingin mabuk mebunuh sesamanya. Orang mabuk, terlihat kasar, lepas kendali dari
kontrol diri sebagai manusia normal. Mereka seolah-olah terlihat berani
melakukan apa saja. Kegaduan dan
perkelahian pun bisa terjadi, bahkan sampai kehilangan atau
menghilangkan nyawa manusia. Sekali pun dia rekan seperjuanganya atau bahkan
seetnis-kultural atau bahkan keluarganya sendiri, dijual atau dibunuhnya. Sehingga konflik terjadi karena ada propokasi oleh pihak-pihak tertentu.
Kematian satu orang, rohnya seperti meminta
koraban dan memakan korban jiwa lebih dari satu. sebelum berdamai dengan
dikeluarkan uang bermiliaran rupiah.
Melalui motif
alkohol terjadi tindakan genosida di Papua. Menurut Martin Sardi, dalam sebuah
rengan memperintati hari HAM dikatakan genosida karena terjadi pembunuhan
terhadap intelektual dan pemimpin, sehingga membuat rakyat mereka tidak teratur.
Kacau balau, karena tidak ada pemimpin.
Ada bebrapa kasus, misalkan
pada tahun 1999, seorang tokoh terpelajar Papua Obet Badii, Dosen Filsafat
Fajar Timur yang di bunuh oknum tertentu. Untuk menghilangkan jejek, pembunuh
lalu menumpahi minuman beralkohol dibagian mulutnya. Padahal yang sebenarnya ia
tidak mengonsumsi minuman beralkohol. Arnol Ap seorang tokoh intelek mudah
dijual oleh temannya seharga 4000 ribu untuk beli minuman keras.
Penjabat Gubernur Papua, Dr.
Sodjuangon Situmorang, M.Si berkomitmen, bahwa dirinya tidak akan menerbitkan
perijinan masuknya minuman keras (Miras) ke Papua, dalam upaya pencegahan
tingginya kasus tindak kriminal. Di Papua, namun karena tingginya angka kasus
HIV/AIDS dan peredaran gelap Narkoba di Papua, yang berawal dari pengkonsumsian
Miras. Karena Miras dalah pemacu tindakan kriminal, yang juga sebagai pemacu
peredaran gelap Narkoba yang berujung pada kasus HIV/AIDS.
Akibat pengkonsumsian Miras
dalam jumlah yang banyak, dapat berdampak buruk pada tingkat kesadaran seorang
manusia. Sehingga demikian, apabila seseorang telah dalam keadaan diluar
kendali atau mabuk, maka dapat menimbulkan keresahan masyarakat. Sedangkan
kaitannya dengan HIV/AIDS, seseorang dalam kondisi yang mabuk, sebagian besar
melakukan hubungan seks yang tidak aman atau tidak memakai pelidung (kondom).
Hal demikian, tentunya menjadi pemicu penyebaran HIV/AIDS di Papua, yang setiap
tahunya meningkat secara terus menerus.
Menurut penelitian yang
dilakukan, sebagian besar pengkonsumsi Narkoba, sebelumnya mengkonsumsi Miras.
Dengan demikian, maka Miras adalah pemicu berbagai tindak kejahatan yang
seharunya diberantas. "Saya tidak berniat untuk mengeluarkan ijin-ijin
Miras, karena itu juga merupakan salah satu upaya kita untuk menekan
angka-angka tingkat kejahatan, peredaran Miras, Narkoba, dan kasus HIV/AIDS di
Papua," ("http://www.papua.go.id/berita.php/id"
12 May 2006).
Penderita
HIV/AIDS sudah semakin tinggi di Papua. Ada indikasi terjadi karena pengaru
minum alkohol yang mendorong keinginan sex semakin besar dan melampiskan nafsu
birahinya dengan meniduri sembarangan wanita. Melakukan ganti-ganti pasangan.
Sulit di ketahui sekalipun gadis yang ditidurunya adalah penderita HIV/AIDS
(ODHA) yang barangkali memperdagangkan tubuhnya.
