MAKALAH 2 - PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSFAT BANGSA INDONESIA

Tags

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSFAT BANGSA INDONESIA






Disusun Oleh :
RAHMAT CAHYONO
15212056




PROGRAM STUDI D3 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2015






BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
            Sebagai sistem filsafat di indonesia, tentu saja Pancasila memegang peranan yang sangat penting bagi paradigma dan arah hidup bangsa indonesia baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam kehidupan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan ketentuan adalah Satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Lima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
            Pancasila sebagai filsafat negara Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan nilai nilai yang terkandung di dalam nya, bukan hanya sebagai nilai tertulis atau nilai simbolik semata, melainkan di jadikan sebagai acuan untuk menjalankan proses kehidupan berbangsa dan bernegara.
            Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr. Mohammad Yamin, Prof. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi.
      Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.




1.2  Rumusan Masalah
Masalah yang nantinya akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.2.1   Pengertian Filsafat,
1.2.2   Manfaat Mempelajari Filsafat,
1.2.3   Pengertian Filsafat Pancasila,
1.2.4   Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
1.3  Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1.    Untuk mengetahui pengertian tentang Filsafat.
2.    Mengetahui manfaat dalam mempelajari Filsafat.
3.    Mengetahui pengertian tentang Filsafat Pancasila.
4.    Mengetahui Pancasila sebagai sitem Filsafat.
5.    Bagi dosen, sebagai tolak ukur atau penilaian terhadap mahasiswa dalam mema­ha­mi­ Pancasila sebagai sistem filsafat.
6.    Bagi penulis, sebagai sarana yang bermanfaat untuk memperoleh keterampilan dala­m mela­kukan penulisan dan perbendaharaan pengetahuan tentang pancasila sebagai sistem filsafat.

















II KAJIAN PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN FILSAFAT
Pengertian Filsafat menurut para ahli adalah sebagai berikut :
Pengertian filsafat menurut Pudjo Sumedi AS., Drs.,M.Ed. dan Mustakim, S.Pd.,MM,
Istilah dari filsafat berasal bahasa Yunani : ”philosophia”. Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti : ”philosophic” dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab.
Pengertian filsafat menurut Plato
Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli.
Pengertian filsafat menurut Aristoteles
Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
Pengertian filsafat menurut Al Farabi
Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya.
Pengertian filsafat menurut Cicero 
Filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “(the mother of all the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan)
Pengertian filsafat menurut Johann Gotlich Fickte (1762-1814)
Filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.
Pengertian filsafat menurut Paul Nartorp (1854–1924)
Filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya.
Pengertian filsafat menurut Imanuel Kant (1724–1804)
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.
·                         Apakah yang dapat kita kerjakan? (jawabannya metafisika)
·                         Apakah yang seharusnya kita kerjakan? (jawabannya Etika)
·                         Sampai dimanakah harapan kita? (jawabannya Agama)
·                         Apakah yang dinamakan manusia? (jawabannya Antropologi)
Pengertian filsafat menurut Notonegoro
              Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.
Pengertian filsafat menurut Driyakarya
              Filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang penghabisan”
Pengertian filsafat menurut Sidi Gazalba
              Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran , tentang segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan universal.
Pengertian filsafat menurut Harold H. Titus (1979)
              Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi;
Filsafat adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan;
Filsafat adalah analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian (konsep);
Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat.
Pengertian filsafat menurut Hasbullah Bakry
              Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Pengertian filsafat menurut Prof. Dr.Mumahamd Yamin
              Filsafat ialah pemusatan pikiran, sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.
Pengertian filsafat menurut Prof.Dr.Ismaun, M.Pd.
              Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan qalbunya secara sungguh-sungguh, yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang sejati.
Pengertian filsafat menurut Bertrand Russel
              Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi, filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah yang pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa dipastikan; namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian akal manusia daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu.


