Allah sebagai
pencipta,pengatur dan pemelihara diterangkan dalam firman-Nya.Hal itu
antara lain terdapat di dalam Surat Al-Baqarah :
29 yang menerangkan tentang penciptaan bumi seisinya yang diperuntukan bagi
manusia,serta penyempurna langit menjadi tujuh langit.
Dalam surat Al-An’am : 101-102 diterangkan bahwa Allah
adalah pencipta dan pemelihara yang tidak sama dengan sifat-sifat mahluk-Nya. Yang artinya : “Dia pencipta langit
dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak pernah mempunyai
istri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Mengetahui segala sesuatu.
Dalam surat Al-Hasyr (59) : 24 menerangkan bahwa Allah
adalah pencipta. Yang artinya : “Dialah Allah yang Menciptakan, Yang
Mengadakan, Yang membentuk rupa, Yang mempunyai nama-nama Yang Paling Baik..”
Uraian
tersbut dapat disimpulkan bahwa Allah sebagai pencipta,pengatur dan
pemelihara adalah Yang Maha Sempurna tidak sama dengan mahluk-Nya. Allah adalah
Dzat yang tidak berawal dan berakhir,tidak berputra dandiputrakan.Dia adalah tempat bergantung para
mahluknya. Itulah Allah sebagai Khalik dan itulah Rabbul’alamin.
B.
Hak Khalik
Untuk Disembah
Sebagai Rabbul’alamin seperti
digambarkan di muka,maka Dia mempunyai hak untuk disembah oleh
mahluk-Nya.Karena itu sangat beralasan jika Allah memerintahkan kepada
mahluk-Nya untuk menyembah (beribadah) kepda-Nya,bahkan bagi mahluk-Nya yang
beribadah hanya kepada-Nya merupakan jalan yang paling lurus.
Di dalam surat Yasin :
60-62,Allah mengingatkan bahwa syaitan adalah musuh yang nyata bagi
manusia,dan karenanya,janganlah menyembah kepadanya. Menyembahlah hanya kepada
Allah karena inilah jalan yang lurus. Yang artinya : “Bukanlah
Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah
syaitan ? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu”. (60), “Dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang
lurus.” (61), “Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebagian besar
di antaramu. Maka apakah kamu tidak memikirkan?” (62).
Dari uraian di atas ada beberapa hal yang sangat
penting dan perlu direnungkan lebih lanjut,yaitu pengertian mengenai ibadah
dalam setiap perintahnya di dalam Al-Qur’an dan mengapa ibadah kepada Allah
merupakan jalan yang lurus.
Dipandang dari berbagai aspek keilmuan ibadah
mempunyai banyak arti. Pengertian ibadah secara etimologis berbeda dengan pengertian
menurut para ahli ilmu tauhid,ahli ilmu akhlak,ahli bahasa,ahli tasawuf,dan
seterusnya.
Secara etimologis (harafiah),ibadah
berasal dari kata: ‘abada-ya’budu-ibadatan-wa’ubbudiyyatan yang dapat berarti
beribadah,menyembah atau mengabdi..(Al-Munawir). Para ahli bahasa mengartikan
ibadah sebagaimenurut,mengikut,tunduk,tha’at dan doa. Karena
itu,menurut arti harfiah dan arti bahasa,ibadah yang artinya
menyembah,menurut,mengikut,tunduk ataupun mentaati Allah sebagai Khalik (Rabb) itu tentu akan berjalan di jalan yang
lurus,jalan yang benar.
C.
Allah Maha Kuasa dan Pemberi Rizki
Di akhir surat Al-Jum’ah (62),Allah
SWT menegaskan bahwa Dialah Dzatyang sebaik-baik
pemberi rizki.Artinya :
“…. dan Allah Sebaik-baik Pemberi Rizki”
Pernyataan ini akan diterima sebagai suatu kebenaran
jika dilandasi dengan keimanan dan renungan yang mendalam pada kehidupan
pedangang dipasar,yang dapat digambarkan sebagai berikut :
“Tersebutlah tiga orang pedagang kain sarung yang
masing-menempati pintu utara,tengah selatan,selatan. Tiga orang yang menjajakan
kain berkualitas sama dengan kualitas pelayanan yang sama pula,suatu saat
pembeli masuk melalui pintu ujung utara. Calon pembeli sarung itu langsung
menawar milik penjual A dengan tawaran X-3. Dengan harga tersebut ,A sebenarnya
sudah dapat untung,tetapi belum maksimal sebagaimana yang diharapkan.
