KELOMPOK SEMU secara terperinci



1.      KELOMPOK SEMU
Perayaan pergantian tahun dari yang lama ke yang baru masih saja mendapat polemik di masyarakat. Ada yang setuju ada pula yang tidak. Bagi yang tidak setuju karena perayaan ini termasuk hura-hura dan tidak banyak manfaatnya. Namun kondisi di lapangan jutru banyak warga yang berpartisipasi di dalamnya, tidak saja orang yang berduit namun juga rakyat biasa. Perayaan pergantian tahun ditandai dengan kerumunan massa. Masyarakat berbondong bondong datang ke tempat perayaan yang telah sengaja disediakan, adanya panggung hiburan hiburan misalnya, itu pun gratis.
Pertanyaan kadang berkecamuk kepada siapa saja terutama yang tidak setuju, mengapa masyarakat perlu “bersusah-payah” mendatangi peranyaan itu? Di sini tidak ada jawaban tunggal untuk itu, saya pun penasaran akan hal itu. Agar lebih “fair” maka saya harus tahu kondisi perayaan itu, melihat dan merasakannya secara langsung, bahasa kerennya adalah : jurnalistik partisipatif. Kebetulan memang berada di Jakarta, selaian saja mengamatinya. Perayaan tahun baru 2013 di Jakarta banyak disediakan baik pemerintah maupun kalangan swasta, maka saya pilih acara yang baru di canangkan Pemprov DKI, Jakarta Night Festival. Area ini cukup luas karena menutup sepanjang jalan MH Thamrin-Sudirman dari ujung ke ujung (Jakarta Car Free Night).
Karena bebas dari kendaraan bermotor praktis jalanan sangat bersahabat dengan pengunjung yang berjalan kaki, tujuannya menuju pusat acara yang berada di bundaran HI. Sepanjang perjalanan masyarakat juga disuguhkan beberapa panggung hiburan agar konsentrasi tidak berada satu titik. Dikabarkan ada 16 panggung sepanjang jalur Sudirman-Thamrin, namun tetap saja kerumunan massa menuju bundaran HI. Masyarakat yang hadir terlihat beragam mulai yang tua, dewasa, remaja, anak-anak, bahkan balita banyak dibawa serta. Masalah strata sosial sulit dibedakan, semua tampak menyatu dan menikmati acara.
Perjalanan menuju bundaran HI cukup lumayan jauh. Karena banyaknya massa maka kelelahan tidak tampak di sana, juga banyak terbantu oleh para PKL dan asongan yang menjajakan makanan dan minuman. Sesampainya di bundaran HI massa sudah tumpah ruah di sana. Mereka mencari tempat yang strategis untuk menunggu detik-detik pergantian tahun. Hujan turun rintik rintik di sana, dan berlangsung cukup lama. Tidak heran pula banyak pengunjung yang terlihat basah kuyup, bagi yang membawa jas hujan dan panyung cukup tertolong dari berbasah ria. Walau demikian tidak membuat massa beranjak dari bundaran HI dan mereka tampak sabar menunggu waktu tengah malam. Entah berapa jumlah pengunjung, ratuasan ribu bisa tercapai bahkan bisa mendekati jutaan.
Pukul 23:00 petasan kembang api silih berganti ditembakkan, berbunyi bersautan sepanjang jalan berbarengan pula bunyi terompet. Setengah jam kemudian massa terus merapat menuju bundaran HI. Berbagai jenis kamera disiapkan para pengunjung mulai yang untuk profesional, poket, atau dari smartphone dan tablet. Dan lima menit sebelum pukul 12:00 suara terompet mulai riuh, kembang api semakin bayak dinyalakan, semakin banyak ketika tepat pukul 12:00, di situ pula massa juga bertepuk tangan, menyambut datangnya tahun 2013.
Sepuluh menit setelah pukul 00:00, massa mulai membubarkan diri. Perayaan pergantian tahun dianggap selesai dan bersiap untuk kembali pulang. Dan beberapa massa masih bertahan untuk sekedar duduk-duduk atau mengabadikan diri berpotret ria. Kerumunan massa yang tadi tampak padat berangsur mulai lenggang. Masyarakat cukup tertip membubarkan diri, walau terkadang saling senggol atau terhalang pengunjung yang membawa sepeda.