III PEMBAHASAN
3.1PENGERTIAN FILSAFAT
Oleh founding-fathers, Pancasila digali dari nilai-nilai sosio-budaya bangsa Indonesia dan diperkaya oleh nilai-nilai dan masukan pengalaman bangsa-bangsa lain. Pancasila adalah weltanschauung (way of life) bangsa Indonesia. Uniknya, nilai-nilai Pancasila yang bertumbuh kembang sebagai kepribadian bangsa itu merupakan filsafat sosial yang wajar (natural social philosophy). Nilai-nilai itu bukan hasil pemikiran tunggal atau suatu ajaran dari siapa pun.
Lazim dipahami setelah menjadi konsensus nasional dan ditetapkan sebagai dasar negara (filsafat negara) Republik Indonesia, Pancasila adalah pedoman sekaligus cita-cita bersama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara formal, yuridis-konstitusional, kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar negara bersifat imperatif. Namun, kita juga menyadari bahwa pengamalannya dalam keseharian hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara masih akan selalu menghadapi berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan. Demikian pula tentang pelestarian dan pewarisannya kepada generasi penerus.
Dalam era kesemrawutan global sekarang, ideologi asing mudah dalam aneka bentuknya dan menjadi pesaing Pancasila. Hedonisme (aliran yang mengutamakan kenikmatan hidup) dan berbagai isme penyerta, misalnya, semakin terasa menjadi pesaing yang membahayakan potensialitas Pancasila sebagai kepribadian bangsa. Nilai intrinsik Pancasila pun masih sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor kondisional. Padahal, gugatan terhadap Pancasila sebagai dasar negara dengan sendirinya akan menjadi gugatan terhadap esensi dan eksistensi kita sebagai manusia dan warga bangsa dan negara Indonesia.
Untuk menghadapi kedua ekstrim (memandang nilai-nilai Pancasila terlalu sulit dilaksanakan oleh segenap bangsa Indonesia di satu pihak dan di pihak lain memandang nilai-nilai Pancasila kurang efektif untuk memperjuangkan pencapaian masyarakat adil dan makmur yang diidamkan seluruh bangsa Indonesia) diperlukan usaha bersama yang tak kenal lelah guna menghayati Pancasila sebagai warisan budaya bangsa yang bernilai luhur, suatu sistem filsafat yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama, bersifat normatif dan ideal, sehingga pengamalannya merupakan tuntutan batin dan nalar setiap manusia Indonesia.
Tapi, benarkah Pancasila adalah suatu sistem filsafat? Berikut akan diuraikan secara singkat aspek ontologis, epistemologis dan aksiologis Pancasila (disariolahulang dari Pancasila sebagai Sistem Filsafat oleh M. Noor Syam dalam “Dialog Manusia, Falsafah, Budaya dan Pembangunan” – YP2LM Malang:1980
Ø  Aspek Ontologis
      Ontologi, menurut Aristoteles adalah ilmu yang menyelidiki hakikat sesuatu atau tentang ada, keberadaan atau eksistensi dan disamakan artinya dengan metafisika. Masalah ontologis antara lain: Apakah hakikat sesuatu itu? Apakah realitas yang tampak ini merupakan suatu realitas sebagai wujudnya, yaitu benda? Apakah ada suatu rahasia di balik realitas itu, sebagaimana yang tampak pada makhluk hidup? dan seterusnya. Bidang ontologi menyelidiki tentang makna yang ada (eksistensi dan keberadaan) manusia, benda, alam semesta (kosmologi), metafisika. Secara ontologis, penyelidikan Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila yang terdiri atas lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri, malainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologis.
      Subyek pendukung pokok dari sila-sila Pancasila adalah manusia. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa yang berketuhan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang bersatu, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial, yang pada hakikatnya adalah manusia. Sedangkan manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan rohani. Sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Maka secara hirarkis sila pertama mendasari dan menjiwai sila-sila Pancasila lainnya (Notonagoro, 1975: 53).
      Ontologi ialah penyelidikan hakikat ada (esensi) dan keberadaan (eksistensi) segala sesuatu: alam semesta, fisik, psikis, spiritual, metafisik, termasuk kehidupan sesudah mati, dan Tuhan. Ontologi Pancasila mengandung azas dan nilai antara lain:
·         Tuhan yang mahaesa adalah sumber eksistensi kesemestaan. Ontologi ketuhanan bersifat religius, supranatural, transendental dan suprarasional;
·         Ada – kesemestaan, alam semesta (makrokosmos) sebagai ada tak terbatas, dengan wujud dan hukum alam, sumber daya alam yang merupakan prwahana dan sumber kehidupan semua makhluk: bumi, matahari, zat asam, air, tanah subur, pertambangan, dan sebagainya;
·      Eksistensi subyek/ pribadi manusia: individual, suku, nasional, umat manusia (universal). Manusia adalah subyek unik dan mandiri baik personal maupun nasional, merdeka dan berdaulat. Subyek pribadi mengemban identitas unik: menghayati hak dan kewajiban dalam kebersamaan dan kesemestaan (sosial-horisontal dengan alam dan sesama manusia), sekaligus secara sosial-vertikal universal dengan Tuhan. Pribadi manusia bersifat utuh dan unik dengan potensi jasmani-rohani, karya dan kebajikan sebagai pengemban amanat keagamaan;