Karena persediaan uangnya terbatas,pembeli tadi
pindah ke penjual B yang ada di pintu tengah.,dengan harga X-2. Namun,B belum
juga melepaskan daganganya. Sehingga pembeli akhirnya pindah ke pedagang C
menawar harga kain X-1.Pedagang C menerima tawaran harga tersebut karena sudah
memenuhi keuntungan yang diharapkan. Dengan demikian C dapat rezki dari Allah.
Seandainya perjalanan tawar-menawar harga kain itu prosesnya melalui pintu paling
selatan,dimungkinkan A yang memperoleh keuntungan tersebut.
Pertanyaannya adalah mengapa proses jual-beli itu
dimulai dari utara? Tentu saja jawaban yang paling tepat adalah Allah
SWT,sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa dan Pemberi Rizki.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sanya rizki
setiap manusia tidak akan pernah tertukar satu sama lain walapun berdekatan
sekalipun tempat usaha mereka karena semua rizki ,bala,jodoh,meninggal setiap
manusia,sudah diatur dalam ketentuan Allah SWT.
Tidak semata-mata itu semua telah diatur oleh Allah
SWT kita bisa enjoy,bermalas-malasan menunggu datang sendiri dan sesungguhnya
Allah menyuruh kita untuk berikhiar.
Sesuai
dengan firman nya dala surat Al-Rad ayat 11
إِنَّ
ٱللَّهَ
لَا
يُغَيِّرُ
مَا
بِقَوۡمٍ
حَتَّىٰ
يُغَيِّرُواْ
مَا
بِأَنفُسِہِمۡۗ وَإِذَآ
أَرَادَ
ٱللَّهُ
بِقَوۡمٍ۬
سُوٓءً۬ا
فَلَا
مَرَدَّ
لَهُ ۥۚ وَمَا
لَهُم
مِّن
دُونِهِۦ
مِن
وَالٍ
“Sesungguhnya
Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan [3]
yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan
terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak
ada pelindung bagi mereka selain Dia”.
Sudah
jelas bahwa sanya Allah menyuruh kita untuk berusaha/berikhtiar semaksimal
mungkin. Perlu diamati bahwa sanya kita setiap manusia lupa akan bersyukur
kepada nikmat kita yang yelah Allah berikan kepada kita,diantaranya nikmat
sehat,nikmat rizki dll.
Sesungguhnya
Allah mengaskan dalam surat….
Surat
Ibrahim ayat 7 :
وَإِذۡ
تَأَذَّنَ
رَبُّكُمۡ
لَٮِٕن
شَڪَرۡتُمۡ
لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ وَلَٮِٕن
ڪَفَرۡتُمۡ
إِنَّ
عَذَابِى
لَشَدِيدٌ۬
Artinya : “Dan [ingatlah juga], tatkala Tuhanmu mema’lumkan:
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah [ni’mat] kepadamu,
dan jika kamu mengingkari [ni’mat-Ku], maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
Allah-lah
satu-satunya pemberi rizki. Ia adalah “al-Razzaq”, yang Maha memberi rizki.
Allah menciptakan semua jenis rizki itu dan Allah pula yang memberikannya
kepada makhluk-makhluk-Nya.
لَيۡسَ
لَهَا
مِن
دُونِ
ٱللَّهِ
كَاشِفَةٌ
“Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang mempunyai
Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (Adz-Dzariyat: 58)
Sebagaimana
Allah adalah satu-satunya pencipta, Allah pulalah satu-satunya pemilik dan
pemberi rizki. Allah membagi-bagikan rizki itu kepada siapa saja yang
dikehendakinya.
