Dalam Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa parwa I sargah 4
dan Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa II sarga 4, mengenai silsilah
turunan Rasulullah Muhammad, nihan tekang panusun ikang sayuktinya (begini
susunan yang sesungguhnya):
//rasul muhammad manak ta pati
mah ajwahra pinakastri de-
ning sayidana ali ibnu
abi thalib / ing pasangga-
man nira manak sayid huse-
n assabti / sayid husen a-
ssabti manak iman jainal a-
bidin iman jainal abi-
din manak muhammad al bakir/
muhammad al bakir manak ima-
n japar sadik / iman japar sa-
dik manak ali al uraidi //
Terjemahan:
Rasul Muhammad mempunyai anak Fatimah Azzahra, diperisteri
oleh Sayidina Ali ibnu Abi Thalib. Dari perkawinannya mempunyai anak Sayid
Husein Assabti. Sayid Husein Assabti mempunyai anak Iman Zainal Abidin. Iman
Zainal Abidin mempunyai anak Muhammad Al Bakir. Muhammad AI Bakir mempunyai
anak Iman Jafar Syadik. Iman Jafar Syadik mempunyai anak Ali AI Uraidi.
Kemudian, Ali Al Uraidi mempunyai anak beberapa orang. Dua
orang di antaranya: Sulaiman Al Basri dan Muhammad Annaghib (Sayid Idris),
adalah generasi ketujuh turunan Rasulullah Muhammad.
Sulaiman Al Basri menetap di Parsi (Iran), mempunyai anak
beberapa orang. Salah seorang di antaranya Abu Zain Al Basri.
Abu Zain Al Basri mempunyai anak Ahmad Al Baruni.
Ahmad Al Baruni mempunyai anak Sayid Idris Al Malik.
Sayid Idris Al Malik mempunyai anak Muhammad Makdum Sidik.
Sayid Muhammad Makdum Sidik mempunyai anak Sayid Hibatullah.
Sayid Hibatullah mempunyai anak Sayid Maimun.
Sayid Maimun mempunyai anak Fatimah, diperisteri oleh Sayid
Hassan. la meninggal dunia di Jawa
Timur.
Dari perkawinannya, Fatimah dengan Syekh Sayid Hassan dari
negeri Arab bagian selatan, mempunyai anak beberapa orang. Salah seorang di
antaranya, yaitu Sayid Abdurrakhman yang menetap di kota Tarim. Sayid
Abdurrakhman orang kaya. Mempunyai anak beberapa orang. Salah seorang di
antaranya wanita, yaitu Sarah. Sarah diperisteri oleh Sayid Abdul Malik. Dari
perkawinannya, mempunyai anak beberapa orang.
Sayid Abdul Malik, dari Tarim pindah ke India bersama anak
isterinya. Oleh karena itu, Sayid Abdul Malik mempunyai isteri lagi, kepada
puteri pejabat daerah negeri India. Dari sejak itulah, Syekh Abdul Malik
mendapat sebutan Asamat Khan.
Adapun Abdul Malik, anak Alwi Amir Pagih.
Alwi Amir Pagih anak Muhammad.
Muhammad anak Ali AI Ghayam.
Ali AI Ghayam anak Sayid Alwi.
Sayid Alwi anak Muhammad.
Muhammad anak Ubaidillah.
Ubaidillah anak Ahmad Al Muhajir.
Ahmad AI Muhajir anak Isa Al Basri.
Isa Al Basri anak Muhammad Anaghib, yaitu adik dari Sulaiman
Al Basri. Kedua duanya, sama-sama generasi ketujuh keturunan Rasulullah
Muhammad. Sebab, Sayid Abdul Malik dengan isterinya Sarah, asalnya merupakan
satu keluarga.
Riwayat selanjutnya, Sayid Abdul Malik dengan puteri India,
mempunyai anak beberapa orang. Salah seorang di antaranya, bergelar Al Amir
Abdullah Khannudin atau Maulana Abdullah nama lainnya.
Abdullah Khannudin, mempunyai anak beberapa orang. Salah
seorang di antaranya: Al Amir Ahmad Syah Jalaluddin, disebut juga Zainal Abidin
Al Kabir.
Kemudian Al Amir Ahmad Syah Jalaluddin, mempunyai anak
beberapa orang. Salah seorang di antaranya: Imam Jamaluddin Al Husein, atau
disebut juga Jamaluddin Al Kabir.
