Dalam buku Geografi Kesejarahan II Indonesia (1984), yang
mengacu kepada hasil penelitian para akhli, Daldjoeni mengemukakan pendapatnya
tentang asal‑usul ras Melayu, antara lain:
Di Hindia belakang ada dua pusat persebaran bangsa. Dari
daerah Yunnan di Cina Selatan, berangkatlah suku‑suku yang tergolong Proto
Melayu tua dan dari dataran Dongson di Vietnam Utara (Daldjoeni,1984:1).
Yunnan, yang disebut-sebut sebagal daerah asal kelompok
Melayu tua di Cina Selatan, dijelaskan pula oleh Ales Bebler, antara lain:
Merupakan dataran tinggi kering dengan ketinggian rata‑rata
1000 meter di atas permukaan laut. Alamnya tertutup oleh rerumputan, pepohonan
yang rendah dan semak belukar. Wilayahnya terbelah‑belah oleh jurang-jurang
yang cukup dalam sehingga membatasi gerak penduduknya dalam mengusahakan
pangan. Mata pencaharian mereka aslinya berburu dan mengumpulkan buah‑buahan.
Dalam perkembangan selanjutnya mereka beralih ke usaha peternakan dan
pengolahan tanah secara primitif.
Asal bangsa Indo‑mongolid, yang jelas adalah Cina Selatan,
akan tetapi sebagian dari mereka itu dahulunya datang dari Tibet Timur. Mungkin
keributan di Asia Tengah itu menjalar ke Cina Selatan. Dari sini terjadi
migrasi ke wilayah Asia Tenggara yang relatif masih kosong, melalui
jurang-jurang dan lembah‑lembah sungai di Cina, Birma dan Siam. Tekanan di Cina
Selatan agaknya bertalian erat dengan mulai berkembangnya kerajaan Cina yang
dengan tegas akan tetapi bertahap menghendaki sinifikasi bagi seluruh
wilayahnya sampal batas selatannya yakni garis pegununan Himalaya‑Nanling
(Daldjoeni,1984: 3, 9‑10).
Pada
naskah Pustaka Rajayarajya i Bhunri Nusantara parwa I sarga 1, dikemukakan
peristiwa sebagal berikut:
Perpindahan (panigit) manusia pendatang dari benua
utara: Yawana, Campa, Syangka, dan dari daerah-daerah sebelah tirnur Gaudi
(Benggala) menyebar ke Ujung Mendini (Semenanjung Malaysia), Pulau Sumatera,
Pulau Jawa, Kutalingga, Gowa, Makasar, dan pulau‑pulau lain di sebelah belahan
timur Nusantara, termasuk Nusa Bali. Mereka tiba di Nusantara kira‑kira 20.000
tahun sebelum tarikh Saka.
Manusia yaksa kerdil (wamana purusa), sebagal pribumi
berperangai buas dan kejam seperti hewan. Oleh sebab itu mereka diperangi dan
dikalahkan oleh para pendatang baru.
Sementara itu, manusia purba yang hidup antara 25.000 sampal
10.000 tahun yang silam tidak punah sebab mereka berbaur menjadi satu. Banyak
wanita manusia purba itu berjodoh dengan Aria dari kaum pendatang baru.
Kerukunan, kerjasama dan perjodohan di antara kedua belah pihak, telah
menyelamatkan kelompok manusia purba dari bahaya kepunahan.
Adapun, kaum pendatang baru dari benua utara tersebut
tergolong manusia cerdas. Mereka membuat perkakas dan senjata dari batu, kayu,
tulang, bambu, serta bahan‑bahan lain dengan hasil yang hampir bagus (meh
wagus). Menurut para mahakawi masa kedatangan orang‑orang dari benua utara
tersebut, dinamakan sebagai masa purba keempat (caturtha purwwayuga).
Dari 10.000 tahun sebelum tarikh Saka, sampal tahun pertama
Saka, terjadi perpindahan secara bergelombang, kelompok pendatang dari benua
utara, yaitu:
1. antara 10.000 sampai 5.000 tahun sebelum
tarikh Saka;
2. antara 5.000 sampai 3.000 tahun sebelwn
tarikh Saka;
3. antara 3.000 sampai 1.500 tahun sebelum
tarikh Saka;
4, antara 1.500 sampai 1.000 tahun sebelum
tarikh Saka;
5. antara 1000 sampal 600 tahun sebelwn tarikh
Saka;
6. antara 600 sampai 300 tahun sebelum tarikh
Saka;
7. antara 300 sampai 200 tahun sebelum tarikh
Saka;
8. antara 200 sampal 100 tahun sebelwn tarikh
Saka;
9. antara 100 sampai awal tarikh Saka.
Pada masa itu disebut sebagai masa purba kelima (pancama
purwwayuga).