Sosmed : Loncat Status Karena
(Baca) Status
Riski
Pangestu
Wahai
presiden kami yang baru
Kamu
harus dengar suara ini
Suara
yang keluar dari dalam goa
Goa
yang penuh lumut kebosanan
Walau
hidup adalah permainan
Walau
hidup adalah hiburan
Tetapi
kami tak mau dipermainkan
Dan
kami juga bukan hiburan
.....
(Iwan
Fals, Manusia Setengah Dewa)
Hiburan merupakan sesuatu baik yang
berbentuk kata-kata, tempat, benda, atau perilaku yang dapat menjadi penghibur
atau pelipur hati yang susah atau sedih. Dewasa ini seiring dengan kemajuan
teknologi, kita dapat dengan mudah mencari hiburan di sekitar kita. Kemajuan
teknologi yang pesat medukung berkembangnya aplikasi-aplikasi penunjang
kegiatan manusia, diawali dengan penemuan Windows hingga Facebook lalu muncul
aplikasi-aplikasi lainnya yang biasa disebut sosial media seperti Twitter,
WhatsApp, Instragam, Path, LINE ,dan masih banyak lagi.
Tujuan awal penemuan sosial media tersebut
memanglah mulia yaitu agar memudahkan kita dalam berkomunikasi dengan orang
yang berada jauh dengan kita. Tapi dalam realitanya, penduduk di Indonesia
khususnya para remaja justru menggunakannya sebagai sarana hiburan dan
hura-hura, bahkan hampir semua remaja di Indonesia sudah kecanduan akan
penggunaan jejaring sosial tersebut. Contoh kecilnya saja, jika kita berada di
dalam angkutan umum,kita perhatikan dengan seksama, pasti ada salah satu
dintara sekian banyak penumpang yang selalu memegang handphone ataupun gagdet mereka
dan sibuk berbalas pesan atau komentar melalui Facebook maupun aplikasi
lainnya.
Dalam pembutan akun dalam jejaring
sosial sangatlah mudah dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Biasanya pada
awal pemakaian akun tersebut, remaja akan merasa senang dan berusaha sebisa
mungkin menjadi aktivis maya. Semakin aktif seorang remaja dalam dunia maya,
mereka semakin dianggap keren dan tidak ketinggalan jaman. Mereka akan memposting tentang semua kegiatan
pribadinya serta foto bersama teman-temannya bahkan curhatan atau masalah yang
sehurusnya mereka tutup rapat justru mereka publikasikan dengan bangganya.
Contohnya saja di Twitter, para remaja menampilkan diri melalui pengunggahan
avatar yang paling bagus dilihat, memposting
tweet dan re-tweet sebanyak-banyaknya
dengan tujuan memperlihatkan eksistensi dirinya serta membangun cita yang
sebaik mungkin. Dengan demikian dapat dikatan bahwa remaja menjadikan media
sosial sebagai presentasi diri dalam bentuk lain. Maksudnya remaja akan
berusaha membentuk karakter yang mereka impikan dalam hidupnya dan
menampilkannya pada orang lain, padahal nyatanya hal itu justru bertolak
belakang dengan kehidupan asli si pengguna. Biasanya orang yang aslinya pendiam
akan berubah menjadi orang yang cerewet dan esay
going ketika berkomunikasi dengan teman maya mereka.
Tak
jarang para pengguna sosial media juga mengunduh atau mengunggah hal-hal yang
tak bermoral seperti situs-situs berbau pornografi dan kekerasan. Memang tidak
semua pengguna sosial media melakukan hal tersebut. Tak sedikit dari pengguna
sosial media yang masih memiliki norma kesusilaan. Tapi sebaik apapun pengguna
sosial media pasti mereka pernah sekali dua kali melihat minimal gambar yang
mengandung unsur pornografi yang teman mereka unggah dan muncul pada beranda
akun tersebut. Jika dibiarkan lebih lanjut, kebiasaan itu akan menyebabkan
adanya perubahan perilaku yang condong ke arah negatif dan menyebabkan degradasi
moral pada remaja Indonesia.
Seringnya berkomunikasi lewat media
sosial juga akan menurunkan kemampuan anak dalam bersosialisasi secara
langsung. Tingkat pemahan bahasa yang yang rendah menjadi faktor utama hal di
atas karena semua yang kita tulis dapat diartikan berbeda-beda tergantung
kemampuan penalaran pembaca. Bisa saja pengguna yang menulis komentar maupun
status yang baik justru terlihat kurang sopan oleh pengguna lain. Tidak adanya
aturan ejaan dan tata bahasa dalam penulisan di sosial media memunculkan suatu
fenomena baru dalam masyarakat yaitu penggunaan bahasa alay dimana penulisan suatu
kata akan mereka ubah baik itu menambah atau mengurangi huruf dan penggantian
dengan angka serta simbol. Misalnya kata ‘aku’ umumnya disingkat menjadi ‘ak’
maka apabila menggunakan bahasa alay menjadi ‘4qyuh’ atau ‘4qiiu’ dan lain
sebagainya sesuai kreatifitas masing-masing. Remaja juga lebih sering
mengungkapkan dengan tulisan bebas atau ngawur
tanpa adanya praktik berbicara dan berekspresi untuk suatu kalimat dan
masalah sehingga mereka cenderung menjadi pribadi yang lain ketika berada di
dunia maya.
