(essay) SISTEM TERBAIK, HASIL TAK APIK

membuat essay bahasa indonesia

SISTEM TERBAIK, HASIL TAK APIK
Indah Miranti Handayani

Wara wiri pelajar sibuk menimba ilmu
Bermobil, bersepeda, dan berjalan
Menenteng buku atau menenteng ilmu
Masuk kelas keluar kelas
Mata kuliah lulus, ipk bagus
Lulus sarjana
, terus nganggur
Ini adalah siklus
            Begitulah wajah sistem pendidikan di Indonesia. Sistem pendidikan adalah suatu strategi atau cara yang akan di pakai untuk melakukan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan. Sesungguhnya sistem pendidikan yang ada di Indonesia saat ini sudah sangat bagus. Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Penyusunan sistem pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Namun, pelaksanaan dari sistem pendidikan ini belum maksimal. Ketidakmaksimalan sistem pendidikan menyebabkkan mutu pendidikan di Indonesia masih rendah. Di antara negara-negara ASEAN-pun, Indonesia masih menduduki peringkat bawah. UNESCO dalam Education Development Index menyatakan bahwa, tingkat perkembangan pendidikan Indonesia terletak pada peringkat 102 dunia, sementara itu bebas buta aksara masyarakat Indonesia berada pada peringkat 95 sebesar 87,9%. Kondisi ini merupakan kondisi yang cukup memprihatinkan, karena hal ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia belum berjalan dengan optimal.
Yang dibanggakan sepatah gelar
Kosong…
Kalaupun berisi
Pasti keluar negeri
Entah kapan akan kembali
Membangun negeri sendiri
            Sistem yang baik tanpa diimbangi dengan pelaksanaan secara optimal dan konsekuen, hanya akan menjadi sekedar formalitas saja. Meskipun sudah baik, tetapi sistem pendidikan di Indonesia ini memiliki beberapa titik kelemahan. Pertama, sistem pendidikan Indonesia terlalu mengutamakan kuantitas ketimbang kualitas. Mengapa saya berkata demikian? Mari kita menengok sedikit ke negara yang kualitas pendidikannya berada di peringkat atas dunia, seperti Jepang dan Finlandia. Sistem pendidikan di Jepang tidaklah jauh berbeda dengan di Indonesia. Di Jepang juga diterapkan sistem kurikulum dan kurikulum tersebut juga sering diganti-ganti seperti di Indonesia. Namun, bedanya adalah dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, jumlah materi pembelajaran lebih banyak dan lebih luas daripada kurikulum di Jepang. Banyaknya materi pembelajaran yang diberikan, menjadikan pembelajaran siswa tidak fokus. Ditambah lagi dari setiap materi pembelajaran siswa dituntut untuk memenuhi standar kompetensi yang sudah ditetapkan dan sering tidak sesuai dengan kebutuhan siswa. Di Jepang siswa diajarkan untuk berpikir kritis, sedangkan di Indonesia siswa dihadapkan pada hafalan. Terlebih dari banyaknya materi pelajaran yang diberikan, tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan pada kualitas siswa. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan kuantitas pembelajaran tidak menambah kualitas siswa, karena penambahan kuantitas materi tidak disertai dengan penambahan kualitasnya.
            Kedua, sistem evaluasi pendidikan di Indonesia menekankan pada nilai akhir dari kegiatan belajar-mengajar. Sistem evaluasi yang seperti ini, cenderung membuat siswa tertekan dengan segala kriteria yang ada, tekanan untuk mendapat nilai yang bagus dan berprestasi. Sedangkan sistem pendidikan di Jepang dan Finlandia lebih menekankan pada progres belajar siswa itu sendiri, sehingga tidak menekan siswa. Penilaian progres tersebut tidak dinyatakan dalam besaran angka. Di Jepang tidak mengenal adanya ujian kenaikan kelas, tetapi siapapun yang telah menyelesaikan proses belajar dapat naik ke kelas selanjutnya sampai ke tingkat wajib belajar 9 tahun, setelah itu baru mengikuti ujian  berstandar untuk masuk ke jenjang pendidikan berikutnya. Keburukan dari sistem evaluasi berdasarkan nilai adalah membunuh kreatifitas berpikir dan berkarya, hanya mencetak pekerja saja; serta tercetak generasi-generasi yang pintar tetapi tidak memiliki karakter. Kenyataan pahit bahwa setiap tahun keluar ratusan bahkan ribuan intelek, namun hal tersebut masih tak kuasa merubah nasib bangsa ini.
            Akibatnya, dari beberapa hal tersebut di atas, memicu tumbuhnya mindset bahwa pendidikan sekolah untuk mencari nilai semata. Mindset seperti ini menyebabkan tindakan yang menghalalkan segala cara untuk mendapat nilai yang bagus. Inilah yang melahirkan budaya mencontek maupun menyuap guru agar memberi nilai bagus. Padahal esensi dari pendidikan adalah sebuah proses belajar, bukanlah nilai bagus.
            Adanya prestige dalam memasuki sekolah favorit dan diskriminasi sekolah, sehingga membuat siswa berlomba-lomba untuk memasuki sekolah yang bergengsi walaupun dengan kemampuan pas-pasan sampai rendah. Sedangkan di Finlandia, siswa dengan kemampuan rendah diarahkan ke sekolah kejuruan untuk mempersiapkan diri ke dunia kerja, sehingga siswa benar-benar diarahkan sesuai dengan kemampuannya. Pada dasarnya, materi pembelajaran di seluruh sekolah sama, yaitu berdasarkan kurikulum. Pembedanya hanya proses pembelajarannya saja. Inti dari proses pembelajaran juga sama, yaitu pembelajaran berfokus pada siswa. Namun, pada kenyataannya masih banyak sekolah di Indonesia yang pembelajaranya berfokus pada guru, sering disebut dengan istilah spoon feeding alias “disuapi”. Pembelajaran semacam ini menghambat pengembangan diri siswa karena terpaku pada ajaran guru atau menunggu guru untuk menyampaikan pengajaran.
            Selain itu, biaya pendidikan di Indonesia menyebabkan berkembangnya mindset untuk belajar dengan rajin karena sudah membayar mahal. Pemerintah Indonesia menganggarkan biaya pendidikan 20% dari anggaran belanja negara. Namun dalam pelaksanaannya, anggaran pendidikan kurang dari 20%, sehingga mahalnya biaya pendidikan tak terhindarkan. Pemerintah Jepang memberikan anggaran biaya pendidikan yang cukup tinggi, yaitu 31,6% dari anggaran belanja, sehingga biaya sekolah di Jepang tergolong murah daripada Amerika dan Inggris. Sedangkan di Finlandia pemerintah menggratiskan biaya pendidikan mulai dari pendidikan dasar hingga universitas dan segala keperluan yang berhubungan dengan pendidikan, misalnya makan siang, ongkos transportasi, dan buku.
            Selain mahalnya biaya, kurangnya sarana belajar-mengajar dan pendistribusiannya yang tidak merata, menyebabkan adanya diskriminasi sekolah. Sehingga sekolah dengan biaya yang mahal dan fasilitas belajar yang lengkap, dianggap sebagai sekolah favorit yang banyak diminati baik siswa maupun orang tua, tentu saja karena adanya prestige yang tadi dikatakan di awal. Adapun siswa yang lebih dari mampu, baik finansial maupun kemampuan, lebih memilih mengambil pendidikan di luar negeri karena terfasilitasi dengan baik dan lebih berkualitas pendidikannya.
Ini curahan hati
Bukan puisi
Anak negeri yang cinta negaranya
Tapi benci sistem yang ada
            Sangat disayangkan, mengingat sistem pendidikan di Indonesia ini tergolong baik, namun implementasinya masih jauh dari aturan. Sistem yang digadang-gadang ini belum berhasil sebaik harapan. Negara-negara yang berhasil dalam pendidikan, selain biaya, tak lain karena “budaya” pendidikan. Sistem pendidikan tidak melupakan budaya dan etika serta dilaksanakan dengan dedikasi dan kedisiplinan tinggi, menjadikan sistem biasa-biasa berhasil sempurna. Sistem “terbaik”-pun tak bisa lagi dikata terbaik, kalau hasil tak apik. Perubahan, pembaharuan, serta perbaikan demi peningkatan perlu dilakukan. Langkah dan keputusan yang tepat mempengaruhi hajat hidup masyarakat. Akan dibawa kemanakah pendidikan Indonesia ini? Ke arah kemajuan yang dituju atau kemerosotan yang harus dihindari? Kami semua menunggu.