Dari India, Imam Jamaluddin Al Husein pindah ke Kamboja,
yang seterusnya menetap di sana, sebagai guru agama Islam, mengajar penduduk di
sana.
Riwayat selanjutnya, Imam Jamaluddin AI Husein atau disebut
Sayid Husein, mempunyai anak beberapa orang, tiga di antaranya:
1. Ali Nurul Alim;
2. Barkat Zainal
Alim; dan
3. Ibrahim
Zainuddin Al Akbar.
Ali Nurul Alim, menetap di negeri Mesir, mempunyai isteri
seorang puteri Mesir. Mempunyai anak beberapa orang, empat di antaranya:
1. Syarif Sulaiman
Al Bagdad; menjadi penguasa di salah satu kota negeri Bagdad, tidak mempunyai
anak.
2. Syarifah
Halimah; yang diperisteri oleh Syekh Datuk Kahfi, menjadi guru agama Islam di
Hujung Mendini (Malaysia).
3. Syarif Abdullah
Al Masir; menjadi Walikota di negeri Mesir, memperisteri Larasantang atau Syarifah
Muda'im, puteri Sri Baduga Maharaja dari Kerajaan Sunda Pajajaran.
4. Syarif Abubakar;
disebut juga Syarif Ungkah Jutra.
Ketika menetap di negeri Bagdad, Syarifah Halimah dengan
Syekh Datuk Kahfi (Syekh Nurjati alias Syekh Maulana Idlafi), mempunyai anak 4
orang, masing masing ialah:
1. Syarif
Abdurakhman;
2. Syarifah Bagdad;
3. Syarif
Abdurakhim;
4. Syarif Hafiddin
Abbas.
Keempat orang anak Syekh Datuk Kahfi dari Syarifah Halimah,
menjadi anak angkat uwanya, yaitu Sultan Sulaiman Al Bagdad, hingga keempat
anak itu mencapai usia remaja (pemuda). Hal itu tetjadi, karena ayahnya (Syekh
Datuk Kahfi), pergi ke Jawa dwipa, dan menetap di Giri Amparan Jati Cirebon.
Riwayat yang menjadi penyebab, hingga Syekh Datuk Kahfi
tinggal di Dukuh Pasambangan, yaitu ketika Syekh Datuk Kahfi tinggal di Parsi
(Iran). Bersama 12 pengikutnya (I0 laki laki dan 2 wanita), ia menjadi duta
negeri Parsi, untuk menggalang persahabatan dengan Ki Gedeng Tapa, Juru Labuan
Muara Jati Cirebon.
Syekh Datuk Kahfi, oleh Ki Gedeng Tapa, diminta untuk
menjadi guru agama Islam di Singapura (Cirebon). Di sanalah Syekh Datuk Kahfi
menyebarkan Islam di daerah; Pasambangan, Junti, Japura, Panjunan dan beberapa
desa lainnya. Syekh Datuk Kahfi menetap di desa Pasambangan, menikah dengan
Hadijah, cucunya Haji Purwa Galuh.
Setelah menguraikan silsilah keturunan Rasulullah Muhammad
sampai kepada Syekh Datuk Kahfi, pada naskah yang sama ditegaskan pala;
kang sayuktinya sakweh
ing kamastwing athawa si-
nebut wali / kumwa juga
sunan lawan dan accarya-
gameslam ri nusannusa i bhu-
mi nusantara mwang len naga-
ri yatiku hujung mendini //
campa / kamboja / bharata-
nagari / parsi / athawa sa-
keng masaring tekeng ma-
gribi mwang lenya waneh /
hana ta putro pada-
na ning rasul muhammad
mangkana juga sira seh
datuk khahphi lawan wali
wali lenya / kumwa ju
ga lawan sira seh le
mah abang/ mangkana pasana
kan nira//
Terjemahan:
Sesungguhnya, semua itu para Kamastu atau disebut Wali. juga
semua Sunan dan Guru Agama Islam di kepulauan Nusantara dan negeri lainnya:
Hujung Mendini, Campa, Kamboja, Bharatanagari (India), Parsi (Iran) atau dari
Masrik sampai Magrib dan yang lainnya lagi, dari setiap turunan Rasul Muhammad.
Begitu juga Syekh Datuk Kahfi dan Wali wali lainnya. Begitu juga dengannya
Syekh Lemah Abang beserta keturunannya.