Di Papua dagangan sepeti itu,
bukan hanya di tempat-tempat penampuangan PSK yang dapat terkontrol bila
keketahui ODHA. Malahan orang dengan ODHA mendagangkan tubunya di rumah makan
(tersedia kondom), dan bahkan ditempat-tempat umum, pusat keramaian (terminal,
stasiun, pasar dsb). Dan ini menjadi sasaran pria hidung belang, terutama
mereka yang mabuk pata, tidak tahu diri. Ini sangat berbahaya. Apalagi sekarang
jumblah ODHA yang sudah terdata mencapai kurang lebih 3.377 jiwa. Kebanyakan
dari mereka adalah, anak mudah, masih usia produktif. Namun usia mereka sudah
terbatas, kasarnya tinggal tunggu waktu. Keadaan itu membuat setiap individu
harus hati-hati dan lebih waspada. Sebab kalau itdak berapa tahun kedepan
barang kali etnis dan kultural orang Papua bisa punah. Bisa tinggal sejarahnya,
mengenai kepunaannya. ( Pace mace kalu cinta Papua, stop mabuk sudah!)
Dengan begitu
sangat besar ancaman terhadap kepunaan bagi ras Papua yang semakin menjadi
minoritas di atas tanah airnya (Papua tercinta). Minoritas
disini karena keterbelangana, minuman keras merusak karakter, pola pikira dan
jiwa orang Papua. Juga menjadi minoritas dalam kuantitas, jumbalah penduduk
tidak berkembang maju, saat ini kuran lebih 1,3 juta jiwa berbading lurus
dengan penduduk bukan asli Papua. Jumblah itu termasuk ODHA.
Secara fisikis, terkait
dengan mental dan cara berpikir orang Papua. Orang Papua saat ini sulit
bersanging dengan masyarakat lain dari luar Papua yang seolah-olah nampak lebih
maju dalam berpikir. Saat ini di Papua secara sosial ekonomi mereka mejadi
tetap miskin dan minoritas di negerinya sendiri.
Bisa jadi karena karakter
Papua yang sebenarnya adalah pekerja keras. Hidup melawan lebatnya hutan,
derasnya sungai dsb, kini menjadi malas. Adanya kontak dan masuknya budaya
negarif, seperti Miras dan lainnya merubah kebiasaan hidup orang Papua.
Sekarang ada kelompok anak muda lebih doyan kumpul-kumpul sambil minum-minum
minuman keras. Atau menjadi pengikut anak orang kaya yang dengan banyak uang
mentraktir Miras sebagai rasa keakuan (egonya) biar dihormati. Sebagaiman
terjadi di kota tempat saya menulis tulisan ini. Ada anak pejabat yang sukanya
mentraktir minuman keras berkarton-karton biar dia mendapat pengakuan dari
temam-teman bahkan kakak yang bisa saja di permainkan dengan Miras.
Kebiasaan mabuk pata membuat
kemungkinan besar pikiran dan nalar tidak akan bekerja baik, karena alkohol
yang berlebihan dan terus menerus mereka konsumsi akan melemahkan syaraf-syara
otak manusia. Manamungkin akan konsetrasi dalam belajar. Mengapa demikian? Orang yang
alkoholik terlihat seperti orang
kelainan jiwa, sakit jiwa sebagai akibat melemahnya saraf. Dengan begitu
kebiasaan mabuk bagi orang Papua baik dikalangan muda Papua maupun pejabat akan
berbahaya bagi masa depan Papua. Menghambat kemajuan di Papua kalau tidak ada
keinginan atau kerinduan untuk meninggalkan kelakuan buruknya, seperti, mabuk-mabuk, free sex dan
sebagainya. Perbuatan itu tidak terpuji oleh agama dan bukan merupakan budaya Papua.
