PUSAT LABA dan HARGA TRANSFER (AKUNTANSI)

Tags



PUSAT LABA dan HARGA TRANSFER


Pusat laba adalah pusat tanggung jawab yang masukkannya maupun keluarannya diukur dalam satuan moneter, sehingga labanya dapat dihitung. Laba merupakan ukuran kinerja yang berguna karena laba memungkinkan manajemen senior dapat menggunakan satu indikator yang komprehensif. Untuk memberi contoh pusat laba biasanya disebutkan divisi, misalnya contoh berikut ini:
General Motor Corporation (GMC) mempunyai Divisi Chevrolet, Divisi Oldsmobile, Divisi Pontiac, Divisi Buick, dan Divisi Cadilac. Oleh karena GMC mendelegasikan wewenang kepada divisi-divisinya untuk membuat produk, menentukan harga jualnya, dan menentukan biaya produk-produk tersebut, maka sudah sewajarnya manajer divisi-divisi tersebut dituntut untuk bertanggung jawab terhadap pendapatan dan biaya divisi.
Akan tetapi, pembahasan pusat laba tidak selalu harus terkait dengan divisi. Sebuah perusahaan yang tidak mempunyai divisipun dapat menjadi pusat laba, misalnya contoh berikut ini:
Perusahaan Leces (sebuah badan usaha milik negara yang memproduksi kertas). Di Perusahaan Leces, Departemen Produksi dan Departemen Pemasaran masing-masing merupakan pusat biaya dan pusat pendapatan. Perusahaan Leces itu sendiri bagi pemilik (yaitu Departemen Keuangan Republik Indonesia) merupakan salah satu pusat laba.

A.    Unit Bisnis sebagai Pusat Laba
Hampir semua unit bisnis diciptakan sebagai pusat laba karena manajer yang bertanggungjawab atas unit bisnis tersebut memiliki kendali atas pengembangan produk, proses produksi, dan pemasaran. Para manajer berperan untuk mempengaruhi pendapatan dan beban sehingga para manajer dianggap bertanggungjawab atas “laba bersih”. Namun demikian wewenang seorang manajer unit bisnis dibatasi dengan berbagai cara seperti yang tercermin dalam desain dan operasi pusat laba. Batasan-batasan atas wewenang unit bisnis antara lain sebagai berikut:
1.      Batasan dari Unit Bisnis Lain
Pengelolaan suatu pusat laba berkaitan pengendalian atas tiga jenis keputusan, yaitu: (1)keputusan produk (batang atau jasa apa yang dibuat atau dijual); (2)keputusan pemasaran (bagaimana, dimana, dan berapa jumlah barang atau jasa yang akan dijual); (3)keputusan perolehan (procurement) atau sourching (bagaimana mendapatkan atau memproduksi barang atau jasa). Jika seorang manajer unit bisnis mengendalikan ketiga aktivitas tersebut, biasanya tidak akan kesulitan dalam melaksanakan tanggung jawab laba dan mengukur kinerja. Namun pada umumnya, semakin besar tingkat integrasi dalam suatu perusahaan, semakin sulit melaksanakan tanggung jawab pusat laba tunggal untuk ketiga aktivitas tersebut dalam lini produk yang ada. Akan lebih sulit lagi jika keputusan produksi, sourching, dan pemasaran untuk lini produk tunggal dipecah ke dalan dua atau lebih unit bisnis, sehingga memisahkan kontribusi tiap-tiap unit bisnis terhadap kesuksesan lini produk secara keseluruhan. Suatu masalah utama akan terjadi ketika suatu unit bisnis harus berurusan dengan unit bisnis lain.
2.      Batasan dari Manajemen Korporat
Batasan-batasan yang dikenakan olen manajemen korporat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
a.      Batasan yang timbul dari pertimbangan-pertimbangan strategis. Hampir semua perusahaan mempertahankan beberapa keputusan, terutama keputusan finansial pada tingkat korporat, setidaknya untuk aktivitas-aktivitas domestik. Batasan lainnya, setiap unit bisnis memiliki suatu “perjanjian” yang menyatakan aktivitas-aktivitas pemasaran dan/atau produksi yang boleh dilaksanankan. Selain itu, pemeliharaan citra korporat memerlukan batasan atas kualitas produk atau atas aktivitas-aktivitas hubungan masyarakat.
b.      Batasan yang timbul karena adanya keseragaman yang diperlukan. Perusahaan-perusahaan mengenakan batasan pada unit-unit bisnis karena kebutuhan akan keseragaman. Suatu batasan adalah bahwa unit bisnis harus menyesuaikan diri terhadap sistem pengendalian manajemen dan akuntansi perusahaan.