Maka jelaslah sudah, yang disebut Wall itu adalah: para
Kamastu, Sunan dan Guru Agama Islam, dari setiap keturunan Rasulullah Muhammad.
Selanjutnya, dalam naskah yang sama diriwayatkan pula
silsilah tokoh-tokoh penyebar agama Islam lainnya, yang ada kaitannya dengan
alur keturunan Rasulallah Muhammad, antara lain sebagai berikut:
Syekh Abdullah Khanuddin, mempunyai anak beberapa orang, dua
orang di antaranya; pertama, Al Amir Ahmad Syah Jalaluddin, kedua, Syekh Khadir
Kaelani. Selanjutnya, Syekh Kadir Kaelani mempunyai anak Syekh Maulana Isa atau
Syekh Datuk Isa, yang menetap di negeri Malaka.
Syekh Datuk Isa mempunyai anak beberapa orang, di antaranya:
1. Syekh Datuk
Ahmad; mempunyai anak beberapa orang. Tiga orang di antaranya yaitu; yang
pertama perempuan, yang kedua Syekh Datuk Kahfi, dan yang ketiga Syekh Bayan.
2. Syekh Datuk
Soleh; mempunyai anak Syekh Abdul Jalil atau Syekh Jabaranta alias Syekh Lemah
Abang, mempunyai anak Syekh Datuk Pardun.
Itulah alur turunan Iman Jamaluddin Al Husein (Jamaluddin Al
Kabir atau Sayid Husein), dari garis putera pertamanya: Ali Nurul Alim.
Sedangkan alur garis keturunan dari putera keduanya (Barkat Zainal Alim),
adalah sebagai berikut:
1. Barkat Zainal
Alim mempunyai putera beberapa orang. Dua orang di antaranya, yaitu:
2. Maulana Abdul
Ghafur atau Maulana Malik Ibrahim; dan
3. Ahmad Syah
Zainul Alim
Salah seorang putera Maulana Abdul Gafur (Maulana Malik
Ibrahim), yaitu Maulana Makdur Ibrahim, yang mempunyai anak beberapa orang.
Dua orang di antaranya, yaitu:
1. Maulana
Fadhillah Al Paseh atau Wong Agung Paseh Tubagus Paseh; selanjutnya menjadi
Bupati Sunda Kalapa, dengan gelar Fadhillah Khan Al Paseh ibnu Maulana Makdur
Ibrahim Al Gujarat;
2. Syarifah Habibah
binti Maulana Makdur Ibrahim Al Gujarat; kemudian menetap di Panguragan
Cirebon, dengan nama sebutan Nyai Agheng Panguragan.
Putera Iman Jamaluddin Al Husein yang ketiga, yaitu Ibrahim
Zainuddin Al Akbar atau Maulana Syamsu Tamres, atau lebih dikenal dengan
sebutan Syekh Ibrahim Akbar, menetap di Kamboja. Tokoh inilah yang sempat
dikunjungi oleh Pangeran Cakrabuana (Haji Abdullah Iman), ketika perjalanan
pulang setelah menunaikan ibadah haji dari Mekah.
Ibrahim Zainuddin Al Akbar mempunyai isteri puteri raja
Campa, yaitu Dewi Candrawulan. Adik Dewi Candrawulan, yaitu Dewi Darawati,
tinggal di Pulau Jawa menjadi isteri
Raja Majapahit Brawijaya V atau Prabu Kertabumi.
Dari perkawinan Ibrahim Zainuddin Al Akbar dengan Dewi
Candrawulan, dikaruniai beberapa orang anak. Dua di antaranya yaitu;
1. Ali AI Mustada;
dikenal dengan sebutan Tubagus Alimin
2. Ali Rakhmatullah;
dikenal dengan sebutan Tubagus Rakhmat.
3. Ali Rakhmatullah
atau Tubagus Rakhmat alias Raden Rakhmat, sejak usia muda sudah menekuni ilmu
agama Islam. la berguru kepada ayahnya di negeri Campa, selesai berguru ia
pergi ke Pulau Jawa.
Dalam perjalanannya, singgah di Palembang, Sumatera. Di
Palembang, Ali Rakhmatullah tinggal selama 6 bulan, di sana sempat mengajarkan
agama Islam kepada penduduk. Hingga Bupati Palembang yaitu Arya Damar, memeluk
agama Islam dengan gelar Arya Dillah.
