PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap Negara memiliki ideologi masing-masing sebagai dasar
bangsa dan Negara sebagai filsafat hidup Negara tersebut. Karena ideologi ini
merupakan dasar atau ide atau cita-cita negara tersebut untuk semakin
berkembang dan maju. Ideologi digambarkan sebagai seperangkat gagasan tentang
kebaikan bersama, ideologi juga dirumuskan sebagai suatu pandangan atau sistem
nilai yang menyeluruh dan mendalami tentang tujuan-tujuan yang hendak dicapai
masyarakat, dan sebagai cara untuk mencapai tujuan oleh masyarakat.
Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, ideologi negara
tersebut tidak boleh hilang dan tetap menjadi pedoman dan tetap tertanam pada
setiap warganya. Selain itu, semakin maju teknologi seolah-olah ideologi
Pancasila hanya sebagai pelengkap negara agar tampak bahwa Indonesia sebuah
negara yang merdeka dan mandiri.
Banyak tingkah laku baik kalangan penjabat maupun rakyatnya
bertindak tidak sesuai dengan ideologi Pancasila. Ada beberapa faktor mengapa
bangsa kita sedikit melenceng dari ideologi Pancasila. Selain semakin
berkembangnya ideologi-ideologi luar atau selain Pancasila tetapi juga bangsa
Indonesia kurang mengerti ideologinya dan bahkan tidak tahu sama sekali. Oleh
karena itu, penulis membuat makalah ini dengan judul Pancasila sebagai Ideologi
nasional agar kita dapat mengenal ideologi kita dan bertindak sesuai dengan
ideologi kita.
C. Rumusan Masalah
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut :
Apa pengertian Ideologi ?
Bagaimanakah Pancasila sebagai Ideologi Nasional ?
Bagaimanakah Penerapan Ideologi Pancasila ?
Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut :
Memahami pengertian Ideologi.
Memahami Pancasila
sebagai Ideologi Nasional.
Memahami Penerapan
Ideologi Pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Ideologi
Ideologi adalah gabungan dari dua kata majemuk, yaitu idea
dan logus, yang berasal dari bahasa Yunani eidos dan logos. Secara sederhana,
Ideologi berarti suatu gagasan yang berdasarkan pemikiran sedalam-dalamnya dan
merupakan pemikiran filsafat. Dalam arti kata luas, istilah ideologi
dipergunakan untuk segala kelompok cita-cita, nilai-nilai dasar, dan
keyakinan-keyakinan yang mau dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif. Dalam
artian ini, ideologi disebut terbuka. Dalam arti sempit, ideologi adalah
gagasan atau teori yang menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-nilai yang
mennetukan dengan mutlak bagaimanan manusia harus hidup dan bertindak. Artinya
ini disebut juga ideologi tertutup. Kata ideologi sering juga dijumpai untuk
pengertian memutlakkan gagasan tertentu, sifatnya tertutup dimana teori-teori
bersifat pura-pura dengan kebenaran tertentu, tetapi menyembunyikan kepentingan
kekuasaan tertentu yang bertentangan dengan teorinya. Dalam hal itu, ideologi
diasosialisasikan kepada hal yang bersifat negatif.
Ideologi juga diartikan sebagai ajaran, doktrin, teori, atau
ilmu yang diyakini, kebenarannya yang disusun secara sistematis dan diberi
petunjuk pelaksanaannya dalam menanggapi dan menyelesaikan masalah yang
dihadapi dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bermegara (Bahan Penataran Bp-7
Pusat, 1992). Suatu pandangan hidup akan meningkat menjadi suatu falsafah
hidup, apabila telah mendapat landasan berpikir maupun motivasi yang lebih
jelas, sedangkan kristalisasinya kemudian membentuk suatu ideologi dengan
pandangan hidup akan membedakan ideologi suatu bangsa dengan bangsa lain.