B.     Pusat Laba Lainnya
1.      Unit-unit Fungsional
Perusahaan multibisnis biasanya berbagi ke dalam unit-unit bisnis, dimana setiap unit bisnis diperlakukan sebagai unit penghasil laba yang independen. Sub-unit yang ada dalam suatu unit bisnis dapat terorganisasi secara fungsional. Terkadang lebih mudah untuk membuat unit-unit fungsional (misalnya: unit pemasaran, unit produksi, dan unit jasa) sebagai pusat laba. Namun demikian, tidak ada prinsip tertentu yang menyatakan bahwa unit tertentu merupakan pusat laba sementara unit yang lain bukan. Keputusan manajemen untuk menentukan pusat labanya berdasarkan besarnya pengaruh yang dilaksanakan oleh manajer unit terhadap aktivitas yang mempengaruhi laba bersih.
a.      Pemasaran. Aktivitas pemasaran dapat dijadikan sebagai pusat laba dengan membebankan biaya dari produk yang terjual. Harga transfer memberikan informasi yang relevan bagi manajer pemasaran dalam membuat trade-off pendapatan/pengeluaran yang optimal, dan penggunaan biaya standar untuk mengukur manajer pusat laba berdasarkan profitabilitasnya akan memberikan evaluasi terhadap trade-off yang dibuat. Dengan menggunakan biaya standar memisahkan kinerja biaya pemasaran dari kinerja biaya manufaktur.
b.      Manufaktur (Produksi). Salah satu cara untuk mengukur aktivitas unit manufaktur secara keseluruhan adalah dengan menjadikannya pusat laba dan memberikan nilai berdasarkan harga jual produk dikurangi dengan estimasi biaya pemasaran. Cara seperti ini jauh dari sempurna, karena banyak faktor yang mempengaruhi volume dan kombinasi penjualan berada di luar jangkauan kendali manajer manufaktur. Meskipun demikian, hal ini masih lebih baik daripada menganggap unit manufaktur hanya bertanggungjawab pada biaya.
c.       Unit Pendukung dan Pelayanan. Unit pemeliharaan, teknologi informasi, transportasi, teknik, konsultan, layanan konsumen, dan aktivitas pendukung sejenisnya dapat dijadikan sebagai pusat laba. Hal ini dapat dioperasikan kantor pusat dan divisi pelayanan perusahaan, atau dapat dipenuhi di dalam unit bisnis itu sendiri. Unit pendukung dan pelayanan membebankan biaya pelayanan yang diberikan dengan tujuan finansial untuk menghasilkan bisnis yang mencukupi sehingga pendapatan setara dengan pengeluaran.
Ketika unit pendukung dan pelayanan dikelola sebagai pusat laba, para manajer termotivasi untuk mengendalikan biaya supaya para konsumen tidak lari, sementara para manajer unit penerima termotivasi untuk membuat keputusan mengenai apakah jasa yang diterima sesuai dengan harganya.
2.      Organisasi Lainnya
Suatu perusahaan dengan opersai cabang yang bertanggungjawab atas pemasaran produk perusahaan di wilayah geografis tertentu sering kali menjadi pusat laba secara alamiah. Meskipun para manajer cabang tidak memiliki tanggung jawab manufaktur atau pembelian, profitabilitasnya sering kali merupakan satu-satunya ukuran kinerja yang paling baik  dan merupakan suatu alat motivasi yang sempurna.