Arya Dillah atau Arya Damar, adalah bupati dari Majapahit
untuk Palembang. Karena pada waktu itu, Palembang merupakan wilayah kekuasaan
Majapahit. Arya Dillah memperisteri seorang puteri Cina, yaitu Siu Ban Ci, dan
mempunyai anak Raden Kusen (yang kelak disebut Dipati Terung).
Ratna Siu Ban Ci (puteri Tan Go Wat alias Ki Bentong),
adalah janda Prabu Kretabhumi atau Prabu Brawijaya V. Dari perkawinannya dengan
Raja Majapahit ini, Siu Ban Ci dikaruniai anak bernama Jin Bun atau Raden Praba
(kelak bernama Raden Patah).
Setelah enam bulan di Palembang, Ali Rakhmatullah
melanjutkan perjalanannya ke Pulau Jawa, dan singgah di negeri Banten. Setelah
menetap beberapa lama, Ali Rakhmatullah berangkat kembali, menuju ke Jawa Timur, untuk menemui uwanya di Keraton
Majapahit.
Di Keraton Majapahit, Ali Rakhmatullah menemui Ratu
Darawati, isteri Brawijaya V Prabu Kertabunu. Ratu Darawati, adalah kakak
Candrawulan (ibunda Ali Rakhmatullah).
Atas usulan Ratu Darawati, oleh Prabu Kertabumi, Ali
Rakhmatullah diberi sebidang tanah perdikan di Ampel Denta. Kemudian, Ali
Rakhmatullah menetap di Ampel Denta itu (Surabaya).
Ali Rakhmatullah mengajarkan agama Islam kepada penduduk
Ampel Denta. Dalam jangka 3 tahun, semua penduduk Ampel Denta, memeluk agama
Rasul Muhammad. Di sanalah Ali Rakhmatullah atau Tubagus Rakhmat alias Raden
Rakhmat, mendapat julukan Susuhunan Ampel (Sunan Ampel).
Ali Rakhmatullah atau Sunan Ampel, berjodoh dengan puteri
bupati Tuban (Arya Teja), yaitu Ratnawati alias Nyai Ageng Manila. Dari
perkawinannya, dikaruniai anak beberapa orang, empat orang di antaranya:
1. Maulana Makdum
Ibrahim yang bergelar Sunan Bonang;
2. Maulana
Syarifuddin yang bergelar Sunan Drajat;
3. Nyai Ageng
Maloka atau Nyai Ageng Tendes; dan
4. Puteri, yang
diperisteri oleh Raden Sahid (Sunan Kalijaga), putera bupati Tuban (Tumenggung
Majapahit).
Selain dengan puteri Sunan Ampel, Raden Sahid alias Sunan
Kalijaga berjodoh pula dengan Dewi Saroh, puterinya Maulana Ishak. Mereka
dikaruniai tiga orang anak, antara lain:
1. Raden Umar Sahid
yang bergelar Sunan Murya (ketika belum dewasa bernama Raden Prawoto);
memperisteri puteri Sunan Undung, yaitu Dewi Sujinah;
2. Dewi Rukayah;
3. Dewi Sofiyah.
Perkawinan Sunan Murya dengan Dewi Sujinah (adik Sunan
Kudus), dikaruniai anak laki laki, yaitu Pangeran Santri dengan gelar Sunan
Kadilangu.
Sunan Kudus atau Jafar Syadik, memperisteri puteri Maulana
Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang, yaitu Dewi Rukhil, dan mempunyai anak laki
laki, yaitu Raden Amir Hassan.
Dari isterinya yang lain, yaitu puterinya Pangeran Pecat
Tanda Terung, Sunan Kudus dikaruniai delapan anak laki laki dan perempuan. Di
antaranya, masing masing:
1. Nyai Ageng
Pembayun;
2. Panembahan
Palembang;
3. Panembahan
Mekaos Hanggakusuma;
4. Panembahan Kodi;
5. Panembahan
Karimun;
6. Penambahan Joko;
7. Ratu Pakoja; dan
8. Ratu Prodo
Binabar, yang berjodoh dengan Pangeran Poncowati yang menjadi Senapatinya Sunan
Kudus.
Selanjutnya, diriwayatkan silsilah keturunan Ali
Rakhmatullah dari isterinya yang kedua, yaitu Siti Khorimah, puteri Ki
Wiryosarojo. Mereka dikaruniai anak perempuan dua orang, yaitu:
1. Siti Murtasiyah;
berjodoh dengan Raden Paku yang bergelar Sunan Giri;
2. Siti Mursimah.
Raden Paku alias Sunan Giri, adalah puteranya Maulana Ishak,
dari isterinya yang berasal dari Blambangan. Sunan Giri berjodoh juga dengan
Siti Wardah, puterinya Ki Ageng Bungkul.