Dalam praktik orang menganut dan mempertahankan ideologi
sebagai cita-cita, karena ideologi merumuskan cita-cita hidup. Oleh karena itu,
menurut gunawan Setiardja (1993), ideologi dapat dirumuskan sebagai seperangkat
ide asasi tentang manusia dan seluruh realitas yang dijadikan pedoman dan
cita-cita hidup. Ideologi berada satu tingkat lebih rendah dari filsafat.
Berbeda dengan filsafat yang digerakkan oleh kepada kebenaran dan sering tanpa
pamrih apapun juga, maka ideologi digerakkan oleh tekad untuk mengubah keadaan
yang tidak diinginkan, menuju ke arah keadaan yang diinginkan. Dalam ideologi
sudah ada suatu komitmen, sudah terkandung wawasan masa depan yang dikehendaki
oleh hendak diwujudkan dalam kenyataan.
Jika filsafat merupakan kegemaran sebagian kecil orang saja,
karena memang tidak semua orang mempunyai kecenderungan pribadi mencari
kebenaran tertinggi itu, maka ideologi diminati oleh lebih banyak manusia.
Menurut Edward Shils (lihat Bp-7 Pusat, 1991, 382-384), salah seorang pakar
mengenai ideologi, jika manusia sudah mencapai taraf pengembangan intelektual
tertentu, maka kecenderungan menyusun ideologi ini merupakan suatu ciri dasar
kemanusiaannya. Manusia sebagai makhluk berpikir akan selalu semakin cerdas dan
semakin terdidik sebagai warga masyarakat, dan semakin meningkat kebutuhannya
akan wawasan ideologi. Oleh karena itu, ideologi merupakan wawasan yang hendak
diwujudkan, maka ideologi selalu berkonotasi politik.
Dewasa ini ideologi telah menjadi suatu pengertian yang
kompleks. Perkembangan akhir-akhir ini menunjukkan terajadinya pembedaan yang
makin jelas antara ideologi, filsafat, ilmu, dan teologi. Ideologi dipandang
sebagai pemikiran yang timbul karena pertimbangan kepentingan. Di dalam
ideologi orang tidak mempermasalahkan nilai kebenaran internalnya. Ideologi
bersifat refleksif, kritis, dan sistematik, dimana pertimbangan utamanya adalah
kebenaran pemikiran. Karena perbedaan itu, ideologi disebut juga sebagai suatu
sistem pemikiran yang sifatnya tertutup. (Pranarka, 1985:372).
Dalam perkembangan itu, ideologi mempunyai arti yang
berbeda. Pertama, ideologi diartikan sebagai Weltanschuung, yaitu pengetahuan
yang mengandung pemikiran-pemikiran besar, cita-cita besar, menbgenai sejarah,
manusia, masyarakat, Negara (science of ideas. Dalam pengertian ini kerap kali
ideologi disamakan artinya dengan ajaran filsafat. Kedua, ideologi diartikan
sebagai pemikiran yang tidak memperhatikan kebenaran internal dan kenyataan
empiris, ditunjukkan dan tunbuh berdasarkan pertimbangan kepentingan tertentu
dan karena itu ideologi cenderung menjadi bersifat tertutup. Ketiga, ideologi
diartikan sebagai suatu believe system dan arena itu berbeda dengan ilmu, filsafat,
ataupun teologi yang secara formal merupakan suatu knowledge system (bersifat
refleksif, sistematis, dan kritis).
B. Penerapan Ideologi
Penerapan Ideologi dalam kehidupan kenegaraan disebut
“Politik” . karena itu sering terjadi bahwa ideologi dimanfaatkan untuk tujuan
tertentu, misalnya : merbut kekuasaan Ideologi dalam kehidupan kenegaraan dapat
diartikalan sebagai suatu kosensus mayoritas warga negara tentang nilai-nilai
dasar yang ingin diwujudkan dengan mendirikan negara. Dalam hal ini sering juga
disebut Philosofiche Gronslag atau Weltanschauung yang merupakan
fikiran-fikiran terdalam, hasrat terdalam warga negaranya, untuk di atasnya
didirikan suatu negara.
