( essay) Kurang Moral, Cendekiawan (Di)jadi(kan) Jalang ?!?

membuat essay bahasa indonesia


Kurang Moral, Cendekiawan (Di)jadi(kan) Jalang ?!?
            Enam puluh sembilan tahun sudah Indonesia merdeka. Melalui perjuangan para pahlawan yang dengan gagah berani melawan para penjajah, kini Indonesia telah diakui keberadaannya oleh bangsa – bangsa di dunia sebagai salah satu dari bangsa – bangsa yang berdaulat tersebut. Kerja keras, semangat dan sikap pantang menyerah para pahlawan patut diteladani sebagai warisan moral dalam mengisi kemerdekaan saat ini. Jika kita mengibaratkan kemerdekaan sebagai suatu lahan yang subur nan luas, maka dulu untuk memperjuangkan kemerdekaan para pahlawan berjuang secara fisik melawan penjajah, tetapi tantangan kita saat ini adalah mempertahankan dan menyuburkan lahan tersebut sehingga rumput maupun bunga dapat tumbuh dan mengubah lahan tersebut menjadi sebuah taman. Dalam hal ini, yang dimaksud adalah melakukan pembangunan untuk mengisi kemerdekaan. Disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945 bahwa salah satu dari tujuan pembangunan nasional adalah untuk mencerdaskan bangsa agar dapat tercipta sumber daya manusia yang berkwalitas, tanggung jawab, maju dan mandiri sesuai dengan tatanan kehidupan masyarakat yang berdasarkan Pancasila. “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Pernyataan ini dengan tegas disebutkan dalam Undang – Undang Dasar 1945. Pendidikan sebagai salah satu hak yang hakiki yang harus dimiliki oleh setiap individu, diatur dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum nasional, maupun instrument hukum internasional. Undang – Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia sebagai salah satu contoh instrument hukum nasional mengatur bahwa negara dan pemerintah beserta masyarakat wajib memberikan kesempatan yang seluas- luasnya kepada setiap orang untuk memperoleh pendidikan.  Kewajiban tersebut juga diperkuat pada pasal 5 Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu dan berkwalitas adalah dambaan setiap manusia. Pendidikan yang bermutu dan berkwalitas ini dalam implementasinya dalam pembangunan nasional akan mempengaruhi d  baik atau buruk moral yang melekat di individu yang berpendidikan tersebut.
            Menurut Hurlock (1990)Moral adalah tata cara, kebiasaan, dan adat peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya”. Sedangkan pendidikan menurut Stella van Petten Henderson, “Pendidikan merupakan kombinasai dari pertumbuhan dan perkembangan insani dengan warisan sosial”. Penjelasan di atas secara tidak langsung menjelaskan tentang adanya relasi yang kuat antara moral dengan pendidikan. Seharusnya relasi antara pendidikan dan moral tersebut harus berbanding lurus, karena seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan seseorang, moral dengan sendirinya akan berkembang dalam diri manusia tesebut. Sehingga bukan menjadi rahasia umum lagi, jika seseorang berpendidikan baik akan mempunyai moral yang luhur. Jika pendidikan dan moral akan tumbuh dan berkembang secara beriringan sehingga membentuk sebuah kombinasi yang merupakan bentuk konkret dari keberhasilan sistem pendidikan tersebut, lantas bagaimana dengan kasus degradasi moral yang sekarang ini marak terjadi di lingkungan remaja khususnya remaja Indonesia ? Bukankah telah dijelaskan di atas, bahwa sesungguhnya bangsa Indonesia telah mewarisi warisan moral seperti semangat perjuangan, kerja keras dan sikap pantang penyerah para pendahulunya ? Jumlah media pendidikan di Indonesia pun juga semakin bertambah. Bahkan saat ini pemerintah sudah menetapkan bahwa pendidikan moral diimplementasikan ke dalam sistem pendidikan nasional. Padahal, jika seseorang telah menerima pendidikan, bukankah sebenarnya ia telah dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah ?  Akan tetapi, angka yang menunjukkan kasus seperti tawuran, seks bebas, pemakaian obat terlarang, pemerkosaan hingga pembunuhan di kalangan remaja semakin hari tidak menunjukkan penurunan.  Jika begitu, sebenarnya apa yang salah dengan sistem pendidikan di Indonesia ? Hal tersebut ternyata telah terendus oleh penyair kita W.S Rendra yang beliau tuangkan dalam sajak berikut
Sajak Gadis Dan Majikan 
Janganlah tuan seenaknya memelukku.
Ke mana arahnya, sudah cukup aku tahu.
Aku bukan ahli ilmu menduga,
tetapi jelas sudah kutahu
pelukan ini apa artinya…..
Siallah pendidikan yang aku terima.
Diajar aku berhitung, mengetik, bahasa asing,
kerapian, dan tatacara,
Tetapi lupa diajarkan :
bila dipeluk majikan dari belakang,
