A. Pengertian dan Fungsi Candi
Kontak antara kebudayaan Indonesia dengan kebudayaan Hindhu
Budha dari India telah menghasilkan kekayaan seni Indonesia yang beraneka
ragam. Pengaruh kebudayaan tersebut sangat terasa didaerah Jawa, Sumatera,
Bali, bahkan sampai sebagian Kalimantan. Namun, setelah agama Islam masuk,
hanya Bali yang sampai saat ini masih mengembangkan seni dan kebudayaan
tersebut.
Hasil kebudayaan pengaruh Hindhu Budha yang paling menonjol
dan menjadi ciri khas budaya periode tersebut adalah Candhi. Candhi merupakan
istilah yang digunakan untuk menyebut semua bangunan peninggalan di Indonesia
yang dipengaruhi oleh arsitektur Hindhu Budha. Persebaran candhi di Indonesia
sebagai berikut. Candhi-candhi di Jawa Tengah dan DIY antaralain, Candhi Gunung
Wukir, kelompok Candhi Dieng, kelompok Candhi Gedong songo, Candhi Kalasan,
Candhi Sari, Candhi Borobudur, Candhi Mendut, kelompok Cadhi Sewu, kelompok
Candhi plaosan, dan kelompok Candhi Prambanan. Candhi-candhi di Jawa Timur
antaralain, Candhi Badhut, Candhi Kidal, Candhi Jago, Candhi Singasari, Candhi
Jawi, Kelompok Candhi Panataran,dan Candhi Jabung. Di Jawa Timur juga banyak
dijumpai bangunan petirtaan atau pemandian suci, misalnya Candhi Tikus dan
pemandian Jatulanda. Sedangkan candhi-candhi diluar Jawa abtaralain, kelompok
Candhi Muara Takus di Riau, Candhi Tinggi, Candhi Astano, Candhi Gumpung,
Candhi Kembar BAru, Candhi Gedong, dan Candhi Kota Mahligai di Muara Jambi
provinsi Jambi, serta kelompok Candhi Gunung Tua didekat Padang Sidempuan.
Istilah candhi sering dikaitkan dengan Candika yaitu salah
satu nama Dewi Durga atau Dewi Kematian, sehingga candhi sering dikaitkan
dengan kematian, makam, atau sebagai temmpat memuliakan raja yang meninggal.
Terkait dengan fungsinya sebagai pemakaman, sebenarnya yang disimpan hanyalah
pripih, yaitu sebuah wadah yang berisi antaralain zat-zat ragawi dari seorang
yang meninggal seperti potongan rambut, kuku, dam lainya. Pengertian candhi
sebagai tempat pemakaman hanya berlaku bagi penganut agama Hindhu. Dalam agama
Budha, candhi merupakan bangunan peribadatan. Di Jawa, pendirian candhi
dikaitakan sebagai tempat suci untuk mengagungkan para penguasa melalui kaitan
mereka dengan dewata.
B. Proses Pembangunan Candhi
Arsitektur Candhi sangat bervariasi. Di Jawa Tengah dan Jawa
Timur desain bangunanya sangat kompleks. Di Sumatera bangunan Candhi lebih
sederhana, fondasi menggunakan batu/batu bata, untuk atap dan kerangka utamanya
sangat bervariasi, bisa berupa ilalang, kayu, batu, ataupun batu bata. Menurut
Munoz, proses konstruksi Candhi dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Pembuatan bangunan candhi diperintahkan oleh yazamana,
biasanya adalah Raja. Raja menyewa tukang (slipin) yang dipimpin oleh arsitek
pendeta (sthapaka). Sthapaka bertugas membuat persiapan yang berhubungan dengan
upacara ritual dan hal ghaib dalam pembangunan candhi. Arsitektur harus
terfokus pada aspek ritual dan magis. Dalam pembangunan candhi, sthapaka
dibantu oleh stapati dan sutragrahin. Stapati bertanggungjawab atas proses
fisik perencanaan dan pembangunan. Sedangkan Sutragrahin adalah pelaksana dan
pemimpin umum teknik.
2. Menelaah tempat yang potensial bagi pembangunan candhi
oleh sthapaka dari sudut pandang fisik dan mistik. Pemilihan lahan dan
pengujian tanah sebelum candhi didirikan disebut bhumisamgraha dan bhupariksa.
Dalam pemeriksaan tardapat sembilan hal yang diperhatikan, yaitu kontur, warna,
bau, rupa, rasa, kesuburan, sentuhan, kerataan permukaan, dan sifat tumbuhan
diatasnya. Tanah yang baik adalah tanah yang berlempung, bertekstur kasar,
padat, berabu atau berkrikil, dan tidak berkristal.
3. Selanjutnya adalah upacara penyucian yang diikuti dengan
pembajakan dan penanaman benih candhi yang khusus yang bernama Gharbhapatra.