Sampai saat ini saya belum menemukan penyebab pasti mengapa massa begitu antusias berkerumum. Terlalu banyak massa yang ditanyakan dan terlalu banyak pula alasan yang dikemukakan. Kalau hanya sekedar jadi saksi adanya pergantian tahun tidak perlu jauh jauh datang ke bundaran HI. Dari jauh juga tampak kembang api yang dinyalakan ke udara. Saya rasa perlu kajian khusus untuk itu, paling tidak penelitiansetingkat doktoral atau profesor untuk mendapatkankan jawaban ilmiahnya.
Tetapi hanya sekedar menduga bukankah tidak ada salahnya. Saya menduga memang ini adalah kebiasaan masyarakat kita yang senang berkerumun, budaya ukut-ikutan atau latah bisa juga menjadi faktor pendorongnya. Dalam hal lain kita dapat melihat bagaimana masyarakat senang berkerumum. Jika terjadi kecelakaan di Jalan, kerap kali masyarakat menyempatkan berhenti untuk menontonnya. Ada juga yang menolong korban tetapi kebanyakan banyak yang menonton. Karena ada kerumuman mendorong pekendara lain berhenti untuk cari tahu apa yang terjadi, sehingga kerumuan itu bertambah banyak.
Kerumunan baru bubar ketika korban sudah dievakuasi, termasuk kendaraannya. Jika belum maka terkadang masyarakat akan coba berdiam di situ, sesekali terlihat juga menyempatkan diri untuk memotretnya. Kita positive thinking saja siapa tahu mereka adalah bagian dari jurmalisme warga. Tidak itu saja warga pun senang berkerumun di tempat-tempat yang menjadi pusat perhatian, walau itu tempat bencana sekalipun. Masih ingat dalam ingatan bahwa hotel JW Mariot yang pernah terjadi ledakan bom, beberapa hari kemudian banyak warga yang datang untuk sekedar melihatnya. Tidak itu saja bencana alam pun demikian, banyak kerumunan massa kebanyakan bukan untuk meringankan korban, tetapi sekedar untuk melihat-lihat.
Bisa jadi pula rasa penasaran itulah yang membuat mereka datang berbondong-bondong untuk datang sehingga kerumunan tercipta. Apalagi saat ini sosial media juga cukup ngetren sehingga tidak salah bila segala momen dan peristiwa perlu di postingdi akun pribadi masing-masing. Kerumunan terjadi bisa sengaja atau diadakan. Bagi pihak yang dapat memanfaatkan situasi keadaan ini dapat memperoleh keuntungan terutama dalam urusan bisnis. Kita juga masih ingat bagaimana orang berbondong-bondong antri untuk membeli smart phone keluaran terbaru.
Kembali lagi ke meriahnya perayaan tahun baru, bisa pula ini mengindikasikan bahwa memang rakyat perlu hiburan. Mereka butuh sesekali untuk sejenak melupakan kepenatan hidup yang seringkali sering kali diidentikkan dengan kesusahan atau kesulitan. Bukankah dengan melihat banyak orang gembira hati ini akan turut bergembira pula, tidak peduli itu hujan atau berdesakan. Dan momen ini pula tidak hadir setiap saat, setahun hanya sekali. Maka dengan inilah orang tanpa sadar beranggapan bahwa pergantian tahun perlu adanya seremoni, kerumunan massa pun tidak terhindarkan.
Ø  Analisis
Artikel diatas merupakan salah satu bentuk kelompok semu yang termasuk kedalam kerumunan karena artikel diatas menceritakan tentang kerumunan massa yang berbondong-bondong menuju ke alun-alun untuk merayakan tahun baru. Kerumuna masyarakat yang mendatangi alun-alun tersebut memiliki tujuan yang sama yakni ingin merayakan tahun baru, tetapi mereka tidak saling kenal.

Artikel Terkait