biografi penulis essay
            Indah Miranti Handayani, sering dipanggil “Indah” atau kawan-kawan sering memanggil “Nyan”. Lahir di Kotamadya Pasuruan, pada tanggal 24 Mei 1997. Anak pertama dari pasangan Slamet Pramono dan Wahyuni Handayani. Memiliki 2 orang saudara kandung Seno Nugroho dan Nindya Pramesthi. Bertempat tinggal di Bandungrejo RT02 RW04 Bayan, Purworejo.           Pendidikan sebelumnya, dulu bersekolah di TK Tunas Rimba, Prupuk, namun belum sempat lulus TK, pindah tempat tinggal karena kesibukan kerja ayah yang berpindah-pindah. Kemudian penulis meneruskan TK di  TK Sinar Harapan, Pasuruan. Dari TK,  melanjutkan sekolah di SD N Trajeng, Pasuruan, sampai kelas 2 SD. melanjutkan sekolah kelas 3 SD sampai lulus di SD N Senepo, Kutoarjo. Setelah lulus dari SD,  karena dirasa lulus dengan nilai yang cukup memuaskan, penulis melanjutkan sekolah ke SMP N 3 Purworejo, Kutoarjo. Saat ini tengah menimba ilmu di kelas XII IPS-2 SMA Negeri 1 Purworejo. Sangat ingin dan sedang berusaha untuk dapat melanjutkan studi ke Asagaya atau Yokohama Design College – Design Animation, Jepang. Bercita-cita untuk membangun sebuah studio produksi anime di Indonesia, menjadi pengusaha dan CEO.
            Sangat menyukai hal-hal tentang jejepangan seperti anime, manga, cosplay, dll.,tetapi sangat cinta budaya Indonesia. Selain itu juga sangat suka browsing, menggambar, mendengarkan musik terutama musik ber-genre Japan-Rock, menonton film, membaca, dan bermain gitar.

            

Artikel Terkait