أَهُمۡ
يَقۡسِمُونَ
رَحۡمَتَ
رَبِّكَۚ نَحۡنُ
قَسَمۡنَا
بَيۡنَہُم
مَّعِيشَتَہُمۡ
فِى
ٱلۡحَيَوٰةِ
ٱلدُّنۡيَاۚ وَرَفَعۡنَا
بَعۡضَہُمۡ
فَوۡقَ
بَعۡضٍ۬
دَرَجَـٰتٍ۬
لِّيَتَّخِذَ
بَعۡضُہُم
بَعۡضً۬ا
سُخۡرِيًّ۬اۗ وَرَحۡمَتُ
رَبِّكَ
خَيۡرٌ۬
مِّمَّا
يَجۡمَعُونَ
“Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam
kehidupan dunia…” (Az-Zukhruf: 32)
Allah
meluaskan dan menyempitkan rizki itu kepada siapa saja yang diinginkan-Nya,
tentu untuk hikmah tertentu dan sejalan dengan sifat adil-Nya. Perhatikan
beberapa firman Allah berikut ini:
إِنَّ
رَبَّكَ
يَبۡسُطُ
ٱلرِّزۡقَ
لِمَن
يَشَآءُ
وَيَقۡدِرُۚ إِنَّهُ ۥ كَانَ
بِعِبَادِهِۦ
خَبِيرَۢا
بَصِيرً۬ا
“Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki
dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan
hamba-hamba-Nya.” (Al-Isra: 30)
ٱللَّهُ
يَبۡسُطُ
ٱلرِّزۡقَ
لِمَن
يَشَآءُ
مِنۡ
عِبَادِهِۦ
وَيَقۡدِرُ
لَهُ ۥۤۚ إِنَّ
ٱللَّهَ
بِكُلِّ
شَىۡءٍ
عَلِيمٌ۬
“Allah melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara
hamba- hamba-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Ankabut: 62.
قُلۡ
إِنَّ
رَبِّى
يَبۡسُطُ
ٱلرِّزۡقَ
لِمَن
يَشَآءُ
وَيَقۡدِرُ
وَلَـٰكِنَّ
أَڪۡثَرَ
ٱلنَّاسِ
لَا
يَعۡلَمُونَ
“Katakanlah: “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa
yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang dikehendaki-Nya). akan
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Saba: 36)
Perlu
diingat, bahwa Allah tidak memberikan rizki duniawi itu kepada orang yang
berambisi saja, namun juga bagi orang yang tidak menginginkannya. Senyatanya,
betapa banyak orang yang berambisi mengejar rizki itu, hingga seluruh hidupnya
hanya ia pertaruhkan untuk mencarinya, namun Allah tidak memberikannya.
Hidupnya justru sengasara dalam kemiskinan. Celakanya, ia semakin sengsara
dengan ambisinya yang terus mendesak-desak.
Sebaliknya,
banyak orang yang mampu berlaku zuhud, pola hidupnya sederhana dan tidak begitu
berambisi mendapatkan kehidupan dunia, namun ia adalah seorang yang kaya raya.
Allah berikan harta kepadanya, untuk kemudian Allah semakin memuliakannya
dengan harta tersebut. Semua itu karena rizki adalah hak Allah.
مَّن
كَانَ
يُرِيدُ
ٱلۡعَاجِلَةَ
عَجَّلۡنَا
لَهُ ۥ فِيهَا
مَا
نَشَآءُ
لِمَن
نُّرِيدُ
ثُمَّ
جَعَلۡنَا
لَهُ ۥ جَهَنَّمَ
يَصۡلَٮٰهَا
مَذۡمُومً۬ا
مَّدۡحُورً۬ا
“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami
segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami
kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam
keadaan tercela dan terusir.” (Al-Isra: 18)
2.3.1 Rizki langit
Rizki itu ada di langit.
Dari atas lah Allah menurunkan rizki-Nya. Allah berfirman,
وَفِى ٱلسَّمَآءِ
رِزۡقُكُمۡ وَمَا تُوعَدُونَ
“Dan di langit terdapat rezkimu
dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu.” (Adz-Dzariyat: 22)
Syaikh as-Sa’di
–rahimahullah- mengatakan bahwa yang dimaksud “di langit” dalam ayat ini adalah
sumber-sumber rizki. Diantaranya air hujan dan ketentuan-ketentuan Allah. Rizki
langit ini mencakup rizki agama dan dunia.
Untuk itu manusia
seharusnya tidak terlalu khawatir, takut, sedih dan tamak. Karena rizki
sesungguhnya janji Allah dari langit. Siapa pun makhluk Allah itu, shaleh atau
durhaka, taat atau sesat, akan Allah berikan jatah rizkinya sesuai dengan
ketentuan-Nya.
Manusia harus yakin,
bahwa Allah telah menentukan dengan sangat adil dan bijaksana semua yang
manusia butuhkan di dunia ini, hingga batas waktu yang juga telah Allah
tentukan. Manusia tidak akan mati sebelum menghabiskan seluruh jatah rizkinya,
persis seperti yang pernah dituliskan pada saat ia berumur empat bulan dalam
kandungan ibunya.