Selanjutnya Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara, parwa II
sarga 4, dan Pustaka Pararatwan i Bhumijawadwipa, parwa I sarga 4, meriwayatkan
secara rinci tokoh Syarif Hidayat, antara lain sebagai berikut:
..//ipa-
sanggaman nira sariph abdullah
lawan sanphah mudaim mana-
k ta jala rwang siki/ ya ta
pantaranya sowangsowang/sya-
riph hidayat lawan syariph nuru-
llah ngaran nira
Terjemahannya:
Dari perkawinannya, Syarif Abdullah dengan Syarifah Muda'im
(Nyai Larasantang), mempunyai anak dua orang, di antaranya masing masing ialah,
Syarif Hidayat dan Syarif Nurullah namanya.
.. / ing pasanggama-
n nira nay sariphah mudaim la-
wan syariph abdullah manak ta
jalu syariph hidayat ngaran i-
reng saharsa telungatu-
s pitung puluh ikang saka-
kala //
Terjemahannya:
Dari perkawinannya, Syarifah Muda'im dengan Syarif Abdullah,
mempunyai anak laki laki, Syarif Hidayat namanya. Lahir tahun 1370 Saka (1448
Masehi).
ri sampunya syariph hidayat yuswa taruna / akara Twang puluh
warsya / rasika dharmestha mwang ahyun dumadyaken accaryagameslam / matangyan
lungha to ya ring mekah // ri kanang rasika maguru ring seh tajuddin al kubri
laurasnya rzuang warsya/ irika to ya ringseh ataullahi sajjilli ngaran aranung
panganutanya imam saphii// ring huuncs Twang warsya / tumuluy rasika lungha
ring kitha bagdad/ ng kana magunn tasawwuph rasul laman tamolah ing pondok
unuang pasanak rama nira // tumuluy mulih to ya ring masimagan // syariph
hidayat urns makolih akweh ngaran ira ya to sayid al kamil seh nurrudin ibrahim
ibnu maulana sultan mahmud cl khibti ngaran ira waneh //
Terjemahan:
Sesudah Syarif Hidayat menjadi pemuda, baru berusia dua
puluh tahun, bersikap saleh dan ingin menjadi guru agama Islam. Oleh karena itu
pergi dari Mekah. Di sana berguru kepada Syekh 'Tajuddin al Kubri, lamanya dua
tahun. Pada waktu itulah, dari Syekh Athallahi Sajjilli, ia mengetahui nama
anutan mazhab Imam Syafi'i. Selesai dua tahun. Selanjutnya pergi ke kota
Bagdad. Di sana berguru Tasawuf Rasul dan tinggal di pesantren saudara ayahnya.
Selanjutnya pulang ke negeri Mesir. Syarif Hidayat sudah mendapatkan banyak
nama, yaitu Sayid Al Kamil, Syekh Nuruddin Ibrahim ibnu Maulana Sultan Mahmud
Al Khibti nama lainnya.
ateher syariph hidayat lungha ring Jawa dwipa // ikang
lampahnya rasika mandeg ring ghujarat tamolah ri kanang lawasnya telung candra
/
Terjemahannya:
Kemudian Syarif Hidayat pergi ke Pulau Jawa . Dalam
perjalanannya, singgah di Gujarat. Tinggal di sana lamanya tiga bulan.
Ketika singgah di Gujarat, Syarif Hidayat bertemu dengan
Dipati Keling, bersama 98 anak buahnya, kemudian masuk agama Islam dan menjadi
muridnya. Kemudian, mereka berlayar bersama sama, menuju Pulau Jawa .
