membuat essay bahasa indonesia
Kemanakah Para Insinyur Kita?
oleh fajar andy setyawan
Indonesia. Salah satu negeri yang
mungkin saat ini sedang dalam krisis. Entah itu krisis kepercayaan masyarakat
kepada pemerintah, entah itu krisis energy, krisis ekonomi dan krisis-krisis
yang lain. Krisis merupakan hal yang wajar tapi jika krisis itu terlalu banyak
maka, apa daya negeri bisa saja hancur karena krisis-krisis tadi. Sayangnya negeri
ini kurang sadar bagaimana cara membenahinya khususnya dalam proses pembangunan
yang dirasakan tidak membawa perubahan yang signifikan. Kemanakah mereka
orang-orang yang intelek? Apakah mereka masih peduli dengan pembangunan negera
ini? Entahlah, apakah ada yang bisa menjawab pertanyaan tadi. Seolah-olah tidak
ada orang yang peduli akan pembangunan negeri ini.
Ini merupakan salah satu krisis yang ada
di Indonesia, dimana para intelek, seperti insinyur tidak ada yang mau mengabdi
untuk negerinya. Apakah insinyur itu? Ya, insinyur itu adalah orang yang
merancang suatu produk yang diterapkan dari ilmu murni. Mungkin istilah yang
relevan saat ini adalah sarjana teknik. Mungkin banyak orang mengira bahwa
sarjana teknik itu banyak, karena menjamurnya universitas atau institutyang
menyediakan fakultas teknik di Indonesia. Ternyata perkiraan ini berbeda dengan
fakta di lapangan. Sedikit orang yang memilih jurusan ini karena banyak
mahasiswa yang mengatakan bahwa orang yang memilih jurusan teknik haruslah bisa
berpikir kreatif karena mereka dituntut untuk merancang suatu produk dan rincian
yang sangat terperinci. Karena itu sarjana teknik harus mengerti bagaimana cara
produk dibuat , bagaimana kerja produk, dan bahkan rincian modal yang
dibutuhkan untuk membuat produk tersebut.
Hal ini dapat menjadi tantangan bagi
orang yang tertarik dalam dunia teknik. Dalam menghadapi tantangan dalam dunia
teknik orang yang tertarik harus tertarik dalam matematika dan pengetahuan
alam karena perhitungan dan pengetahuan
tersebut akan diterapkan pada saat mereka menghadapi dunia teknik yang sejati. Jika
hal tersebut sudah terpenuhi maka dalam mempelajari teknik akan menjadi lebih
mudah.
Selepas seorang menyelesaikan kuliah dan
menjadi sarjana teknik. Apakah selanjutnya ?
Ia dapat berkerja dalam perusahaan bahkan mengabdi kepada negeri kita,
Indonesia. Tapi apakah mereka mau bekerja untuk mengabdi pada negeri? Inilah
yang menjadi pertanyaan. Bahkan dapat dibilang sedikit sekali sarjana teknik
yang ingin mengabdi kepada negeri. Lihat saja dimana saja asalkan di Indonesia
pasti pasti ada pembangunan yang terhambat atau dihentikan karena suatu kasus.
Contoh saja proyek Hambalang meskipun sudah selesai dibangun proyek ini masih
menjadi kontroversi karena adanya kasus korupsi di dalam proyek tersebut.
Apakah ada sarjana teknik yang terlibat? Tidak. Para wakil rakyat yang konon
“terhormat” malah terlibat dalam masalah ini. Ini sesungguhnya merupakan suatu
aib bangsa. Sungguh malang kita yang tinggal di negeri ini. Sampai kapankah ini
akan terjadi? Apakah wakil rakyat Indonesia sendiri yang akan menghancurkan negerinya?
Ini mungkin terjadi bila “kebiasan” oleh pejabat pemerintah bisa dihapuskan. Jika
suatu proyek dalam pembangunan negeri yang ternyata terdapat kasus korupsi,
bukannya insinyur yang mungkin hanya merancang dan mengawasi jalannya proses
pembangunan dapat menjadi malu bahkan ia dapat diduga terlibat dalam kasus
korupsi.Coba saja kalau proyek ini pasrahkan saja kepada insinyur langsung dari
pemerintah pusat tanpa campur tangan wakil rakyat mungkin hal ini dapat diminimalisasi.
Sayangnya wakil rakyat terlalu agresif dengan proyek dengan banyak uang. Hal ini tentu dapat menjadi beban pikiran
insinyur. Hal ini tentu dapat mengganggu pikiran seseorang dan pertimbangan
dalam memilih tempat untuk meneruskan hidup entah itu mengabdi kepada negeri
yang sedang dalam tahap berkembang atau di perusahaan asing di luar negeri.
