SULTAN AGENG TIRTAYASA

Tags





 PENYELAMAT TAHTA
               Di bawah pemerintahan Panembahan Yusuf, Kesultanan Surasowan Wahanten (Banten), semakin berkembang pesat, terutama dalam hal pembangunan kota, pengembangan areal pertanian, niaga maritim, keamanan dan perluasan daerah kekuasaan. Sejak direbutnya Pakuan (ibukota Kerajaan Sunda Pajajaran) pada tahun 1579, wilayah tersebut sudah menjadi bagian dari Kesultanan Surasowan Banten. Panembahan Yusuf, berhasil menjadi pewaris sekaligus penerus tahta Kerajaan Sunda Pajajaran.

Dari permaisuri Ratu Hadijah, Maulana Yusuf mempunyai dua orang putera, antara lain:
 1. Rata Winahon; dan
 2. Pangeran Muhammad.

Ketika Maulana Yusuf sakit keras, Pangeran Arya bersama pasukan pengawalnya, di bawah pimpinan Ki Demang Laksamana, sudah berada di Kesultanan Surasowan Banten. Pangeran Arya, adalah putera Maulana Hasanuddin dari isterinya yang kedua, Ratu Ayu Kirana (puteri Raden Patah). Sejak kecil, Pangeran Arya dijadikan anak angkat oleh Ratu Kalinyamat (adik Ratu Ayu Kirana), tinggal di keraton Japara. Oleh karena itu, ia dikenal juga dengan sebutan, Pangeran Japara.
               Pada tahun 1580, Maulana Yusuf meninggal dunia. Ketika itu, putera mahkota Pangeran Muhammad, baru berusia 9 tahun. Melihat kenyataan seperti itu, beberapa pembesar kerajaan (termasuk Mangkubumi Jayanagara), berniat menyerahkan tahta Kesultanan Surasowan, kepada Pangeran Japara. Akan tetapi, Panghulu Negara (Kadhi), melindungi dan mempertahankan Pangeran Muhammad, sebagai penerus tahta Kesultanan Surasowan Banten, sesuai dengan amanat Panembahan Yusuf.
               Alangkah kecewanya Pangeran Japara. Konflik tidak dapat dihindari lagi. Maka terjadilah pertempuran sengit di luar benteng istana Surasowan. Pangeran Japara bersama pasukannya, terdesak oleh pasukan Surasowan Banten. Dalam pertempuran itu, Ki Demang Laksamana tewas di tangan Mangkubumi Jayanagara, yang akhirnya ikut melindungi din mempertahankan Pangeran Muhammad. Ambisi Pangeran Japara untuk merebut tahta Kesultanan Surasowan, tidak tercapai, dan akhirnya diusir dari Banten.
               Setelah persitiwa itu, Maulana Muhammad dinobatkan menjadi Sultan Surasowan Banten yang ketiga. la lebih dikenal dengan sebutan Kanjeng Ratu Banten. Untuk menjalankan pemerintahan sehari hari, Mangkubumi Jayanagara, bertindak sebagai walinya.
               Seperti halnya ayah dan kakeknya, Maulana Muhammad pun terkenal sebagai Sultan Banten yang saleh. la banyak menyusun kitab kitab hukum Islam dan mendirikan masjid, hingga ke pelosok-pelosok desa. Masjid Agung yang terletak di tepi alun alum diperindah, temboknya dilapisi porselen, dan tiangnya dibuat dari kayu cendana (Michrob,1993: 89).
               Pada tanggal 2 April 1595 berlayarlah empat buah armada dagang Belanda milik "Compagnie van Verre'; di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dan Pieter de Keyser. Bersama 249 pasukannya, mereka berangkat dari pangkalan Tessel, di bagian utara Kerajaan Belanda. Rupa rupanya, mereka telah mencium wangi rempah rempah Nusantara, dari berita pedagang Portugis. Melalui Tanjung Harapan, pada tanggal 22 Juni 1596, mereka berlabuh di pesisir Kesultanan Surasowan Banten.
               Dalam pelayarannya, disertai juru tulis Willem Lodewycksz, sebagai pencatat perjalanan. la melukiskan keadaan perdagangan di Kesultanan Surasowan Banten, antara lain sebagai berikut:

Di sebelah timur kota, yaitu daerah Karangantu, terdapat sebuah pasar yang pagi maupun siang terdapat pedagang pedagang dari Portugis, Arab, Turki, Cina, Keling, Pegu, Malaya, Bengali, Gujarat, Malabar, dan Abesinia. Juga terdapat pedagang pedagang dan Nusantara, seperti dari Bugis, Jawa, dan lain lain. Pasar kedua terletak di Paseban, yang memperdagangkan keperluan sehari hari. Dan pasar yang ketiga, terletak di Pacinan, yang dibuka sebelum dan sesudah pasar pasar lain tutup. Barang barang yang diperdagangkan di pasar ketiga ini bermacam ragam, mulai dari kain sutra dari Cina dan Gujarat sampai sisir dan kipas. Diceritakan pula, bahwa barang barang tekstil dari Gujarat ini 20 jenis. Transaksi perdagangan di pasar ini berjalan mudah, karena mata uang dan pertukaran mata uang (money changer) sudah dikenal (Michrob,1993: 89).