Sebagaimana yang terungkap dalam Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawa dwipa, parwa
parwa I sarga 4, antara lain sebagai berikut:
..//ing lampahira dipati kheling sakeng bharatanagara lawan
wadzuanya sakweh ira sangang puluh punjul wmalu / sinelamakna de nira syariph
hidayat/ dipati kheling lawan wadruanya manut lawan sayid kamil/
Terjemahan:
Dalam perjalanannya (Syarif Hidayat), disertai Dipati Keling
dari India serta anak buahnya, yang semuanya berjumlah 98 orang, di Islam kan
oleh Syarif Hidayat. Dipati Keling serta anak buahnya setia (mengabdi) kepada
Sayid Kamil.
tumuluy ring pasehnagnri / ngke syariph hidayat tamolah ring
pondok wuang pasanak ira ya to / sayid ishak dumadi accaryagameslam ing pa
hvsnltanan Paknnguati C'irebon
sehnagan i swarnadwapa // ing
pasehnagari lawas ira nuan war
sya //
Terjemahan:
Selanjutnya, (singgah) di negeri Pasai. Di sana Syarif
Hidayat tinggal di Pesantren saudaranya, yaitu Sayid Ishak yang menjadi guru
agama Islam di negeri Pasai, Sumatera. Di negeri Pasai (tinggal) selama dua
tahun.
Selanjutnya, Syarif Hidayat alias Sayid Kamil, singgah di
Banten (mungkin Banten Pasisir), mengajarkan agama Islam di sana, berjodoh
dengan puteri Adipati Banten, Nyai Kawung Anten. Sesungguhnya, Syarif Hidayat
singgah di Banten, ingin bertemu dengan Ali Rakhmatullah.
makanimitta sayid kamil lu
ngha ring ngampel lawan maha
wan prahwanya wwang Jawa
we
tan/ sakamatyan ika
para wali sakwehnya hana
rikn / sira sowangsowang wi
neh ta swakarya mawarah
marah agama rmul ring janma
padaneng desyadesya kang ma
ngannt syiwabudha //
Terjemahan:
Itulah sebabnya Sayid
Kamil (Syarif Hidayat) pergi ke Ampel, naik perahunya (kapal layar) orang
Jawa timur. Pada waktu itu para Wali
semuanya ada di sana. Masing masing diberi pekerjaan (berkewajiban) mengajarkan
agama Rasul (Islam) kepada penduduk desa-desa yang menganut agama Syiwa Budha.
Syarif Hidayat
bersilaturakhmi dan berkenalan dengan para Wali yang berada di Jawa Timur. Selanjutnya, Syarif Hidayat atau Sayid
Kamil, bersama Dipati Keling dan anak buahnya, berlayar menuju Cirebon.
Kunjungannya ke Cirebon, untuk menemui uwanya (kakak ibunya), Sang Tumenggung
Sri Mangana Pangeran Cakrabuana Haji Abdullah Iman, penguasa Kerajaan Islam
Pakungwati Cirebon.
Di Kerajaan Islam
Pakungwati Cirebon, Syarif Hidayat atau Sayid Kamil, menemui uwanya, Sang
Tumenggung Sri Mangana Pangeran Cakrabuana Haji Abdullah Iman. Alangkah
sukacitanya Sri Mangana, ketika ditemui oleh anak adiknya (suwannya) itu.
Begitu pula Syarif Hidayat, sangat gembira, dapat bertemu
dengan uwanya, yang telah berhasil mendirikan Kerajaan Islam pertama, di
Kerajaan Sunda. Akhirnya, Syarif Hidayat bersama Dipati Keling serta 98 anak
buahnya, menetap di Pakungwati Cirebon.
Syarif Hidayat, Dipati Keling serta 98 anak buahnya,
ditempatkan di Giri Sembung Amparan Jati (Gunung Jati). Syarif Hidayat diberi
jabatan sebagai Guru Agama Islam di Pondok Quro Amparan Jati, sebagai pengganti
Syekh Datuk Kahfi. Syarif Hidayat berjodoh dengan kakak sepupunya, Nyai Mas
Pakungwati.
sembung syariph hidayat si nebut maulana jati / syeh jati
ngaran ira waneh // tumuluy magawe pondok riknng// datan lawas pantara ning
janmapada akweh ikang maguru ring sayid kamil / hana pwa syariph hidayat ya to
sayid al kamil kang tumuli makanama susuhunan jati / sunan carbon ngaran ira
waneh // sangang warsa ri huwusnya sira tamolah ing Jawa dwipa //
Terjemahan:
Di Giri Sembung, Syarif Hidayat disebut Maulana Jati atau
Syekh Jati sebutan lainnya. Selanjutnya mengelola (magawe) pesantren itu.
Setelah beberapa lama kemudian, semua penduduk berguru kepada Sayid Kamil.
Adapun Syarif Hidayat, yaitu Sayid Al Kamil, kemudian lebih dikenal dengan
sebutan Susuhunan Jati atau Sunan Cirebon nama lainnya. Sembilan tahun sudah ia
berada di Pulau Jawa .