·      Eksistensi tata budaya, sebagai perwujudan martabat dan kepribadian manusia yang unggul. Baik kebudayaan nasional maupun universal adalah perwujudan martabat dan kepribadian manusia: sistem nilai, sistem kelembagaan hidup seperti keluarga, masyarakat, organisasi, negara. Eksistensi kultural dan peradaban perwujudan teleologis manusia: hidup dengan motivasi dan cita-cita sehingga kreatif, produktif, etis, berkebajikan;
·      Eksistensi bangsa-negara yang berwujud sistem nasional, sistem kenegaraan yang merdeka dan berdaulat, yang menampilkan martabat, kepribadian dan kewibawaan nasional. Sistem kenegaraan yang merdeka dan berdaulat merupakan puncak prestasi perjuangan bangsa, pusat kesetiaan, dan kebanggaan nasional.
Secara garis besar, interelasi eksistensi manusia sebagai pribadi dan warganegara, yang menghayati kedudukan dan fungsinya, hak dan kewajibannya untuk berbakti dan mengabdi dapat digambarkan sebagai berikut:
·      T Eksistensi Tuhan yang mahaesa sebagai sumber semua eksistensi, sumber motivasi dan cita-cita kebajikan, puncak proses teleologis eksistensi kesemestaan. Subyek manusia – sadar atau tidak – menuju dan kembali kepada-Nya.
·      AS Eksistensi Alam Semesta, sebagai prawahana kehidupan manusia dan makhluk semesta.
·      SM Eksistensi Subyek Manusia yang unik, mandiri, merdeka, berdaulat, dengan potensi martabat dan kepribadian yang mengemban amanat ketuhanan/ keagamaan, sosial, nasional dan kemanusiaan.
  • SB Eksistensi Sosio-Budaya sebagai kreasi, karya dan wahana kehidupan manusia.
·         SK Eksistensi Sistem Kenegaraan sebagai perwujudan puncak prestasi bangsa-bangsa; perwujudan identitas nasional, kemerdekaan, kedaulatan dan kewibawaan nasional.
·         P Pribadi manusia, sebagai eksistensi tunggal, utuh dan unik, berada dalam antarhubungan fungsional dengan semua eksistensi horisontal. Artinya, pribadi berada di dalam, dipengaruhi dan untuk semua eksistensi horisontal itu. Secara khusus dengan Tuhan yang mahaesa, pribadi manusia menghayati hubungannya dengan Tuhan secara secara vertikal sebagai sumber motivasi dan harapan, rohani, religius.
            Pengertian menurut arti katanya, kata filsafat dalam Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani “Philosophia” terdiri dari kata Phile artinya Cinta dan Sophia artinya Kebijaksanaan. Filsafat berarti Cinta Kebijaksanaan, cinta artinya hasrat yang besar atau yang berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh. Kebijaksanaan artinya Kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya. Filsafat berarti hasrat atau keinginan yang sungguh-sungguh akan kebenaran sejati.
Pengertian Filsafat Menurut Tokoh-Tokoh Filsafat
Socrates (469-399 s.M.)
            Filsafat adalah suatu bentuk peninjauan diri yang bersifat reflektif atau berupa perenungan terhadap azas-azas dari kehidupan yang adil dan bahagia. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dikembangkan bahwa manusia akan menemukan kebahagiaan dan keadilan jika mereka mampu  dan mau melakukan peninjauan diri atau refleksi diri sehingga muncul koreksi terhadap diri secara obyektif.
Plato (472-347 s. M.)
            Dalam karya tulisnya “Republik” Plato menegaskan bahwa para filsuf adalah pencinta pandangan tentang kebenaran (vision of truth). Dalam pencarian dan menangkap pengetahuan mengenai  ide yang abadi dan tak berubah. Dalam konsepsi Plato, filsafat merupakan pencarian yang bersifat spekulatif atau terhadap pandangan tentang seluruh kebenaran. Filsafat Plato ini kemudan digolongkan sebagai filsafat spekulatif.
Ada dua cakupan dari pengertian filsafat, yaitu:
Filsafat sebagai Produk mencakup:
Filsafat sebagai jenis Pengetahuan, ilmu, konsep-konsep, pemikiran-pemikiran (rasionalisme, materialisme, pragmatisme)
1.      Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat. Manusia mencari suatu kebenaran yang timbul dari suatu persoalan yang bersumber pada akal manusia.
2.      Filsafat sebagai suatu Proses mencakup:
Filsafat sebagai suatu proses, dalam hal ini filsafat diartikan dalam ben­tuk­ suatu aktivitas berfilsafat dalam proses pemecahan suatu perma­sa­la­han dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objeknya.
                 Filsafat secara umum dapat diberi pengertian sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran hakiki, karena filsafat telah mengalami perkembangan yang cukup lama tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya ruang, waktu, keadaan dan orangnya. Itulah sebabnya maka timbul berbagai pendapat mengenai pengertian filsafat yang mempunyai kekhusu­san­nya masing-masing, antara lain:
·      Berfilsafat Rationalisme mengagungkan akal
·      Berfilsafat Materialisme mengagungkan materi
·      Berfilsafat Individualisme mengagungkan individualitas
·      Berfilsafat Hedonisme mengagungkan kesenangan