Sikap Cornelis de Houtman, yang kasar dan tidak bijaksana, membuat kunjungannya di Banten (22 Juni 3 Juli 1596), tidak menghasilkan apa apa. Bahkan, karena kecongkakannya, ia sempat ditahan oleh Penguasa Surasowan Banten. Armada dagang yang dipimpinnya, diusir dan pelabuhan Kesultanan Surasowan Banten.
               Setelah terusir dari negeri Surasowan Banten, Cornelis de Houtman bersama pasukannya, melanjutnya perjalanan ke Jayakarta. Mereka tiba di sana, pada tanggal 13 November 1596. Kemudian, ia melanjutkan perjalanan, menuju negeri Aceh Darusalam (1599). Karena sikap congkaknya, di negeri rencong itu, ia tewas terbunuh.
               Sementara itu, penguasa Kesultanan Surasowan Banten Maulana Muhammad, pada tahun 1596 melancarkan aksi penyerangan ke Palembang. Peristiwa ini berawal dari hasutan Pangeran Mas, putera Aria Pangiri, cucu Sunan Prawoto Demak, yang ingin menguasai penguasa di Palembang.
               Menurut catatan Hoesein Djajadiningrat dan Hamka yang dikutip oleh Halwany Michrob, penyerangan Sultan Maulana Muhammad ke Palembang, menggunakan kapal perang Kesultanan Surasowan Banten. la memimpin langsung pasukannya, didampingi Mangkubumi dan Pangeran Mas.
               Pertempuran sengit, berlangsung di sekitar Sungai Musi, hampir memukul mundur pasukan Palembang. Akan tetapi, Sultan Maulana Muhammad tertembak dan gugur di atas kapal Indrajaladri. Akhirnya, armada Kesultanan Surasowan Banten, ditarik mundur. Sultan Maulana Muhammad meninggal dalam usia 25 tahun.
               Dari permaisuri Ratu Wanagiri (puteri Mangkubumi Jayanagara), Sultan Maulana Muhammad, berputera Abdulmafakhir, yang baru berusia 9 bulan. Akhirnya Abdulmafakhir diangkat sebagai pengganti ayahnya, melanjutkan tahta Kesultanan Surasowan Banten. Sultan yang masih bayi itu, didampingi oleh kakeknya, Mangkubumi Jayanagara, sebagai Wali Kesultanan. Akan tetapi, pada tahun 1602, Mangkubumi Jayanagara meninggal dunia.
               Selanjutnya, jabatan Wali Kerajaan, diserahkan kepada adiknya Mangkubumi Jayanagara. Kedudukan Mangkubumi yang baru ini tidak berlangsung lama. Sebab, sikap dan tindakannya tidak sesuai dengan jabatannya. Akhirnya, pada tanggal 17 Nopember 1602, ia diturunkan dari jabatannya.
               Perwalian, terpaksa dipegang langsung oleh ibunda Sultan, Ratu Wanagiri. Akan tetapi Ratu Wanagiri yang berstatus janda, menikah lagi dengan seorang bangsawan keraton. Suaminya diangkat menjadi Mangkubumi.