Sosial media merupakan ladang yang
subur bagi sesorang untuk melakukan kejahatan. Kita tidak tahu apakah orang
yang baru kita kenal di media sosial menggunakan jati diri yang sesungguhnya
atau tidak. Bisa saja mereka menuliskan identitas palsu untuk menarik calon
korban. Seperti kasus yang akhri-akhir ini terjadi yaitu maraknya penipuan dan
penculikan remaja melalui media sosial. Dengan motif awal berkenalan kemudian
pendekatan, lama-kelamaan menjadi pacaran, si tersangaka akan mengajak korban
pergi entah kemana dengan embel-embel kencan dan naasnya korban tidak
dipulangakan bahkan dibunuh di suatu tempat.
Penipuan
di sosial media juga bisa terjadi yaitu melalui online shop. Banyak orang yang tertarik dengan penawaran dan
pemesanan barang yang dikemas dengan sangat apik dan rapi menggunakan gambar
yang bagus hasil penelusuran Google agar calon pembeli menjadi percaya untuk
membelinya dan melakukan segera melakukan transaksi. Tetapi kenyataannya ketika
barang sampai ditangan pembeli, kondisinya kurang memuaskan bahkan bisa dikatakan
sudah rusak.
Kecanduan penggunaan sosial media ini
berdampak pada perubahan kebudayaan di masyarakat. Sosial media menimbulkan
suatu kebudayaan baru bagi penggunanya berupa ‘budaya nunduk’. Bukan menunduk
karena berlaku sopan pada orang lain tetapi karena sibuk membaca apa yang ada
di beranda sosial media mereka. Orang yang sering melakukan kebiasaan ‘nunduk’
isi biasanya menjadi kurang peka dan bersikap apatis terhadap sekeliling
mereka. Tidak peduli dimana, dengan siapa, dan bagaimana harus bersikap, yang
terpenting adanya koneksi internet untuk membuka akun sosial media.
Tidak hanya para remaja, aktivis
politik negeri ini pun kini beralih menjadi aktivis sosial media. Tak sedikit
diantara politikus Indonesia yang sering membuat sensasi melalui status di akun
mereka. Mereka mengungkapkan apa yang seharusnya mereka rahasiakan dan
mengomentari atau menyindir hal sepele yang dilakukan politikus lainnya. Pihak
yang merasa tersindir kemudian akan balik menyerang melalui akun sosial
medianya, dan terjadilah ‘perang sosial media’. Hal tersebut yang justru
membesarkan nama beberapa politikus yang hangat diperbincangkan saai ini.
Bukannya sibuk memperbaiki birokrasi Imdonesia tetapi mereka malah sibuk
memperbaiki status akun-akunya.
Banyak artis-artis ibukota yang memilih mengibarkan
sayapnya di dunia sosial media. Kebanyakan dari artis-artis tersebut memilih
Instragram menjadi ladang meningkatkan popularitas dan akhirnya berubah diri
mereka menjadi ‘selebgram’ atau ‘seleb instragam’. Contohnya saja Syahrini yang
sempat menggemparkan dunia maya dengan video berdurasi beberapa menit dengan
judul ‘Maju Mundur Cantik’ dan ‘Bunga-bunga’ yang diunggahnya beberapa bulan
lalu ketika berlibur di Paris. Ada juga Aurel Hermansyah yang membuat pengguna
sosial media terkejut dengan penampilan barunya yang terlihat makin cantik dan
dewasa. Tak sedikit diantara artis-artis tersebut yang membuat penggemarnya
kecewa dengan foto mesra bersama pacarnya yang mereka unggah melalui
Instragram.
Dalam dunia maya, kawan bisa menjadi
lawan, politikus jadi selebritis, selebritis malah makin narsis, serta orang
baik kelihatan munafik. Untuk mencapai apa yang kita inginkan bukan berarti
kita harus memainkan status dan peran orang lain tetapi bagaimana kita menunjukkan
jati diri kita yang sesungguhnya kepada orang lain.
tag
contoh essay bahasa indonesia
kumpulan essay
contoh essay bahasa indonesia
kumpulan essay
contoh essay bahasa indonesia