2.2    MANFAAT MEMPELAJARI FILSAFAT
Ilmu harus didasari oleh asumsi filsafat agar keberadaan ilmu itu tidak rancu. Karena ilmu tanpa didasari oleh filsafat akan mengalami kehancuran dan menyalahi aturan-aturan. sebab filsafat di sini berfungsi sebagai penyelaras dan membuat manusia cinta terhadap kebijaksanaan dan dalam mengiplikasinya akan dibarengi dengan prilaku yang baik dan membuahkan hasil yang sangat bermakna. Filsafat juga berperan sebagai induk dari segala ilmu dan prinsip – prinsip dasar ilmu itu diambil dari filsafat (ilmu lahir dari filsafat), dan untuk mengkaji ilmu diperlukan filsafat, karena asumsi filsafat lebih berpikir secara mendalam untuk mencapai kebenaran, kebaikan dan menjawab setiap persoalan yang ada, sehingga ilmu yang ada kini bisa kita rasakan manfaatnya karena telah melewati pengkajian yang mendalamdan dapat dibuktikan kebenarannya.
Orang berfilsafat sama halnya dengan berfikir yakni menafsirkan sesuatu hal yang sedang dihadapi atau yang akan dihadapi tetapi perbedaanya kalau berfikir hanya menafsirkan sesuatu hal tersebut denga biasa dalam arti kurang mengandung makna dan belum tentu kebenaranya juga tanpa dibarengi pengetahuan kebijaksaaan dan hikmah.
a.Berpikir biasa adalah bagaimana manusia berfikir untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya artinya berfikir untuk kepentingan pribadinya.
b.Berpikir Ilmiah adalah berfikir secara logis yaitu secara nyata dan apa yang kita pikirkan bias dipertanggung jawabkan
c.Berfikir Filsafat adalah berfikir untuk terus menerus maju dan mencari kepuasan pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah pada kemalasan, terus menerus mengembangkan penalarannya untuk mendapatkan kebenaran.
Sebaliknya berfilsafat berarti berpikir itu memang benar adanya karena, berfilsafat akan selalu berusaha untuk berpikir guna mencapai kebaikan dan mencari kebenaran dari berbagai teori atau ilmu-ilmu, maka dengan berfilsafat itu berarti penyelidikan tentang apanya, bagaimananya dan untuk apa, berpikir dengan mengacu pada kaidah-kaidah tertentu secara disiplin dan mendalam. Orang yang berfilsafat akan menggunakan pemikiran yang bermakna seperti:
a. Berfikir radikal, yaitu berfikir sampai keakar-akarnya dan tidak tanggung tanggung tidak ada sesuatu yang terlarang untuk dipikirkan
b. Sistematik yaitu berfikir logis yang bergerak selangkah demi selangkah dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
c. Universal,yaitu berfikir secara menyeluruh tidak terbatas pada bagian2 tertentu tetapi mencakup keseluruhan aspek yang kongkrit dan abstrak.
2.2  PENGERTIAN FILSAFAT PANCASILA
            Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila. Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan menyeluruh. Pancasila dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil permenungan jiwa yang
mendalam yang dilakukan oleh the faounding father kita, yang dituangkan dalam suatu sistem (Ruslan Abdul Gani). Filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah yaitu tentang hakikat dari Pancasila (Notonagoro).