Dari Abu Abdurrahman
Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasulullah –orang yang benar dan dibenarkan-
menceritakan kepada kami, “Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya
di dalam perut ibunya selama empatpuluh hari dalam bentuk nuthfah, kemudian
menjadi ‘alaqah selama empatpuluh hari juga, kemudian menjadi mudhghah selama
empat puluh hari juga. Kemudian seorang malaikat diutus kepadanya lalu ia
meniupkan ruh kepadanya dan diperintah untuk menuliskan empat perkara:
menuliskan rizki, ajal dan amalnya, serta ia menjadi orang yang bahagia atau
sengsara.” (Hadis riwayat Bukhari Muslim)
Tidak akan ada yang
terlewat. Semua makhluk akan mendapatkannya sesuai dengan apa yang telah
ditulis dalam lembar takdir yang terjaga. Manusia hanya dapat berusaha, tidak
dapat sedikit pun menentukan. Hanya bisa memohon, tidak bisa menjamin apa pun.
Untuk itu upayakanlah rizki tersebut dengan niat ikhlas dan tidak keluar dari
areal perbuatan mencari keridhoan Allah tabaraka wa ta’ala. Niscaya rizki dunia
itu kelak berbuah rizki yang mulia.
2.3.2 Beribadah kepada
“Ar-Razzaq”
Allah sebagai pemberi
rizki adalah kenyataan yang tidak dapat terbantahkan. Manusia akan mengakui
bahwa Allah adalah pemberi rizki, sebagaimana Allah adalah pencipta, pengurus,
raja dan penguasa semesta ini. Manusia beserta makhluk Allah yang lain hanya
tunduk pada aturan dan ketetapan-Nya yang azali.
Kenyataan ini kemudian
Allah jadikan sebagai salah satu hujjah atas manusia tentang keberhakan Allah
dalam hal ubudiah atau penyembahan. Jika Allah satu-satunya yang memberi rizki,
maka selayaknya kemudian manusia hanya menghambakan dirinya kepada Allah,
beribadah dengan mentauhidkan-Nya. Argumentasi dengan logika ini Allah nyatakan
berulang-ulang dalam Al-Quran. Diantaranya firman Allah SWT,
ٱلَّذِى جَعَلَ لَكُمُ
ٱلۡأَرۡضَ فِرَشً۬ا وَٱلسَّمَآءَ بِنَآءً۬ وَأَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءً۬
فَأَخۡرَجَ بِهِۦ مِنَ ٱلثَّمَرَٲتِ رِزۡقً۬ا لَّكُمۡۖ فَلَا تَجۡعَلُواْ لِلَّهِ
أَندَادً۬ا وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ
“Dialah yang menjadikan bumi
sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan)
dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai
rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah,
Padahal kamu mengetahui.” (Al-Baqarah: 22)
Selain Allah, tidak ada
yang mampu mendatangkan rizki kepada siapapun makhluk. Untuk itu penyembahan kepada
selain Allah (syirik) termasuk kezaliman yang paling besar. Karena sesembahan
yang manusia sembah selain Allah itu sama sekali tidak memiliki kekuasaan dan
tidak mampu memberi manfaat sedikit pun. Termasuk diantaranya memberi rizki.
Allah menjelaskan tentang perbuatan orang-orang musyrik dalam hal ini,
وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم
مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٲجً۬ا وَجَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَزۡوَٲجِڪُم بَنِينَ
وَحَفَدَةً۬ وَرَزَقَكُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَـٰتِۚ أَفَبِٱلۡبَـٰطِلِ يُؤۡمِنُونَ
وَبِنِعۡمَتِ ٱللَّهِ هُمۡ يَكۡفُرُونَ
“Dan mereka menyembah selain
Allah, sesuatu yang tidak dapat memberikan rezki kepada mereka sedikitpun dari
langit dan bumi, dan tidak berkuasa (sedikit jua pun).” (An-Nahl: 72)
إِنَّمَا تَعۡبُدُونَ مِن
دُونِ ٱللَّهِ أَوۡثَـٰنً۬ا وَتَخۡلُقُونَ إِفۡكًاۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ تَعۡبُدُونَ
مِن دُونِ ٱللَّهِ لَا يَمۡلِكُونَ لَكُمۡ رِزۡقً۬ا فَٱبۡتَغُواْ عِندَ ٱللَّهِ
ٱلرِّزۡقَ وَٱعۡبُدُوهُ وَٱشۡكُرُواْ لَهُ ۥۤۖ إِلَيۡهِ تُرۡجَعُونَ
“Sesungguhnya apa yang kamu
sembah selain Allah itu adalah berhala,$dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya
yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezki kepadamu; Maka
mintalah rezki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah
kepada-Nya. hanya kepada- Nyalah kamu akan dikembalikan.” (Al-‘Ankabut: 17)
Lalu atas dasar apa
orang-orang musyrik itu menyekutukan Allah? tidakkah mereka berfikir? Tidakkah
mereka berakal?