Benih tersebut berupa tanaman, permata, sebongkah logam, dan elemen-elemen
berharga.
4. Tuan tanah yang lahanya menjadi lokasi candhi mengalihkan
haknya atas pendapatan yang diraihnya dari komunitasnya (anugraha) kepada
candhi. Upacara tersebut bernama masuk sima. Seekor binatang dikorbankan
disebuah batu suci dan disaksikan semua penduduk desa, rakai (tuan tanah),
sthapaka, dan para tukang,
5. Selama upacara, penduduk harus bersumpah demi
candhi.Melanggar supah ini dianggap akan membawa bencana besar bagi desa. Semua
itu dicatat pada piagam sima yang berupa lempengan emas atau tembaga yang kemudian
dikubur didalam fondasi candhi.
6. Selama upacara, rakai membagikan kepingan emas, perak,
bahan pakaian sebagai hadiah bagi semua yang hadir.
7. Pembangunan dimulai disekitar batu suci atau sebuah
lubang dimana kotak ritual bernama pripih diturunkan.
8. Pada Pripih disimpan beberapa benih candhi yang dipercaya
memiliki elemen magis. Patung dewa yang dipuja biasanya diletakan diatas lubang
ini.
Menurut Asmito, banyaknya bangunan candhi yang megah dan
indah yang didirikan di Jawa Tengah mengindikasikan beberapa hal, yaitu:
1. Tenaga manusia yang cukup banyak untuk pembuatan candhi.
2. Adanya dasar agama yang kuat.
3. Adanya orang yang paham dalam pembuatan candhi, sehingga
tidak bisa sembarangan dalam pembuatanya.
4. Materi ataupun bahan dasar yang mudah didapat di Jawa
Tengah,
5. Pemerintahan yang stabil merupakan salah satu jaminan
untuk dapat membangun suatu bangunan seperti candi.
C. Arsitektur Candi
Pada umumnya candi terdiri atas tiga bagian, yaitu kaki
candi, tubuh candi, dan atap candi. Candi melambangkan makrokosmos atau alam
semesta yang terbagi menjadi alam bawah (bhurloka, kamadatu,) tempat manusia
hidup dipenuhi nafsu, alam antara (bhuwarloka, rupadatu) tempat manusia telah
meninggalkan keduniawian, dan alam atas (swarloka, arupadatu) tempat dewa-dewa.
Peletakan candi dapat dibagi menjadi beberapa tipe, anataralain tunggal,
berkelompok, berkelompok memusat, dan berjenjang kebelakang dalam kelompok
besar maupun kecil. Peletakan pengelompokan candi diduga terkait denga keadaan
sosial politik masyarakat pada zaman itu. Misalnya gugusan candi Prambanan
terdiri atas candi induk dipusat yang dikelilingi oleh candi perwara yang
teratur, yang menggambarkan adanya sistim pemerintahan yang memusat. Sementra
candi-candi tua di Dieng dan Gedong Songo mempunyai pola bebas yang
menggambarkan pola pemerintahan federal.
Bangunan biara pada masa kuno juga dikelompokan sebagai
bangunan candi. Bangunan yang dulunya diperkirakan sebagai biara dan masih
tersisa sampai saat ini adalah Candi Sari dan Candi Plaosan. Bangunan tersebut
memiliki karakteristik yang mirip dengan candi-candi pada umumnya. Bedanya
adalah biara memilki denah persegi panjang, memilki jendela, dan berlantai dua.
Biara sendiri berfungsi sebagai tempat meditasi.
>Perbedaan Gaya Arsitektur Candi ......
D. Candi-candi di Indonesia
1. Bangunan Pertitaan
A. Candhi Belahan
Merupakan pertitaan/pemandian, bertingkat dan dihubungka
dengan saluran air. Petirtaan ini terletak di Gunung Penanggungan. Candi
Belahan dibangun abad ke-11 pada pemerintahan Airlangga.
B. Candi Jalatunda
Terletak dilereng sebelah barat Gunung Penanggungan. Pada
candi ini ditemukan batu kerangka tahun 977M. Candi Jatalunda merupakan
pertitaan yang berbentuk empat persegi panjang.
C. Candi Tikus
Merupakan bangunan peertitaan peninggalan Majapahit.
Dibagian tengah bangunan terdapat miniatur candi yang melambangkan Gunung
Mahameru sebagai tempat dewa bersemayam dan sumber segala kehidupan yang
diwujudkan dalam bentuk air mengalir dari pancuran/jaladwara yang terdapat
disepanjang kaki candi. Air ini dianggap sebagai air suci Amerta, sumber segala
kehidupan.
2. Bangunan Gapura
A. Gapura Bajangratu
Terletak di desa Temon, kecamatan Trowulan, Mojokerto.