C.    Mengukur Profitabilitas
Terdapat dua jenis pengukuran profitabilitas yang digunakan dalam mengevaluasi suatu pusat laba, yaitu sebagai berikut:
1.      Ukuran kinerja manajemen, yang memiliki fokus pada bagaimana hasil kerja para manajer. Pengukuran ini digunakan untuk perencanaan (planning), koordinasi (coordinating), dan pengendalian (controlling) kegiatan sehari-hari pusat laba dan sebagai alat untuk memberikan motivasi yang tepat bagi para manajer.
2.      Ukuran kinerja ekonomis, yang memiliki fokus pada bagaimana kinerja pusat laba sebagi suatu entitas ekonomi.
Jenis-jenis Ukuran Kinerja
Kinerja ekonomis suatu pusat laba selalu diukur dari laba bersih (yaitu, pendapatan yang tersisa setelah dikurangi seluruh biaya, termasuk porsi yang pantas untuk biaya overhead korporat yang dialokasikan ke pusat laba).
Kinerja manajer suatu pusat laba dapat dievaluasi berdasarkan lima ukuran profitabilitas, yaitu sebagai berikut:
1.      Margin Kontribusi
Margin kontribusi (contribution margin) menunjukkan rentang (spread) antara pendapatan dengan beban variabel. Alasan utama digunakannya margin kontribusi sebagai alat pengukur kinerja manajer pusat laba adalah bahwa karena beban tetap (fixed expense) berada di luar kendali manajer, sehingga para manajer harus memusatkan perhatian untuk memaksimalkan margin kontribusi.
2.      Laba Langsung
Laba langsung (direct profit) mencerminkan kontribusi pusat laba terhadap overhead  umum dan laba perusahaan. Ukuran ini menggunakan seluruh pengeluaran pusat laba tanpa mempedulikan apakah pos-pos pengeluaran berada dalam kendali manajer pusat laba atau tidak. Meskipun demikian, pengeluran yang terjadi di kantor pusar tidak termasuk dalam perhitungan ini.
3.      Laba yang Dapat Dikendalikan
Pengeluaran-pengeluaran kantor pusat yang dapat dikendalikan (paling tidak pada tingkat tertentu) oleh manajer unit bisnis (misalnya, layanan teknologi informasi) termasuk dalam sistem pengukuran kinerja, maka laba yang dihasilkan setelah dikurangi dengan seluruh biaya yang dipengaruhi oleh manajer pusat laba .


4.      Laba sebelum Pajak
Dalam ukuran ini, seluruh overhead kantor pusat dialokasikan ke pusat laba berdasarkan jumlah relative dari beban yang dikeluarkan oleh pusat laba.
Jika pusat laba dibebani dengan sebagian overhead kantor pusat, maka pembebanan harus dihitung berdasarkan biaya yang telah dianggarkan bukan biaya aktual. Hal ini akan memberi kepastian bahwa manajer pusat laba tidak akan mengeluh, baik karena kebijakan ini maupun karena kurangnya pengendalian manajer pusat laba atas overhead kantor pusat tersebut.
5.      Laba Bersih
Perusahaan mengukur kinerja pusat laba domestik berdasarkan laba bersih (net income), yaitu jumlah laba bersih setelah pajak.
Sifat dari ukuran-ukuran kinerja manajer pusat laba ditunjukkan dalam contoh laporan laba-rugi berikut ini:
Keterangan
Jumlah ($)
Ukuran Profitabilitas
Pendapatan
1.000

Harga pokok penjualan
600

Biaya variabel
180

Margin kontribusi
220
(1)
Biaya tetap yang dikeluarkan oleh pusat laba
90

Laba langsung
130
(2)
Beban biaya korporat yang dapat dikendalikan
10

Laba yang dapat dikendalikan
120
(3)
Alokasi korporat lainnya
20

Pendapatan belum kena pajak
100
(4)
Pajak
40

Pendapatan bersih
60
(5)

D.    Harga Transfer
1.      Tujuan Penentuan Harga Transfer
Jika dua atau lebih pusat laba bertanggung jawab bersama atas pengembangan, pembuatan (produksi), dan pemasaran suatu produk, maka masing-masing pusat laba harus membagi pendapatan yang dihasilkan ketika produk tersebut dijual. Harga transfer merupakan suatu cara untuk mendistribusikan pendapatan ini. Tujuan penentuan harga transfer antara lain sebagai berikut:
a.       Memberikan informasi yang relevan kepada masing-masing unit bisnis untuk menentukan imbal balik yang optimum antara biaya dan pendapatan perusahaan.
b.      Menghasilkan keputusan yang selaras dengan cita-cita, artinya sistem penentuan harga transfer harus dirancang sedemikian rupa sehingga keputusan untuk meningkatkan laba unit bisnis juga akan meningkatkan laba perusahaan.
c.       Membantu pengukuran kinerja ekonomi dari unit bisnis individual.
d.      Sistem penentuan harga transfer harus mudah dimengerti dan dikelola.

2.      Metode Penentuan Harga Transfer
Harga transfer merupakan nilai yang diberikan atas suatu transfer barang atau jasa dalam suatu transaksi dimana salah satu dari kedua pihak yang terlibat adalah pusat laba. Istilah harga yang digunakan memiliki arti yang sama dengan yang digunakan dalam transaksi antar perusahaan independen.Prinsip dasar penentuan harga transfer adalah bahwa harga transfer sebaiknya serupa dengan harga yang akan dikenakan seandainya produk tersebut dijual ke konsumen luar atau dibeli dari pemasok luar. Dua keputusan yang harus diambil, ketika unit-unit bisnis (pusat laba) di suatu perusahaan membeli dan menjual produk ke satu sama lain, yaitu:
a.      Keputusan sourching. Suatu keputusan tentang, apakah perusahaan harus memproduksi sendiri produk atau membeli produk dari pemasok luar?.
b.      Keputusan harga transfer. Suatu keputusan tentang, jika diproduksi secara internal, pada tingkat harga berapakah produk akan ditransfer antar pusat laba?.