Sementara itu, pada tahun yang sama (1602), di Belanda terjadi peristiwa penting. Sejak pelabuhan pelabuhan di Nusantara ramai oleh kapal kapal dagang dari Eropa, terjadi persaingan ketat perdagangan memperebutkan rempah rempah dari negeri timur, yang ternyata merugikan perdagangan Belanda. Melihat kondisi seperti ini, Kerajaan Belanda membentuk Vereenigde Oost Indische Campagnie (VOC). Kongsi dagang tersebut, oleh penduduk Nusantara, dikenal sebagai Kompeni atau Kumpeni.
               Sementara itu, di kalangan Keraton Surasowan Banten, sikap Mangkubumi sangat mengecewakan. la terlalu sibuk dengan urusan pribadi, yang mengabaikan kepentingan negara dan rakyat, menimbulkan rasa ketidakpuasan para pembesar kerajaan. Rasa ketidakpuasan itu, mencapai puncaknya, pada tahun 1604. Putera Maulana Yusuf dari isteri kedua, yaitu Pangeran Mandalika, mengadakan huru hara di pelabuhan, sebagai unjuk rasa atas kekecewaan terhadap Mangkubumi yang baru itu. Pangeran Mandalika bersama adiknya, Pangeran Arya Ranamanggala, didukung oleh pangeran pangeran lainnya, mendirikan benteng pertahanan di luar kota.
               Melihat situasi seperti itu, Mangkubumi merninta bantuan Pangeran Jayakarta untuk menghentikan aksi Pangeran Mandalika. Didukung pula oleh pihak Inggris, akhimya pasukan Pangeran Mandalika tersingkir.
               Huru hara untuk sementara dapat diredam. Akan tetapi, situasi di Kesultanan Surasowan Banten tidak semakin membaik. Bahkan, pada bulan juli 1608, terjadi kembali huru hara besar. Peristiwa tersebut, terkenal dengan sebutan Peristiwa Pailir. Pada tanggal 23 Oktober 1608, Mangkubumi terbunuh. Akhirnya, tugas perwalian Kesultanan dan jabatan Mangkubumi, dipegang oleh Pangeran Arya Ranamanggala.
               Langkah pertama Pangeran Arya Ranamanggala, menindak tegas pejabat kerajaan yang melakukan penyelewengan. Mangkubumi Ranamanggala berusaha keras, agar Sultan Abdulmafakhir, untuk sementara tidak mencampuri urusan pemerintahan. Demikianlah cara Pangeran Arya Ranamanggala, menyelamatkan Kesultanan Surasowan Banten dari bencana perpecahan dan kehancuran.
               Atas bantuan Kompeni lnggris East India Compagnie (EIC), pada tanggal 30 Mei 1619, Kompeni Belanda (VOC berhasil mengalahkan Jayakarta. Di sana mereka membangun sebuah benteng, yang diberi nama Batavia, sebagai peringatan terhadap nenek moyang bangsa Belanda, yaitu suku Bataav.
               Pada tanggal 13 Mei 1626, Pangeran Arya Ranamanggala meninggal dunia. Kekuasaan sepenuhnya, diserahkan kepada Sultan Abdulmafakhir. Sebagaimana ayah dan kakek buyutnya, Sultan Abdulmafakhir pun seorang ulama yang saleh. Dia banyak menyusun kitab kitab ilmu agama Islam, di antaranya Insan Kamil, yang kelak diambil oleh Dr. Snouck Hurgronje (Roesjan, dalam Michrob,1993:127).
               Sultan Abdulmafakhir, adalah penguasa Kesultanan Surasowan Banten pertama yang dikukuhkan oleh Syekh Mekah, dan mendapat gelar Sultan Abdulmufakhir Mahmud Abdulkadir. .Gelar ini diperolehnya, ketika ia mengutus putera mahkota dan beberapa pembesar negara, menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Mekah. Begitu juga dengan putera mahkotanya, mendapat gelar Sultan Abdulma'ali Ahmad. Oleh masyarakat Kesultanan Surasowan Banten, Sultan Abdulmafakhir mendapat sebutan Sultan Agung Kanari.
               Pemerintahan Sultan Abdulmafakhir, merupakan masa kemakmuran. bagi Kesultanan Surasowan Banten. Tidak hanya perdagangan internasionalnya saja yang semakin meningkat, akan tetapi, sektor pertanian dalam negeri juga mengalami kemajuan yang pesat. la seorang Sultan yang cepat tanggap, sering "terjun ke lapangan", menyaksikan sendiri apa yang diperlukan oleh rakyatnya.
               Dalam melaksanakan perniagaan antarbangsa, Sultan Abdulmafakhir, bersikap bebas. Pada tahun 1645, ia mencapai perjanjian perdagangan, dengan pimpinan Kompeni Belanda di Batavia. Kesepakatan perdagangan, tidak sedikitpun memberikan hak monopoli kepada Kompeni Belanda. Perjanjian itu, sepuluh tahun kemudian (1655) akan "diperbaharui".
               Pada tahun 1640, putera mahkota, Abdulma'ali, diangkat menjadi Sultan Anom. Akan tetapi, pada tahun 1650, ia meninggal dunia dalam usia muda. Dari permaisuri Ratu Martakusuma (puteri Pangeran Jayakarta), Sultan Anom Abdulrna'ali mempunyai anak, antara lain:

1.    Ratu Pembayun;
 2.    Pangeran Surya;
 3.    Pangeran Arya Kulon;
 4.    Pangeran Lor; dan
 5.    Pangeran Raja.
 Selanjutnya, kedudukan Sultan Anom, diserahkan kepada Pangeran Surya.

Artikel Terkait