Dalam kasus
keterbelanganan yang dialami orang Aborigin, Justice Muirhead, mantan pemimpin
dari Penilitian pada kematian Aborogin di dalam tahanan, mengatakan bahwa kaum
Aborigin tidak akan keluar dari lingkaran kemiskinan dan Alkholisme terkecuali
ada usaha dari mereka sendiri. (Rutih Hardjono, 1992). Di belahan
dunia masyarakat asli, seperti Indian di Amerika, Aborigin di austrlia,
termasuk juga Papua menjadi puna. Salah satunya karena minuman keras yang
mengakibtkan kematian fisik dan bahkan fisikis menjadi orang terlelakang di negerinya
sendiri.
Dalam hal minuman keras ini,
kita (orang Papua) harus menyadari sendiri terutama dimulai dari individu,
keluarga dan kemudian kolektifitas kita dalam melakukan aksi menentang Miras
terhadap diri kita dan terhadap generasi Papua.
Ataupun membentuk tim pemberantas Miras, seperti misalnya di Asutralia,
kenyatakan bahayanya minuman keras mendorong Muirhead untuk menekankan, bahwa
Australia harus membentuk suatu tim khusus untuk menangani masalah alkholisme
di sana. Lebih lanjut tuturnya, Alkoholisme merupakan salah satu tragedy yang
terbesar di negeri ini (Australia). ( The Raal Black Economy,
Rutih Hardjono, 1992).
Begitu juga
dengan di Papua, alkohol sangat berbahaya, membunuh tradisi masyarakat asli
Papua yang unik dan kaya. Seperti dikemukakan, Wakil Gubernur Papua, Alex
Hesegem, bahwa kebudayaan Papua saat ini memiliki masalah pewarisan. Sebab,
potensi budaya hanya tersimpan pada orang tertentu, terutama orang tua.
"Orang muda cenderung meninggalkan akar budaya dan mengikuti tren global,"(Tempo).
Dimana saat ini orang Papua
sedang mengalami transisi budaya,
degradasi kepemimpinan dan moral. Kalau terus terjadi dalam beberap tahun ini kita tidak akan
mempunyai pemimpin yang berpegang pada budaya dan adat mengenai
upacara-upacara, seni tari, musik, dan sastra tradisional suku-suku di Papua.
makanan tradisional, benda budaya, dan obat tradisional, yang harus dijaga,
dirawat dan dikembangkan.
2.6 Generasi Papua Harus Sadar
Generasi muda Papua harus menyadari
sendri akan bahaya alkohol. Untuk itu harus dimulai dari dan kolektifitas kita.
Seperti pernah dikatakan juga oleh Justice Muirhead, bahwa kaum Aborigin tidak
akan keluar dari lingkaran kemiskinan dan alkoholisme, terkecuali ada usaha
dari mereka sendiri. Kenyataan itu mendorong Muirhead untuk menekankan, bahwa
Australia harus membentuk suatu tim khusus untuk menangani masalah alkholisme.
Lebih lanjut tuturnya, Alkoholisme merupakan salah satu tragedi yang
terbesar di Australi ( baca: , Rutih Hardjono,
1992.)
Alkohol
sangat membunuh tradisi dan nyawa masyarakat asli seperti yang terjadi di
Papua, Aborigin dan suku-suku asli lain di dunia. Dalam situasi seperti itu,
saat ini orang Papua harus sadar bahwa kita sedang mengalami transisi
budaya, degradasi kepemimpinan dan
moral. Dalam beberapa tahun ke belakang ini, bisa jadi kita tidak akan
mempunyai tetua adat lagi dengan warisan kebudayaan, ilmu pengetahuan mengenai upacara-upacara dan otoritas suku di
belakang mereka. Lagi pula saat ini, tentu ada yang sudah dimakan usia bahkan
ada yang telah meninggal.
Sedangkan
banyak dari kita jarang atau bahkan tidak pernah belajar dari mereka. Kita
lebih cenderung membuka mata terhadap budaya dan tradisi luar, namun tidak
dewasa untuk menyikapinya. Dengan mentah-mentah menelan kebudayaan luar tanpa
menyaringnya. Kadang kita terima tanpa bisa membedakan mana yang baik dan mana yang dapat merusak.
Ada contoh, banyak di antara kita menjadi alkoholik karena tidak mengetahui
manfaat dan dampak dari alkohol.