Hal lain yang menyebabkan para sarjana
teknik atau insinyur untuk dalam memilih antara bekerja di Indonesia atau di
luar negeri adalah gaji atau penghasilan yang akan mereka terima ketika mereka
bekerja. Hal ini tentu menjadidilematis. Terutama pada orang yang memiliki
pikiran “kita kuliah untuk kerja.” Tentu hal ini menjadi faktor pendukung ketika orang
memilih tempat pekerjaan. Bayangkan saja
perbandingan gaji insinyur dibandingkan dengan negeri lain , Singapura dan Malaysia sekitar 30- 50 juta, di daerah Timur
Tengah bisa sekitar 25 juta, sedangkan Indonesia sekitar 6- 10 juta untuk tahun
pertama. Hal ini tentu menyebabkan para sarjana teknik atau insinyur memilih
bekerja di luar negeri. Mereka berpandangan bahwa mereka bisa lebih sejahtera
di luar negeri daripada jika mereka bekerja di Indonesia. Mereka tidak peduli
dengan peribahasa “lebih baik
hujan batu di negeri sendiri daripada hujan emas di negeri orang.” Masyarakat
tentu menganggap orang yang lebih memilih bekerja di luar negeri dari pada di
negeri sendiri sebagai orang yang “tidak nasionalis” atau “penghianat bangsa”
atau kalau pada zaman Hindia Belanda sebagai “anjing Belanda.” Tapi apakah para
insinyur itu akan luluh hatinya dan akan kembali untuk berbakti untuk negeri
Indonesia? Hal ini tentu tidak akan mempengaruhi orang dalam menentukan
pilihannya. Para insinyur pasti sudah berpikir ejekan atau sindiran bagi para
insinyur yang bekerja di luar negeri akan mereka terima ketika memilih bekerja
untuk negari asing. Mereka tidak peduli. Yang penting mereka bisa hidup
sejahtera.
Selain kontroversi ketika proses
pembangunan diurusi oleh “wakil rakyat.” Adapula kontroversi ketika proses
pembangunan dilakukan masyarakat tidak mau menerima proses pembangunan
dilakukan. Contoh saja, proses pembangunan pembangkit tenaga listrik bertenaga
nuklir di daerah Gunung Muria mungkin dapat dipastikan gagal 100%. Apakah
penyebabnya? Apakah pemerintah kekurangan modal? Atau para insinyur yang yang
sudah tidak sanggup merancang? Tidak. Masyarakatlah yang menolak proyek
tersebut. Mereka beranggapan bahwa pembangkit tenaga nuklir akan membawa hal
yang buruk bagi kesehatan mereka. Mereka takut kena radiasi. Itulah malangnya
nasib insinyur yang sudah mencoba untuk mengabdi kepada negerinya, tapi
kenyataannya konsep mereka yang sudah mereka pikir matang-matang ditolak oleh
masyarakat sendiri. Apakah mereka tidak patah hati? Tentu saja mereka patah
hati,bagaimana pun seorang insinyur dalam melakukan pertimbangan pembangunan
dapat memakan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-berbulan, kemudian konsep
yang sudah mereka pikirkan tersebut tidak dipakai. Kembali kepada permasalahan
proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir, perlu dikaji lagi
pengetahuan masyarakat akan teknologi saat ini masih digolongkan kurang. Hal ini
tentu harus ditangani pemerintah dengan mengadakan sosialisasi tentang
pembangkit tenaga nuklir. Hal ini mungkin agak sulit karena secara tidak
langsung masyarakat sudah mendoktrin bahwa nuklir adalah sesuatu yang membawa
dampak radiasi yang buruk bagi kesehatan dan keturunan mereka. Mereka tidak
tahu bahwa proyek nuklir ini dapat mengatasi dikrisis energi di pulau Jawa dan
sekitarnya. Yang masyarakat tahu adalah bagaimana mereka menggunakan energi
bukan bagaimana menghasilkan energi. Hal ini harus ditanggulangi secepatnya
karena bagaimanapun masyarakat Indonesia pasti memerlukan banyak energi,
apalagi jumlah masyarakat pasti bertambah, entah itu lahir ataupun pendatang
yang dipastikan harus diimbangi dengan tambahan pasokan energi.
Faktor pendukung perginya para sarjana
teknik atau insinyur adalah minimnya pekerjaan yang sesuai dengan bidang
teknik. Hingga saat ini tidak dapat dipungkiri hanya sedikit sekali orang di
Indonesia yang mempunyai mental pengusaha, kebanyakan memiliki mental pekerja
“saya kuliah untuk kerja.” Sehingga mau tidak mau pemerintah harus menyediakan
lapangan pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat tanpa
mengesampingkan proses pembangunan negeri. Contoh saja, pemerintah dapat
mengirim para insinyur tersebut ke daerah-daerah tertinggal seperti di
Indonesia bagian timur yang dapat dikatakan proses pembangunan berjalan dengan
sangat lambat. Masih banyak masyarakat primitif yang belum merasakan pembangunan
negeri.
Hal lain untuk menumbuhkan mental para
sarjana teknik untuk menjadi pengusaha adalah diperlukan penanaman bukan untuk
bekerja tapi untuk berinvestasi. Untuk itu para insinyur perlu diberi bekal
berupa materi kewirausahaan secara maksimal dan juga diberi kebebasan untuk
mengemukakan ide dalam proses pembangunan dan kemudian pemerintah memberi modal
pinjaman lunak untuk pengembangan ide tersebut. Hal ini tentu dapat menarik
minat para insinyur untuk berinovasi di dalam negeri. Jadi sesungguhnya jika
masyarakat dan pemerintah mau mendukung para insinyur atau sarjana teknik untuk
maju di negerinya sendiri niscaya hanya sedikit insinyur atau sarjana teknik PASTI.
essay bahasa indonesia. contoh essay