2.3  PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
Ø Pengertian “Sistem”
     “Sistem” memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)   Suatu kesatuan bagian-bagian/unsur/elemen/komponen,
2)   Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri,
3)   Saling berhubungan dan saling ketergantungan,
4)   Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu (tujuan sistem),
5)   Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks (Shore & Voich, 1974).
Ø Pancasila sebagai suatu “SISTEM”:
-       Pancasila merupakan kesatuan bagian-bagian (yaitu sila-sila pancasila),
-       Tiap sila pancasila mempunyai fungsi sendiri-sendiri,
-       Tiap sila pancasila tidak dapat berdiri sendiri dan tidak saling bertentangan,
-       Keseluruhan sila pancasila merupakan suatu kesatuan yang sistematis (majemuk tunggal).
Ø Ciri sistem Filsafat Pancasila itu antara lain:
1.    Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh. Dengan kata lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah maka itu bukan Pancasila.
2.    Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh itu dapat digambarkan sebagai berikut:
·      Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4 dan 5;
·      Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari dan menjiwai sila 3, 4 dan 5;
·      Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari dan menjiwai sila 4, 5;
·      Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, dan mendasari dan menjiwai sila 5;
·      Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4.
Ø  Inti sila-sila Pancasila meliputi:
§ Tuhan, yaitu sebagai kausa prima.
§ Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial.
§ Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri.
§ Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan gotong
Royong.
§ Adil, yaitu memberi keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi haknya.
     Membahas Pancasila sebagai filsafat berarti mengungkapkan konsep-konsep kebenaran Pancasila yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan juga bagi manusia pada umumnya. Wawasan filsafat meliputi bidang atau aspek penyelidikan Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis. Ketiga bidang tersebut dapat dianggap mencakup kesemestaan.
Landasan Ontologis Pancasila
     Ontologi, menurut Aristoteles adalah ilmu yang menyelidiki hakikat sesuatu atau tentang ada, keberadaan atau eksistensi dan disamakan artinya dengan metafisika. Masalah ontologis antara lain: Apakah hakikat sesuatu itu? Apakah realitas yang tampak ini merupakan suatu realitas sebagai wujudnya, yaitu benda? Apakah ada suatu rahasia di balik realitas itu, sebagaimana yang tampak pada makhluk hidup? dan seterusnya. Bidang ontologi menyelidiki tentang makna yang ada (eksistensi dan keberadaan) manusia, benda, alam semesta (kosmologi), metafisika. Secara ontologis, penyelidikan Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila yang terdiri atas lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri, malainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologis.
     Subyek pendukung pokok dari sila-sila Pancasila adalah manusia. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa yang berketuhan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang bersatu, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial, yang pada hakikatnya adalah manusia. Sedangkan manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan rohani. Sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Maka secara hirarkis sila pertama mendasari dan menjiwai sila-sila Pancasila lainnya (Notonagoro, 1975: 53).
Landasan Epistemologis Pancasila
     Epistemologi adalah cabang filsafat  yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan, batas dan validitas ilmu pengetahuan.  Epistemologi adalah ilmu tentang teori terjadinya ilmu atau science of science. Menurut Titus (1984:20) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi, yaitu:
1.    Tentang sumber pengetahuan manusia;
2.    Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia;
3.    Tentang watak pengetahuan manusia.
            Secara epistemologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan sistem pengetahuan. Ini berarti Pancasila telah menjadi suatu belief system, sistem cita-cita, menjadi suatu ideologi. Oleh karena itu Pancasila harus memiliki unsur rasionalitas terutama dalam kedudukannya sebagai sistem pengetahuan.
Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya, sehingga dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Pancasila sebagai suatu obyek pengetahuan  pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan dan susunan pengetahuan Pancasila.
-Tentang sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana telah dipahami bersama adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai tersebut merupakan kausa materialis Pancasila.
-Tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan, maka Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti dari sila-sila Pancasila itu. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal.
            Sifat hirarkis dan bentuk piramidal itu nampak dalam susunan Pancasila, dimana sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya, sila kedua didasari sila pertama dan mendasari serta menjiwai sila ketiga, keempat dan kelima, sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua, serta mendasari dan menjiwai sila keempat dan kelima, sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua dan ketiga, serta mendasari dan menjiwai sila kelima, sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga dan keempat. Dengan demikian susunan Pancasila memiliki sistem logis baik yang menyangkut kualitas maupun kuantitasnya.
Susunan isi arti Pancasila meliputi tiga hal, yaitu:
1.Isi arti Pancasila yang Umum Universal, yaitu hakikat sila-sila Pancasila yang merupakan intisari Pancasila sehingga merupakan pangkal tolak dalam pelaksanaan dalam bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan yang konkrit.
2.Isi arti Pancasila yang Umum Kolektif, yaitu isi arti Pancasila sebagai pedoman kolektif negara dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib hukum Indonesia.
3.Isi arti Pancasila yang bersifat Khusus dan Konkrit, yaitu isi arti Pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan sehingga memiliki sifat khusus konkrit serta dinamis (Notonagoro, 1975: 36-40)
            Menurut Pancasila, hakikat manusia adalah monopluralis, yaitu hakikat manusia yang memiliki unsur pokok susunan kodrat yang terdiri atas raga dan jiwa. Hakikat raga manusia memiliki unsur fisis anorganis, vegetatif, dan animal. Hakikat jiwa memiliki unsur akal, rasa, kehendak yang merupakan potensi sebagai sumber daya cipta manusia yang melahirkan pengetahuan yang benar, berdasarkan pemikiran memoris, reseptif, kritis dan kreatif.
            Selain itu, potensi atau daya tersebut mampu meresapkan pengetahuan dan menstranformasikan pengetahuan dalam demontrasi, imajinasi, asosiasi, analogi, refleksi, intuisi, inspirasi dan ilham. Dasar-dasar rasional logis Pancasila menyangkut kualitas maupun kuantitasnya, juga menyangkut isi arti Pancasila tersebut.
            Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberi landasan kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber pada intuisi. Manusia pada hakikat kedudukan dan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, maka sesuai dengan sila pertama Pancasila, epistemologi Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang bersifat mutlak. Hal ini sebagai tingkat kebenaran yang tinggi. Dengan demikian kebenaran dan pengetahuan manusia merupakan suatu sintesa yang harmonis antara potensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal, rasa dan kehendak manusia untuk mendapatkan kebenaran yang tinggi.
            Selanjutnya dalam sila ketiga, keempat, dan kelima, maka epistemologi Pancasila mengakui kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai suatu paham epistemologi, maka Pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.