Jadi,
kini anak muda Papua harus sadar dengan bahaya ini. Minuman keras itu membunuh
fisik (tubuh) kita dan mental (cara
berpikir) kita. Alkohol itu menbunuh dan mari kita lawan bersama. Cara kita
melawa adalah tidak mengonsumsi. Kalau Anda tidak beli dan tidak minum maka
Anda sedang melawan minuman keras dan menyelamatkan dirimu dan bangsamu Papua.
2.7 Langkah Harus Konkret
Pro kontra mengenai mengenai
ijin penjualan Miras di tanah Papua masih terus terjadi. Ada pihak yang
mengatakan walaupun aturan diperketat namun Miras sekarang sudah bisa diracik
sendiri oleh masyarakat Papua. Sehingga
aturan yang ketat sekalipun bukan menjadi solusi. Solusinya, kita harus sadar
kalau Miras berbaya dan kita harus berhenti mengkonsumsinya.
Pemerintah sendiri keliharanya
tidak serius menagnai kasus Miras. Buiktinya Miras masih dibiarkan beredar di
Papua. Ada kelas Miras yang legal dan ilegal. Inilah bukti ketidak seriusan
itu. Seangdainya pemerintah punya peduli terhadap masa depan orang Papua
seharusnya melarang segalah jenis Miras masuk di Papua. Sedangkan bagi pihak
yang memperdagangkan, mengkonsumsi dikenahi hukuman.
Pemerintah daerah di Papua
harusny menyatakan pereang terhadap minuman keras. Seperti yang dilakukan
di Oksibil, Ibukota Kabupaten Pegunungan
Bintang Papua, Jumat (17/8), ditandai dengan pemusnahan minuman keras yang
dilakukan Bupati setempat Wellington Wenda bersama tokoh masyarakat dan tokoh
agama. Bupati dalam sambutannya mengatakan, pihaknya bersama DPR saat ini
sedang merancang peraturan daerah tentang larangan memasukkan Miras ke daerah
tersebut. "Kami perang dengan Miras, karena itu, akan merusak generasi
muda di daerah ini," tegas Bupati sesaat setelah detik-detik proklamsi
yang digelar di lapangan Oksibil, Jumat. (Oksibil, CyberNews. Jumat, 17
Agustus 2007 ). Bukan karena hari besar, 17 Agustus atau Natal dsb, tetapi
secara konsisten akan memerangi Miras dengan mengilegalkannya.
Inipekerjaan rumah itu sangat
sulit dan bahkan termasuk pekerjaan berat. tidak mungkin mampu diselesaikan
oleh pihak tertentu saja. Apalagi sampai tuntas, itu tidak mungkin. Lihat saja
sampai saat ini masala itu masih terjadi. Untuk mendapatkan perubahan ke arah
yang lebih baik, tidak mungkin terjadi tanpa tidak ada keterlibatan semua
pihak; pemerintah; aparat keamana; lembaga sosial/swadaya; agama dan masyarakat
adat. Itulah sebanya, seharunya semua pihak di atas, bukan menjadikan Miras
sebagai komuditas uang (many policy).
Untuk itu
kabupaten lain kiranya bisa mengikuti jejak Kabupaten Manokuari yang telah
mengeluarkan Perda yang melarang peredaran Miras. Perda yang kontroversi di
daerah tersebut ternyata luar biasa. Nyaris tidak ada lagi pemabuk yang
tertidur di pinggir jalan dan aksi pemalakan yang dilakukan pengonsumsi Miras.
Kabarnya, ibu-ibu rumah tangga pun mulai dienakkan dengan Perda tersebut, kekerasan
dalam rumah tangga menurun drastis dan uang belanja yang diterima dari suami
mereka pun bertambah. (Pikiran Rakyat
Rabu, 22 Agustus 2007).
Selain itu
Papua membutuhkan orang yang memiliki hati dan otak melahirkan ide pencerahan
dan pemimpin teladan dalam perubahan melalui melaukan proteksi dari bergagai
penyaikit sosial dan budaya dari luar, terutama soal Miras yang masuk ke Papua
dan mengancam etnis dan kultural untuk sebuah perubahan bagi Papua yang lebih
baik tanpa ketertindasan dan kebelengguan dari berbagai penyakit sosial.