Berasal dari abad 13-14 berdasarkan relief Ramayana, relief bbinatang
bertelinga panjang, da relief naga. Bangunan ini merupakan pintu gerbang
bertipe padureksa, yaitu gapura yang memilki atap. Bahan utamanya adalah bata,
kecuali pada lantai tanga serta ambang pintu terbuat dari batu andesit. Gapura
ini terdiri atas tiga bagian yaitu, bagian kai, tunuh, dan atap. Gapura ini
juga memilki sayap dan pagar tembok dikedua sisinya. Relief cerita Sri Tanjung
menghiasi kaki gapura, sedang pada ambang pintu terdapat hiasan sulur-suluran.
Gapura ini dihubungkan dengan wafatnya raja Jayanegara pada 1328. Gapura ini
diduga berfungsi sebagai pintu masuk kesebuah bangunan suci untuk memperingati
wafatnya raja Jayanegara.
B. Gapura Wringin Lawang
Terletak di Jatipasar, kecamatan Trowulan. Gapura ini
terbuat dari bata, keculai bagian anak tangganya yang terbuat dari batu. Bentuk
gapura adalah candi bentar (terbelah dua) dengan denah empat segi panjang.
Gapura ini menghadap kebarat dan berfungsi sebagai pintu masuk sebuah kompleks
bangunan.
3. Bangunan Suci di Indonesia
A. Candi Badut
Terletak di kota Malang, dibangun pada zaman kerajaan
Mataram. Didalam candi ini terdapat sebuah lingga sebagai lambang Agastya.
Candi ini diresmikan pada 760M. Dalam prasasti Dinoyo disebutkan adanya
kerajaan pada abad ke-18 yang berpusat di Kanjuruhan yang dipimpin raja Sinha.
Raja Sinha memiliki putra mahkota bernama Limwa yang setelah naik tahta berganti
nama menjadi Raja Gajayana. Dalam prasasti ini dijelaskan usaha raja GAjayana
untuk membangun candi indah untuk sang agatya. Candi ini memiliki bentuk Jawa
Tengah, memiliki bangunan yang sama dengan gaya candi Dieng.
B. Kelompok Candi Dieng
Dibangun oleh Wangsa Sanjaya pada abad ke-8 dan ke-9,
bersifat agama Siwa. Kelompok candi ini berjumlah delapan. Candi tersebut
yaitu, Candi Gatotakca, Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Bimo, Candi Srikandi,
Candi Sembadra, Candi Dwarawati, Candi Puntadewa. Ciri-ciri umum candi Dieng
adalah berdenah bujur sangkar, mempunnyai tiga bagian candi yaitu, kaki, tubuh,
dan atap. Ada perkecualian pada Candi Semar karena berdenah empat persegi
panjang dan atap tidak menjulang seperti candi-candi lainya melainkan berbentuk
padma (sisi genta).
Nama Dieng berasal dari gabungan dua kata bahasa Kawi, di
yang berarti tempat atau gunung, dan hyang bermakna dewa. Artinya tempat
bersemayamanya para dewa. Candi-candi di kawasan Dieng terbagi dalam tiga
kelompok dan satu candi yang berdiri sendiri. Ketiga kelompok tersebut adalah
kelompok Arjuna, kelompok Gatotkaca, dan kelompok Dwarawati. Sedangkan satu
candi yang berdiri sendiri adalah candi Bima. Candi Bima terletak menyendiri
diatas bukit. Candi ini merupakan bangunan candi terbesar diantara candi Dieng.
C. Kelompok Candi Gedong Songo
Merupakan komplek percandian yang dibangun oleh Wangsa
Sanjaya pada abad ke-7 dan ke-8,terletak dilereng Gunung Ungaran, tepatnya di
desa Candi, kecamatan Ambarawa,
kabupaten Semarang. Ditemukan pada 1804 oleh Raffles. Pada kompleks ini
terdapat sembilan candi. Secara fisik Candi Gedong Songo memiliki ciri yang
sama dengan kompleks candi Dieng.
D. Candi Cangkuang
Adalah sebuah candi hindhu yang terdapat di Kampung Pulo,
wilayah Cangkuang, kecamatan Leles, Garut, Jawa Barat. Dibangun pada abad ke-8.
Ditemukan arca dengan posisi bersila diatas padmasana ganda. Kaki kiri
menyilang datar yang alasnya menghadap sebelah dalam paha kanan. Para ahli
menganggap arca ini adalah arca Siwa.
E. Candi Ngawen
Adalah candi budha yang dibangun
oleh wangsa syailendra pada abad ke-8. Keberadaan candi ini tercatat dalam
prasasti Karangtengah yang berangka 842 M. Candi ini terdiri dari lima buah
candi kecil dan dua diantaranya mempunyai bentuk yang berbeda dengan hiasan
patung singa pada keempat sudutnya.