C. Pancasila Sebagai Ideologi Nasional
Ideologi adalah istilah yang sejak lama telah dipakai dan
menunjukkan beberapa arti. Menurut Destutt de Tracy pada tahun 1796, semua arti
itu memakai istilah ideologi dengan pengertian science of ideas, yaitu suatu
program yang diharapkan dapat membawa perubahan institusional dalam masyarakat
Prancis. Namun, Napoleon mencemooh sebagai khayalan belaka yang tidak punya
arti praktis, ideologi semacam itu adalah impian semata yang tidak punya arti
praktis. Ideologi semacam itu adalah impian semata yang tidak punya arti
praktis. Namun demikian, ideologi punya arti orientasi yang menempatkan
seseorang dalam lingkungan ilmiah dan sosial. Dalam orientasi ini ideologi
mempunyai pandangan tentang alam, masyarakat, manusia, dan segala realitas yang
dijumpai serta dialami semasa hidupnya.
Terdapat
empat tipe ideologi (BP-7 Pusat, 1991-384), yaitu sebagai berikut :
Ideologi konservatif, yaitu ideologi yang memlihara keadaan
yang ada (Statusquo), setidak-tidaknya secara umum, walaupun membuka
kemungkinan perbaikan dalam hal-hal teknis.
Kontra ideologi, yaitu melegatimasikan penyimpangan yang ada
dalam masyarakat sebagai yang sesuai dan malah dianggap baik.
Ideologi reformis, yaitu berkehendak untuk mengubah keadaan.
Ideologi revolusioner, yaitu ideologi yang bertujuan
mengubah seluruh sistem nilai masyarakat itu.
Suatu ideologi yang sama, dalam perjalanan hidup yang cukup
panjang, biasa berubah tipe. Ideologi komunis yang pernah bersifat revolusioner
sebelum berkuasa, menjadi sangat konservatif setelah para pendukungnya
berkuasa. Dalam perjalanan sejarah, Pancasila merupakan ideologi yang
mengandung sifat reformis dan revolusioner.
Kita mengenal berbagai istilah ideologi, seperti ideologi
negara, ideologi bangsa, dan ideologi nasional. Ideologi Negara khusus
dikaitkan dengan pengaturan penyelenggaraan pemerintahan Negara. Sedangkan
ideologi nasional mencakup ideologi Negara dan idelogi yag berhubungan
pandangan hidup bangsa. Bagi bangsa Indonesia, ideologi nasionalnya tercermin
dan terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.
Ideologi Nasional bangsa Indonesia tercermin dan terkandung
dalam Pembukaan UUD 1945 adalah ideologi perjuangan, yaitu yang sangat sarat
dengan jiwa dan semangat perjuangan bangsa untuk mewujudkan Negara merdeka,
bersatu, berdaulat, adil, dan makmur (Bahan Penataran, BP-7 Pusat, 1993).
Pancasila sebagai ideologi nasional, dapat diartikan sebagai
suatu pemikiran yang memuat pandangan dasar dan cita-cita mengenai sejarah
manusia, masyarakat, hukum, dan Negara Indonesia, yang bersumber dari
kebudayaan Indonesia.
a) Makna Ideologi
bagi Negara
Pancasila sebagai ideologi nasional mengandung nilai-nilai
budaya bangsa Indonesia, yaitu cara berpikir dan cara kerja perjuangan.
Pancasila perlu dipahami dengan latar belakang sejarah perjuangan bangsa
Indonesia. Sebagai dasar Negara, Pancasila perlu dipahami dengan latar belakang
konstitusi proklamasi aau hukum dasar kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat, yaitu Pembukaan, Batang Tubuh, serta Penjelasan UUD 1945.