Serta Papua menantikan orang
yang punya hati dan otak untuk melakukan pembinahan yang bersifat perkembangan
otak (intelektual), karakter dan pembinahan hati menyangkut pembentukan diri
pribadi. Basis utama pembinaan ini dimulai dari keluarga, kemudian di sekolah
dan gereja dengan begitu ada harapan bagi kemerdekaan setiap individu (orang
Papua) dari berbagai persoalan hidup terutama minuman keras yang membelenggu,
menjadikan orang Papua seperti seolah-olah tidak berbudaya. Dengan begitu kita telah melakukan
pekerjaan besar untuk menentukan masa depan orang Papua yang lebih baik. Semoga.
2.8 Contoh Kasus
Merusak Moral, Gereja di Papua Larang Minuman
Keras
"Akibat
pengaruh miras orang bisa melakukan tindakan kriminal serta menjadi penyebab
penularan penyakit berbahaya HIV dan AIDS," harap Wakil Sekretaris Sinode
GKI di tanah Papua Pendeta Watopa saat membuka sidang klasis Biak Selatan,
Rabu.
Ia
mengakui, minuman keras yang dipasok ke tanah Papua hanya menambah kekayaan
pengusaha pemasok tetapi tidak menguntungkan bagi masyarakat khususnya warga
jemaat di lingkup GKI Sinode di tanah Papua.
Dia
berharap, melalui sidang klasis Biak Selatan, persoalan minuman keras dan
penyakit menular HIV/AIDS dapat menjadi perhatian sebab akibat pengaruh miras
dampak yang ditimbulkan cukup banyak di tengah warga jemaat.
"Pengaruh
miras juga dapat merusak moral dan mental warga jemaat, karena itu masalah ini
harus mendapat perhatian peserta sidang klasis GKI Biak Selatan," ungkap
Pendeta Watopa dihadapan 324 peserta sidang Klasis Biak selatan.
Sementara
itu, Staf ahli Bupati bidang penelitian dan pengembangan Drs Piet Wospakrik
mengakui, pelaksanaan sidang jemaat GKI Biak Selatan merupakan forum tertinggi
organisasi di tingkat Klasis dalam menyusun program pelayanan serta memilih
kepengurusan periode 2012-2016.
"Saya
harapkan sidang Klasis GKI Biak Selatan berjalan lancar sesuai jadwal serta
bisa menyusun kepengurusan organisasi untuk melayani warga jemaat Kristiani
yang tersebar di sejumlah gereja," ujarnya.
Pembukaan
sidang Klasis GKI Biak Selatan diawali ibadah dipimpin Pendeta Yustinus
Noriwari serta dihadiri Ketua DPRD Nehemia Wospakrik, Komandan Lanal Kolonel
(Mar) Prasodjo Sumarto, Komandan Pangkalan Udara Manuhua Biak Letkol (Pnb)
Djoko serta pejabat sipil TNI/Polri setempat. http://republika.co.id
2.9 Bahaya Minuman Keras
Minuman
keras yang beredar semuanya mengandung campuran alkhol atu etanol. Apabila
diminum dalam jumlah tetentu, maka peminum akan menjadi mabuk. Hal ini
karenakan alkoholatau etanol dapat merusak jaringan syarafnya diseluruh tubu,
ternmasuk syaraf otak yang menjadi pusat pengendali kesadaran manusia. Jika
dilakukan secara kontinyu(terus menerus), maka dapat merusak jaringan tubuh
secara total. Seluruh jaringan syarafnya rusak seperti kabel listrik bisa yang
konsleting. Hanya bedanya kalau kabel listrik bisa diganti dengan yang baru,
tapi syaraf manusia tidak bisa diganti dengan yang baru, kecuali tinggal
menunggu kematian saja.