lalu sikapku bagaimana !
Janganlah tuan seenaknya memelukku.
Sedangkan pacarku tak berani selangsung itu.
Apakah tujuan tuan, sudah cukup aku tahu,
Ketika tuan siku teteku,
sudah kutahu apa artinya……
Mereka ajarkan aku membenci dosa
tetapi lupa mereka ajarkan
bagaimana mencari kerja.
Mereka ajarkan aku gaya hidup
yang peralatannya tidak berasal dari lingkungan.
Diajarkan aku membutuhkan
peralatan yang dihasilkan majikan,
dan dikuasai para majikan.
Alat-alat rias, mesin pendingin,
vitamin sintetis, tonikum,
segala macam soda, dan ijazah sekolah.
Pendidikan membuatku terikat
pada pasar mereka, pada modal mereka.
Dan kini, setelah aku dewasa.
Kemana lagi aku ‘kan lari,
bila tidak ke dunia majikan ?
Janganlah tuan seenaknya memelukku.
Aku bukan cendekiawan
tetapi aku cukup tahu
semua kerja di mejaku
akan ke sana arahnya.
Jangan tuan, jangan !
Jangan seenaknya memelukku.
Ah, Wah .
Uang yang tuan selipkan ke behaku
adalah ijazah pendidikanku
 (W. S. Rendra)
            Sajak tersebut secara umum menggambarkan tentang seorang bawahan yang diperlakukan semena – mena oleh majikannya. Namun, jika ditelaah lebih lanjut, sajak tersebut menggambarkan tentang pergeseran tujuan pendidikan bangsa ini sehingga degradasi moral menjadi dampaknya. Pada bait pertama dan ketiga, dapat di lihat bahwa kita tidak bisa lepas dari belenggu campur tangan asing. Entah pada saat mencari pekerjaan, mengadakan proyek dan kerja sama, warga Indonesia lebih bangga jika bekerjasama dengan warga asing. Tanpa kita tahu, bahwa kita sebenarnya telah dimanfaatkan oleh mereka. Misalnya, kerjasama PT Freeport yang ternyata sangat merugikan Indonesia. Apalagi dengan perpanjangan waktu kerja sama. Selain itu, baru – baru ini banyak isu yang beredar terkait dengan hukuman eksekusi mati para narapidana narkoba yang menimbulkan opini publik tentang lemahnya Indonesia tehadap tekanan dari bangsa asing. Opini terbentuk karena Indonesia tidak segera melaksanakan eksekusi tersebut. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan keberanian pahlawan terhadap bangsa asing.  Kata “Tuan” dalam sajak tersebut juga menyiratkan budaya patriarki yang masih dianut oleh beberapa kalangan. Budaya tersebut secara tidak langsung memberikan opini bahwa kaum adam lebih tinggi kedudukannya daripada kaum hawa. Padahal saat ini sudah  di buat UU tentang HAM yang mengakui adanya persamaan gender. Selain bait pertama dan ketiga, bait yang lainnya menyuarakan tentang kritik keras akan pergeseran tujuan pendidikan. Saat ini pemerintah terlalu banyak membebankan mata  pelajaran kepada siswa sehingga mind set siswa hanya terpatri untuk berlomba – lomba mendapatkan nilai yang baik saja dan melupakan hakikat ilmu sendiri. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional juga masih belum diimplementasikan dengan baik. Hal ini disebabkan karena peraturan tersebut masih sarat akan kepentingan politis sehingga dibutuhkan adanya penyelesaian masalah dengan pemuda sebagai poros utama perubahan moral bangsa. Seharusnya, pendidikan moral tidak sebatas paparan kognitif oleh pendidik yang berakhir di lembar ujian, namun nilai-nilai moral yang dijadikan sebagai landasan dalam kehidupan sehari-hari.
            Tata karma dan penerapan pendidikan moral secara nyata sangat diperlukan oleh bangsa ini. Mengingat bagaimana jumlah media pendidikan terus bertambah di negeri ini. Seharusnya peningkatan jumlah media pendidikan di negeri ini diimbangi oleh kwalitas pengajar, sarana pendidikan juga yang lebih penting sistem pendidikan yang seimbang antara ilmu eksak dengan pendidikan moral agar bangsa Indonesia yang notabene berpendidikan tersebut tidak menjadi seperti binatang jalang yang liar dan haus akan uang ataupun kekuasaan bahkan menjalang karena kalah saing dengan para pemilik modal. Perlu diperhatikan juga bahwa hal sesederhana ini juga merupakan jalan keluar dari lingkaran setan korupsi yang sudah menjadi urat nadi di Indonesia.












BIODATA


            Dwi Indah Susmiyati adalah siswa kelas XII IPS 2 SMA N 1 Purworejo. Perempuan yang menyukai warna hijau ini mempunyai cita – cita untuk meneruskan studinya di  Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan melanjutkan S2 di jurusan Ilmu Kriminologi di luar negeri. Moto hidupnya yang selalu menyemangatinya ketika berada dalam keadaan terpuruk adalah “ You’re the One and Only, So Do the Best” terdengar egois memang, tetapi ia berharap dengan moto tersebut dapat membahagiakan orang yang paling ia cintai, Ibu.

Artikel Terkait