Pancasila bersifat integralistik yaitu paham tentang hakikat
Negara yang dilandasi dengan konsep kehidupan bernegara. Pancasila yang
melandasi kehidupan bernegara menurut Supomo adalah dalam kerangka Negara
Integralistik, untuk membedakan paham-paham yang digunakan oleh pimikir
kenegaraan lain. Untuk memahami konsep Pancasila bersifat intergralistik, maka
terlebih dahulu kita harus melihat beberapa teori (paham) mengenai dasar
Negara, yaitu sebagai berikut :
· Teori
perseorangan (Individualistik)
Sarjana-sarjana yang membahas teori individualistik adalah
Hebert Spencer (1820-1903) dan Horald J. Laski (1893-1950). Pada intinya,
menurut teori ini Negara adalah masyarakat hukum (legal society) yang disususn
atas kontrak antara seluruh orang dalam masyarakat itu. (social contract). Hal
ini mempunyai pengertian, bahwa Negara dipandang sebagai organisasi kesatuan
pergaulan hidup manusia yang tertinggi.
· Teori
Golongan (Class Theory)
Teori ini diajarkan, antara lain oleh Karl Marx (1818-1883).
Menurut Karl Marx, Negar merupakan penjelmaan dari pertentangan-pertentangan
kekuatan ekonomi. Negara dipergunakan sebagai alat oleh mereka yang kuat untuk
menindas golongan ekonomi yang lemah. Yang dimaksud dengan golongan ekonomi
yang kuat adalah merek yang memiliki alat-alat produksi.
· Teori
Kebersamaan (Integralistik)
Teori intergralistik semula diajarkan oleh Spinoza, Adam
Muhler, dan lain-lain yang mengemukakan bahwa Negara adalah suatu susunan
masyarakat yang integral diantara semua golongan dan semua bagian dari seluruh
anggota msyarakat.
Negara dalam cara pandang integralistik Indonesia, tidak
akan memiliki kepentigan sendiri (kepentingan pemerintah) terlepas atau bahkan
bertenangan dengan kepentingan orang-orang (rakyat), di dalam Negara semua
pihak mempunyai fngsi masing-masing dalam kesatuan yang utuh yang oleh Prof.
Supomo disebutkan sebagai suatu totalitas. Kesatuan dan integritas yang
dicita-citakan dalam UUD 1945 dijabarkan lebih lanjut dalam ketetapan MPR
tentang GBHN.
Pancasila bersifat intergralistik karena :
· Mengandung
semangat kekeluargaan dalam kebersamaan,
· Adanya
semangat kerja sama (gotong royong),
· Memeihara
persatuan dan kesatuan, dan
· Mengutamakan
musyawarah untuk mufakat.
Asal Mula Pancasila Sebagai Dasar Negara
Pancasila hadir bukan sebagai sebuah kebetulan yang tidak
bermakna. Hadirnya pancasila dalam kehidupan bangsa Indonesia merupakan upaya
keras para pendiri bangsa ini agar indonesia merdeka memiliki landasan yang
kukuh. Hal ini dapat ditemukan sebagai asal mula yang langsung dan asal mula
yang tidak langsung.
1. Asal mula langsung
Adalah asal mula yang langsung berkaitan dengan terjadinya
Pancasila sebagai dasar filsafat negara; yaitu asal mula yang sesudah dan
menjelang Proklamasi Kemerdekaan sejak dirumuskan dalam sidang BPUPKI Pertama,
Panitia Sembilan, Sidang BPUPKI Kedua serta sidang PPKI sampai pengesahannya.
Adapun rincian asal mula langsung Pancasila sebagai berikut:
a. Asal Mula Bahan [
kausa materialis ]
Nilai-nilai dasar Pancasila
digali dan diangkat dari nilai-nilai adat istiadat, nilai kebudayaan
serta nilai religius yang dimiliki bangsa Indonesia; maka kausa materialis /
asal mula bahan Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri.
b. Asal Mula Bentuk [ kausa formalis ]
ialah siapa yang merumuskan Pancasila sebagaimana termuat
dalam Pembukaan UUD 1945. Bentuk, rumusan dan nama Pancasila sebagaimana
termuat dalam Pembukaan UUD 1945 dirumuskan dan dibahas oleh Ir. Soekarno
bersama Drs. Moh. Hatta serta anggota BPUPKI lainnya; maka kausa formalis /
asal mula bentuk Pancasila adalah : Ir. Soekarno , Drs. Moh. Hatta serta
anggota BPUPKI.