Selain
merusak kesehatan tubuh, miras dapat merusak tatanan kehidupan sosial. Banyak
pemerkosaan, perampokan, pembunuhan, perzinaan dan kejahatan lainya diawali
dengan terlebih dahulu menenggak minuman keras atau pil goyang kepala oleh
pelakunya.
Kejahatan
akibat dari minuman keras ini tidak berdiri sendiri, tapi selalu ada kaitannya
dengan kejahatan lainnya yang saling berkorelasi, yaitu yang dikenal dengan
lima M: main (berjudi), Mandat(mengisap candu,narkoba). Maling(mencuri,
merampok,), Minum(mabuk), dan Madon(main perempuan/ zina).
Demikian
pula pil-pil laknat mempeunyai dampak yang lebih keras dari pada minuman keras,
karena sudah dircik dengan berbagi zat kimia dan adiktif yang berbahaya bagi
tubuh manusia.
Extasi
atau inex shabu-shabu merupakan turunan amfetamine, dengan unsur utama N,
alpha- dimenthylamine (MDMA). Dulunya amfetamine biasa digunakan untuk
menguruskan badan,. Kemampuan lainnya adalh digunakan untuk mengatur peredaran
syaraf pusat, terutama syaraf otonom yang mengatur peredaran darah dan
pernapasan . sehingga orang yang mengkonsumsi zat ini mapu bergerak non stop
tampa rasa capek, sangup bergadangsemalam suntuk tampa rasa ngantuk, tetapi
jika dosinya terlalu tinggi, atau pengunanya yang terus-menerus akan menyebabkan
psikosis, yaitu kelainan jiwa yang mengakibatkan kematian.
Karena
agama telah melarang memakanan dan minuman yang dapat merusak otak dan susunan
syaraf manusia.
2.10 Hikmah Dilarngnya Minuman Keras
A.
Menjaga kesehatn badan dan mental
Minuman keras ini sangat berbahaya
baik bagi peminum maupun akibatnya bagi orang lain. Minuman keras itu
merusak jaringan syaraf terutama syaraf otak, merusak hati(liver) dan hancurnya
jiwa/rohani. Dengan diharamkannyua minuman keras, maka manusia akan menjahuinya.
Sehingga dengan demikian akan terhindar dari bahaya-bahaya tersebut diatas.
B. Menhindari lahirnya kejahatan sosial.
Orang yang dalam keadaan mabuk
sering melakukan kejahatan pada orang lain. Dengan menjauhi perbuatan tersbut,
maka kehidupan masnyarakat dapan menjadi lebih tenang dan damai.
C. Menjaga generasi penerus agar lebih
baik, sehat jasmani dan rohani.
D. Melindungi kehoratan. Banyak
bukti bahwa pelaku pemerkosaan terhadap wanita sebagian besar adalah peminum
minuman keras.
BAB III
PENUTUPAN
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Jadi, dengan
banyaknya dampak negatif dari minuman keras kami menyimpulkan bahwasannya
minuman keras itu sangat berbahaya bagi kesehatan dan juga mental penggunanya dan
dari kesimpulan tesebut kami menghimbau
kepada semua orang agar menjauh dan jangan mendekatinya apalagi mencobanya.
Saran
· Pemerintah agar
menetetapkan perundang-undangan yang tetap dalam mengatur masalah minuman
keras.
· Seluruh kalangan
turut serta mendukung dalam pencegahan peredaran maupun penggunaan minuman
keras di lingkungan tersebut.
· Setiap keluarga
agar selalu membarikan pengarahan kepada anak-anak maupun saudaranya agar
menjauhi minuman keras.
· Pemerintah pusat
seharusnya melakukan sosialisai tentang bahaya minuman keras, kepada seluruh
lapisan masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
TEMPO Interaktif,Jum'at, 02 Maret 2007
Pikiran Rakyat Rabu, 22 Agustus 2007
Oksibil,
CyberNews. Jumat, 17 Agustus 2007
The Raal Black
Economy, Rutih Hardjono, 1992
Suara Perempuan
Papua, No. 32 Tahun II, 20-26 Maret 2006