Metode penentuan harga transfer adalah sebagai berikut:
a.      Harga Transfer berdasarkan Harga Pasar
Kondisi-kondisi yang harus terpenuhi, jika metode harga transfer berdasarkan harga pasar digunakan dalam penentuan harga transfer antar pusat laba:
1)      Orang-orang yang kompeten. Staf yang terlibat dalam negosiasi dan arbitrase harga transfer harus kompeten.
2)      Atmosfer yang baik. Para manajer harus menjadikan profitabilitas sebagai cita-cita yang penting dan menjadi pertimbangan yang signifikan dalam penilaian kinerja manajer. Para manajer juga harus memandang bahwa harga transfer tersebut adil.
3)      Harga pasar. Harga transfer yang ideal adalah berdasarkan harga pasar normal dan mapan dari produk sejenis yang sedang ditransfer, artinya harga pasar mencerminkan kondisi yang sama (kuantitas, waktu pengiriman, dan kualitas) dengan produk yang dikenakan harga transfer. Harga pasar dapat diturunkan untuk mencerminkan penghematan dari penjualan di dalam perusahaan. Sebagai contoh, tidak akan ada beban piutang tak tertagih (bad debt expense) dan biaya iklan.
4)      Kebebasan memperoleh sumber daya. Para manajer diizinkan untuk memilih alternatif dalam memperoleh sumber daya yang paling baik untuk mereka. Manajer pembelian bebas untuk membeli dari pihak luar, dan manajer penjualan bebas untuk menjual ke pihak luar. Dalam kondisi seperti ini, kebijakan harga transfer akan memberikan hak kepada setiap manajer pusat laba untuk berhubungan baik dengan pihak di dalam maupun di luar perusahaan sesuai dengan penilaian merka masing-masing. Selanjutnya pasar akan membentuk suatu harga transfer.
5)      Metode tersebut merupakan metode yang optimal jika pusat laba penjual dapat menjual seluruh produknya ke dalam maupun ke luar perusahaan, dan jika pusat laba pembelian juga mendapatkan bahan bakunya dari dalam maupun dari luar perusahaan.
6)      Informasi penuh. Para manajer harus mengetahui semua alternatif yang ada, serta biaya dan pendapatan yang relevan dari masing-masing alternatif tersebut.
7)      Negosiasi. Harus ada mekanisme kerja yang berjalan lancar untuk melakukan negosiasi “kontrak” antar unit bisnis.

b.      Harga Transfer berdasarkan Biaya
Jika harga kompetitif tidak tersedia, maka harga transfer dapat ditentukan berdasarkan biaya ditambah laba. Dua keputusan yang harus dibuat dalam metode penentuan harga transfer berdasarkan biaya, yaitu:
1)      Keputusan menentukan besarnya biaya. Dasar yang umum adalah biaya standar. Biaya aktual tidak boleh digunakan karena faktor inefisiensi produksi akan diteruskan ke pusat laba pembelian.
2)      Keputusan menghitung markup laba. Ada dua keputusan dalam menghitung markup laba, yaitu: (1)Apa dasar markup laba. Dasar yang paling mudah dan umum dipergunakan adalah persentase dari biaya. (2)Tingkat laba yang diperbolehkan. Secara konseptual penentuan tingkat laba berdasarkan investasi yang dibutuhkan untuk memenuhi volume yang diminta oleh pusat laba pembelian. Nilai investasi dihitung pada tingkat “standar” dengan aktiva tetap dan persediaan pada tingkat biaya penggantian (replacement cost).