c. Asal Mula Karya [
kausa efficient ]
ialah asal mula yang menjadikan Pancasila dari calon dasar
negara menjadi dasar negara yang sah. PPKI sebagai pembentuk negara, dan atas
kuasa pembentuk negara yang mengesahkan pancasila menjadi dasar negara yang
sah; maka kausa efficient / asal mula karya Pancasila adalah PPKI.
d. Asal Mula Tujuan [
kausa finalis ]
Ialah apa tujuan para pendiri bangsa merumuskan dan membahas
Pancasila.
BPUPKI dan Panitia Sembilan termasuk Soekarno dan Hatta
merumuskan dan membahas Pancasila tujuannya adalah untuk dijadikan sebagai
dasar negara; maka kausa finalis / asal mula tujuan Pancasila adalah : anggota
BPUPKI, Panitia Sembilan serta Soekarnoa dan Hatta.
Asal Mula yang Tidak Langsung.
Adalah asal mula yang tidak langsung berkaitan dengan
terjadinya Pancasila sebagai dasar filsafat negara; yaitu asal mula yang
sebelum Proklamasi Kemerdekaan asal mula nilai-nilai Pancasila yang terdapat
dalam adat istiadat, kebudayaan, serta dalam nilai-nilai agama bangsa Indonesia
.
Apabila dirinci asal mula tidak langsung Pancasila sebagai
berikut
a. Unsur-unsur / nilai-nilai dasar Pancasila [ nilai
Ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan dan nilai
keadilan ] sebelum secara langsung dirumuskan menjadi dasar filsafat negara,
telah ada dan tercermin dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia.
b. Nilai-nilai tersebut terkandung dalam pandangan hidup
masyarakat [ berupa nilai adat istiadat, nilai kebudayaan serta nilai religius
] jauh sebelum membentuk negara.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam arti kata luas, istilah ideologi dipergunakan untuk
segala kelompok cita-cita, nilai-nilai dasar, dan keyakinan-keyakinan yang mau
dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif. Dalam artian ini, ideologi disebut
terbuka. Dalam arti sempit, ideologi adalah gagasan atau teori yang menyeluruh
tentang makna hidup dan nilai-nilai yang menentukan dengan mutlak bagaimanan
manusia harus hidup dan bertindak. Artinya ini disebut juga ideologi tertutup.
Kata ideologi sering juga dijumpai untuk pengertian memutlakkan gagasan
tertentu, sifatnya tertutup dimana teori-teori bersifat pura-pura dengan
kebenaran tertentu, tetapi menyembunyikan kepentingan kekuasaan tertentu yang
bertentangan dengan teorinya. Dalam hal itu, ideologi diasosialisasikan kepada
hal yang bersifat negatif.
Indonesia yang memiliki dasar filsafat negara berupa
Pancasila. Pancasila adalah sebagai dasar filsafat Negara Indonesia yang
diangkat dari nilai-nilai religius, norma-norma serta adat-istiadat yang
terdapat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk Negara.
Maka Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia berakar pada pandangan hidup
dan budaya bangsa, yang berisi nilai-nilai ketakwaan kepada Allah Swt,
Kemanusiaan, Persatuan, Kekeluargaan, Demokrasi, Nasionalisme, sehingga
Pancasila menjadi dasar ideologi Nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Darmadi, Hamid. 2013. Urgensi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan di peruguruan Tinggi. Bandung: Alfabeta.
Al-Marsudi, Subandi. 2003. Pancasila dan UUD 1945 dalam
Paradigma Reformasi. Jakarta: PT Raja Garindo Persada
http://pknburahmaayue.blogspot.co.id/2012/12/pancasila-sebagai-ideologi-terbuka_16.html
SUMBER
:http://ruaikadiniati.blogspot.co.id/2015/10/makalah-pancasila-sebagai-ideologi.html#.ViFhq1d4frc