Landasan Aksiologis Pancasila
           Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila. Istilah aksiologi berasal dari kata Yunani axios yang artinya nilai, manfaat, dan logos yang artinya pikiran, ilmu atau teori.
Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik. Bidang yang diselidiki adalah hakikat nilai, kriteria nilai, dan kedudukan metafisika suatu nilai. Nilai (value dalam bahasa Inggris) berasal dari kata Latin  valere yang artinya kuat, baik, berharga. Dalam kajian filsafat merujuk pada sesuatu yang sifatnya abstrak yang dapat diartikan sebagai “keberhargaan” (worth) atau “kebaikan” (goodness). Nilai itu sesuatu yang berguna, nilai juga mengandung harapan akan sesuatu yang diinginkan, nilai adalah suatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia (dictionary of sosiology a related science), nilai itu suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu obyek. Ada berbagai macam teori tentang nilai yaitu:
·                    Max Scheler mengemukakan bahwa nilai ada tingkatannya dan dapat dikelom­pok­kan menjadi empat tingkatan, yaitu:
1)                 Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkat ini terdapat nilai yang mengenakkan dan nilai yang tidak mengenakkan, yang menyebabkan orang senang atau menderita.
2)                 Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang penting dalam kehidupan seperti kesejahteraan, keadilan, dan kesegaran.
3)                 Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan (geistige werte) yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam ini misalnya, keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.
4)                 Nilai-nilai kerohanian: dalam tingkat ini terdapat moralitas nilai yang suci dan tidak suci. Nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi (Driyarkara, 1978).