3.      Penentuan Harga Jasa Unit Staf Korporat
Ada dua jenis transfer, berkaitan dengan pembebanan pada unit bisnis atas jasa-jasa yang disediakan oleh unit staf korporat, yaitu:
a.      Untuk jasa korporat yang harus diterima oleh unit bisnis penerima dimana unit bisnis penerima dapat mengendalikan jumlah jasa yang digunakan, paling tidak secara parsial. Unit bisnis mungkin diharuskan menggunakan staf korporat untuk jasa-jasa seperti teknologi informasi serta riset dan pengembangan. Dalam kondisi seperti ini, manajer unit bisnis tidak dapat mengendalikan efisiensi kerja dari kegiatan tersebut, namun manajer unit bisnis dapat mengendalikan jumlah jasa yang diterimanya.
b.      Untuk jasa korporat yang dapat diputuskan oleh unit bisnis, apakah akan digunakan atau tidak. Dalam beberapa kasus, unit-unit bisnis dapat memilih apakah akan menggunakan unit jasa korporat atau tidak. Unit-unit bisnis dapat memperoleh jasa tersebut dari pihak luar, mengembangkan kemampuan sendiri, atau memilih untuk tidak menggunakan jasa korporat sama sekali. Ketentuan semacam ini sering ditemukan untuk aktivitas-aktivitas seperti teknologi informasi, kelompok konsultasi internal, dan pekerjaan pemeliharaan.

4.      Pelaksanaan Kebijakan Harga Transfer
Pelaksanaan dari kebijakan harga transfer yang sudak dipilih antara lain sebagai berikut:
a.      Negosiasi
Alasan-alasan bagi unit-unit bisnis melakukan negosiasi harga tranfernya, adalah: (1)adanya kepercayaan bahwa dengan menetapkan harga jual dan mencapai kesepakatan atas harga pembelian yang paling sesuai merupakan salah satu fungsi utama dari manajemen lini (line management); (2)banyak harga transfer yang harus melibatkan penilaian subjektif pada tingkat tertentu. Akibatnya, satu harga transfer yang telah dinegosiasikan sering kali merupakan hasil kompromi antara pihak pembeli dengan penjual; (3)unit bisnis memiliki informasi yang paling baik mengenai pasar dan biaya-biaya yang ada, sehingga merupakan pihak yang paling tepat untuk mencapai harga yang pantas.
b.      Arbitrase dan penyelesaian konflik
Untuk kasus dimana unit-unit bisnis tidak dapat menyetujui harga tertentu, maka suatu prosedur harus dibuat untuk menengahi arbitrase harga transfer. Terdapat tingkat formalitas dalam arbitrase harga transfer. Contohnya adalah:
1)      Menyerahkan tugas untuk menengahi arbitrase kepada seorang eksekutif saja, misalnya wakil presiden keuangan atau wakil presiden eksekutif yang berbicara kepada para manajer unit bisnis yang terlibat dan kemudian langsung menetapkan harga transfer.
2)      Membentuk suatu komite yang memiliki tiga tanggung jawab: (1)menyelesaikan arbitrase harga transfer; (2)meninjau alternatif perolehan sumber daya yang mungkin ada; (3) mengubah peraturan harga transfer bila perlu.
Tingkat formalitas yang digunakan tergantung pada jenis dan luasnya potensi arbitrase harga transfer. Dalam berbagai macam kasus, arbitrase harga transfer merupakan tanggung jawab dari kelompok atau eksekutif tingkat atas atau korporat, karena keputusan arbitrase memiliki dampak yang sangat mempengaruhi laba unit-unit bisnis.
Selain tingkat formalitas arbitrase, prosedur yang dapat digunakan  untuk mempengaruhi efektivitas suatu sistem harga transfer adalah dengan proses penyelesaian konflik. Terdapat empat cara untuk menyelesaikan konflik, yaitu: memaksa (forcing), membujuk (smoothing), menawarkan (bargaining), dan penyelesaian masalah (problem solving). Mekanisme penyelesaian konflik dapat bervariasi, dari menghindari konflik melalui forcing dan smoothing sampai penyelesaian konflik melalui bargaining dan problem solving.
c.       Klasifikasi produk
Beberapa perusahaan membagi produknya ke dalam dua kelas:
·         Kelas I meliputi seluruh produk dimana manajemen senior ingin mengendalikan perolehan sumber daya. Produk ini biasanya merupakan produk-produk yang bervolume besar; produk-produk yang tidak memiliki sumber dari luar; dan produk-produk yang produksinya tetap ingin dikendalikan oleh pihak manajemen untuk alasan kualitas atau alasan tertentu.

·         Kelas II meliputi seluruh produk lainnya. Secara umum, produk ini merupakan produk-produk yang dapat diproduksi di luar perusahaan tanpa ada gangguan terhadapa operasi yang sedang berjalan; produk-produk yang volumenya relatif kecil; produk-produk yang diproduksi dengan peralatan umum (general-purpose equipment). Produk-produk Kelas II ditransfer pada harga pasar.

Artikel Terkait