Sang Tumenggung Sri Mangana Pangeran Cakrabuana Haji
Abdullah Iman, mempunyai penilaian tersendiri kepada Syarif Hidayat. Demi untuk
kepentingan penyebaran Islam, Sang Tumenggung mewariskan tahtanya, kepada suwan
yang sekaligus menantunya, Syarif Hidayat.
.......//sya_
riph hidayat rinatwaken to
sira dumadi ratu carbon de
ning uwa nira pangeran cakrc
bhuana pinaka tumenggung
tunggaling rajya carbon lawan na
masyidam susuhunan jati //
Terjemahan:
Syarif Hidayat dilantik menjadi Raja Cirebon oleh uwanya
Pangeran Cakrabuana, sebagai Tumenggung Kerajaan Cirebon, dengan gelar
Susuhunan Jati.
.......// rasi
ka dumadi ratu mahardhika
hanging pajajaran aisyanya
ri sunda i bhumi Jawa
kulwan /
sakamatyan ika para kama
stwing ikang sangan manungsung sukha
mwang mangastungkara ring Pabhiseka
n ira ika / yadyapi maka
behan ira / sang pinakadi
slam hanging Jawa dwipa /
Terjemahannya:
Dia menjadi raja mahardika (memerdekakan diri) dari naungan
Sunda Pajajaran di bumi Jawa Barat. Pada
waktu itu, para Wali Sanga (di Jawa Timur) menyambut gembira, menyerukan pujian
atas penobatannya, dan semua memberikan dukungan, untuk meng Islanrkan (penghuni)
Pulau Jawa.
Semua pemimpin masyarakat desa di Cirebon sangatlah
suka-cita. Pejabat penguasa daerah, pesta meriah, mengadakan syukuran di
Paseban Keraton Pakungwati.
Untuk mengukuhkan penobatan Susuhunan Jati, dilakukan oleh
para Wali dari Jawa Timur, yang dihadiri
pula oleh Raden Patah sebagai Sultan Demak. Mereka hadir di Keraton Pakungwati
Cirebon, disertai armada laut dan balatentara Kesultanan Demak, yang dipimpin
oleh Panglima Fadhillah Khan.
ateher kamasturing ikang sangan manganugrahani ring
susuhunan jati kakawasan dumadi panetep panatagama rat sunda i bhumi Jawa kulwan ikang tamalah ing kitha carbon.
Terjemahannya:
Kemudian Wali Sanga menganugerahi gelar kekuasaan kepada
Susuhunan Jati menjadi Panetep Panatagarna rat Sunda i Bhurni Jawa Kulwan (Panetep Panatagama kawasan Sunda di
Bumi Jawa Barat) berkedudukan di negeri
Cirebon.
Karena tanpa persetujuan pemerintahan pusat (Pakuan
Pajajaran), Sri Baduga Maharaja mengutus Tumenggung Jagabaya bersama pasukan
pengawalnya, untuk menertibkan dan mengatasi keadaan di Cirebon. Ketika
Tumenggung Jagabaya beserta pasukan pengawalnya tiba di Cirebon, mereka
disergap di Gunung Sembung oleh pasukan gabungan Cirebon Demak yang dipimpin
oleh Senapati Demak Fadhillah Khan. Tumenggung Jagabaya dan pasukan
pengawalnya, akhirnya masuk agama Islam.
Karena Tumenggung Jagabaya serta pasukan pengawalnya, lama
tidak kembali ke Pakuan, Sri Baduga Maharaja segera mempersiapkan angkatan
perang besar Kerajaan Sunda Pajajaran. Akan tetapi, niatnya untuk menyerang
Pakungwati Cirebon, dapat dicegah oleh penasihatnya Ki Purwagalih.
Ki Purwagalih mengingatkan kepada Prabu Siliwangi, bahwa:
1. Syarif Hidayat,
adalah cucunya sendiri dari Larasantang;
2. Syarif Hidayat,
adalah menantu Walangsungsang, atas pernikahannya dengan Pakungwati; dan
3. Penobatan awal
Syarif Hidayat, atas kehendak Pangeran Cakrabuana, puteranya sendiri.
"Betapa tidak terpujinya, Sang Kakek memerangi
cucunya," itulah yang dinasihatkan oleh Ki Purwagalih kepada Sri Baduga
Maharaja.