F. Candi Mendhut
Merupakan sebuah candi Budha yang didirikan oleh Raja Indra
dari Wangsa Syailendra. Bentuknya persegi empat dengan ruang masuk di atas
teras bertangga. Di dalam candi terdapat tiga arca, yaitu Arca Budha Cak Yamuni,
Arca Afalokiteswara, dan Arca Maitrea.
g. Candi Pawon
Adalah candi budha yang terletak antara Candi Mendut dan
Candi Borobudur. Dinding-dindingnya banyak dihiasi dengan simbol budisme.
h. Candi Borobudur
Candi Borobudur dibangun pada abad ke-8 selama 75 tahun.
Struktur bangunan ini terdiri dari tiga bagian, yaitu Kamadatu (kaki candi)
yang menggambarkan alam hidup manusia yang masih dikendalikan hawa nafsu
duniawi. Rupadatu (badan candi) melambangkan masih adanya ikatan bentuk materi
fisik. Arupadatu (lingkaran atas teras candi) melambangkan pembebasan manusia
dari urusan dunia.
I. Candi Brahu
Terletak di Desa Bejijong Kecamatan Trowulan merupakan salah
satu candi budha dengan gaya bangunan serta profil sisa hiasan berdenah
lingkaran pada atap candi, yang diduga sebagai stupa. Secara etimologi berasal
dari kata Wanaru atau Warahu. Nama ini disebutkan dalam prasasti Alasantan
tahun 939 M oleh Empu Sendok, yang isinya menyebutkan mengenai nama sebuah
bangunan suci yaitu Warahu.
J. Candi Muara Takus
Merupakan candi budha yang ditemukan di desa Muara Takus,
Kabupaten Kampar. Candi ini terletak di dekat sungai Kampar Kanan. Candi ini
dikelilingi bangunan tembok berukuran 74 x 74 meter. Bahan bangunannya terdiri
dari batu pasir, batu sungai, batu bata. Ciri yang menonjol dari bangunan ini
adalah adanya mahligai stupa yang sangat tinggi.
K. Kelompok Candi Gunung Tua
Terletak di Tapanuli Selatan, terdiri dari berbagai biaro
sebagai candi induk yang letaknya berjauhan. Oleh penduduk setempat bangunan
tersebut disebut Biarubahal. Biarubahal I, II, III, saling berhubungan dalam
satu garis lurus. Biarubaha I merupakan biara terbesar, kakinya berhiaskan
papan-papan dan berukiran tokoh Yaksa yang berkepala hewan sedang menari-nari.
Di Bahal II pernah ditemukan Arca Heruka, yaitu Arca Demonis yang mewujudkan
tokoh Panteon, aliran Mahayana, sekte Bajrayana atau Tantrayana. Biarubahal III
berukiran hiasan daun.
L. Candi Prambanan
Merupakan salah satu kompleks candi hindhu terbesar di Asia
Tenggara. Berdasar prasasti Siwagraha bahwa bangunan suci ini diresmikan pada
856 M. Candi ini dibangun oleh Rakai Pikatan, dari Wangsa Sanjaya. Terdapat
tiga candi utama yaitu Candi Siwa di tengah, dan merupakan candi terbesar,
Candi Wishnu, Candi Brahma.
M. Candi Panataran
Terletak di sebelah utara Blitar merupakan kompleks
percandian terluas di Jatim, candi ini ditemukan oleh Raffles pada 1815.
Bangunan pusat atau induk terletak di bagian belakang kompleks. Di depan pintu
masuk candi terdapat dua arca penjaga pintu (Dwarapala) dengan angka tahun 1320
M. Bangunan dalam kompleks percandian ini antara lain balik agung, pendopo
teras, candi naga, dan candi induk. Di bagian belakang luar kompleks terdapat
bangunan berupa kolam tahun 1415 M, yang terletak kira-kira 200 meter ke arah
timur laut kompleks percandian.
N. Candi Cetho
Merupakan peninggalan masa akhir pemerintahan Majapahit
sekitar abad 15. Candi ini dibangun di sebelah barat lereng Gunung Lawu,
Jateng. Candi ini terdiri dari sembilan tingkatan berundak dan terdapat dua
psang arca penjaga. Candi ini bercorak Hindhu.
o. Candi Sukuh
Terletak di Kabupaten Karanganyar, Jateng. Didirikan tahun
1437, merupakan candi hindhu peninggalan Majapahit. Candi ini banyak mengandung
kontroversi karena reliefnya yang erotis dan bentuknya yang kurang lazim.
Bentuk bangunan ini mirip dengan peninggalan budaya Maya di Meksiko atau
peninggalan budaya Inca di Peru, bahkan mungkin juga bentuk piramida di Mesir.
Pada bagian terdepan terdapat gapura yang sangat menarik, termasuk jenis gapura
Paduraksa.