·                    Walter G. Everet menggolongkan nilai-nilai manusia ke dalam delapan kelompok yaitu:
1)                 Nilai-nilai ekonomis: ditunjukkan oleh harga pasar dan meliputi semua benda yang dapat dibeli.
2)                 Nilai-nilai kejasmanian: membantu pada kesehatan, efisiensi dan keindahan dari kehidupan badan.
3)                 Nilai-nilai hiburan: nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat menyumbangkan pada pengayaan kehidupan.
4)                 Nilai-nilai sosial: bermula dari berbagai bentuk perserikatan manusia.
5)                 Nilai-nilai watak: keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan sosial yang diinginkan.
6)                 Nilai-nilai estetis: nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni.
7)                 Nilai-nilai intelektual: nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran.
8)                 Nilai-nilai keagamaan.

·  Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam yaitu:
1)             Nilai material, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia.
2)             Nilai vital, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakana kegiatan atau aktivitas.
3)             Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani yang dapat dibedakan menjadi empat macam:
a.                  Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia.
b.                  Nilai keindahan atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur perasaan manusia.
c.                  Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak manusia.
d.                 Nilai religius, yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.

            Dalam filsafat Pancasila, disebutkan ada tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.
                  1.Nilai dasar adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat mutlak, sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi. Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
                  2.Nilai instrumental adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan  terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.
                  3.Nilai praktis adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat.
            Nilai-nilai dalam Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral merupakan nilai dasar yang mendasari nilai intrumental dan selanjutnya mendasari semua aktivitas kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara.
            Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subscriber of value Pancasila), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang berke­manusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial.  Pengakuan, penerimaan dan penghargaan atas nilai-nilai Pancasila itu nampak dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia sehingga mencer­min­kan sifat khas sebagai Manusia Indonesia.
III.PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
  Objek materi filsafat adalah mempelajari segala hakikat sesuatu baik materal konkrit (manusia,binatang,alam dll) dan abstak (nilai,ide,moral dan pandangan hidup)
       Pancasila adalah lima sila yang merupakan satu kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur yang bersumber dari nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia yang sangat majemuk dan beragam dalam artian Bhineka Tunggal Eka. Pancasila sebagai sistem filsafat adalah suatu kesatuan yang saling berhubungan untuk satu tujuan tertentu,dan saling berkualifikasi yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya.
       Filsafat Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang merupakan kenyataan objektif yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Pancasila memberi petunjuk mencapai kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa membedakan suku atau ras. Jadi Pancasila pada dasarnya satu bagian/unit-unit yang saling berkaitan satu sama
lain,dan memiliki fungsi serta tugas masing-masing.
3.2 Saran
Dalam makalah ini penulis berkeinginan memberikan saran kepada pembaca agar ikut peduli dalam mengetahui sejauh mana kita mempelajari tentang filsafat, filsafat pancasila, dan pancasila sebagai sistem filsafat. Semoga dengan makalah ini para pembaca dapat menambah cakrawala ilmu pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA

Notonagoro. 1975. Pancasila Dasar Filsafat Negara RI I.II.III
K.Wantjik, Saleh. 1978. Kitab Kumpulan Peraturan Perundang RI, Jakarta: PT. Gramedia.
Kartohadiprojo, Soediman. 1970. Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, Bandung. Alumni.
Darmodiharjo, Darji. 1978. Pokok-pokok Filsafat Hukum, Jakarta: PT. Gramedia.
Driyarkara, SJN., 1978, Percikan Filsafat, Jakarta: PT. Pembangunan.
Frondizi, Risieri. 1963. What Is Value?. New York: Open Court Publising Company.
Kaelan. 2002. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Kaelan. 2002. Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa. Yogyakarta: Paradigma.
Kodhi, S.A., dan Soejadi, R. 1994. Filsafat, Ideologi,dan Wawasan Bangsa Indonesia.
       Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya.
Nasution, Harun. 1970. Filsafat Agama. Jakarta: Bulan Bintang 137.
Notonagoro. 1974. Pancasila Dasar Filsafat Negara. Jakarta: Cetakan Ke-4, Pantjuran
            Tudjuh.
Poespowardoyo, Soenaryo. 1989. Filsafat Pancasila. Jakarta: Gramedia
Sumargono, Suyono, Tanpa Tahun. Ideologi Pancasila sebagai penjelmaan Filsafat


Artikel Terkait