Allah sering menyinggung
kemampuan nalar dan berfikir manusia untuk membuktikan bahwa kesyirikan jelas
tidak sesuai dengan akal sehat. Kehujahan rizki dalam kekuasaan Allah semata
atas kewajiban tauhid tentu tidak mungkin bisa diingkari oleh siapapun yang mau
berfikir, menggunakan dan mengikuti akalnya, serta menjauhi ajakan hawa
nafsunya. Itulah orang-orang yang kembali kepada jalan Allah, orang-orang yang
mampu mengambil pelajaran.
“Dia-lah yang
memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu
rezki dari langit. dan Tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang
kembali (kepada Allah).” (Al-Mu’min: 13)
وَسَخَّرَ لَكُم مَّا فِى
ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَمَا فِى ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعً۬ا مِّنۡهُۚ إِنَّ فِى ذَٲلِكَ
لَأَيَـٰتٍ۬ لِّقَوۡمٍ۬ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan Dia telah menundukkan
untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat)
daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.” (Al-Jatsiah: 13)
Ini adalah konsep yang
pertama kali harus manusia fahami dalam konteks mengusahakan rizki. Rizki
sebagai pemberian Allah itu pertama kali harus manusia syukuri dengan
melaksanakan amal-amal ketauhidan, membentengi diri dari keyakinan-keyakinan
serta perbuatan-perbuatan yang dapat mencacati tauhid.
Dengan demikian, tauhid
adalah pangkal pertama kesyukuran manusia atas rizki Allah di dunia ini. Tidak
dikatakan bersyukur kepada Allah, jika tauhid belum betul-betul murni dan kuat
tertanam dalam hati seseorang. Semakin kuat pemahaman dan pengamalan tauhid
seseorang, semakin benarlah pandangan, orientasi dan caranya dalam mencari
rizki Allah di dunia ini.
D. SIFAT-SIFAT BAGI ALLAH SWT
.1. Sifat Yang Wajib Bagi Allah
SWT
1. Wujud : Artinya Ada
Yaitu tetap dan benar
yang wajib bagi zat Allah Ta’ala yang tiada disebabkan dengan sesuatu sebab.
Maka wujud ( Ada ) – disisi Imam Fakhru Razi dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi
bukan ia a’in maujud dan bukan lain daripada a’in maujud , maka atas qaul ini
adalah wujud itu Haliyyah ( yang menepati antara ada dengan tiada) . Tetapi
pada pendapat Imam Abu Hassan Al-Ashaari wujud itu ‘ain Al-maujud ,
karena wujud itu zat maujud karena tidak disebutkan wujud melainkan kepada zat.
Kepercayaan bahwa wujudnya Allah SWT. bukan saja di sisi agama Islam tetapi
semua kepercayaan di dalam dunia ini mengaku menyatakan Tuhan itu ada. Firman
Allah SWT. yang bermaksud :
وَلَٮِٕن سَأَلۡتَهُم
مَّنۡ خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضَ لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُۚ قُلِ ٱلۡحَمۡدُ
لِلَّهِۚ بَلۡ أَڪۡثَرُهُمۡ لَا يَعۡلَمُونَ
” Dan jika kamu tanya
orang-orang kafir itu siapa yang menjadikan langit dan bumi nescaya berkata
mereka itu Allah yang menjadikan……………” ( Surah Luqman : Ayat 25 )
2. Qidam : Artinya Sedia
Pada hakikatnya menafikan
ada permulaan wujud Allah SWT karena Allah SWT. menjadikan tiap-tiap suatu yang
ada, yang demikian tidak dapat tidak keadaannya lebih dahulu daripada tiap-tiap
sesuatu itu. Jika sekiranya Allah Ta’ala tidak lebih dahulu daripada tiap-tiap
sesuatu, maka hukumnya adalah mustahil dan batil. Maka apabila disebut Allah
SWT. bersifat Qidam maka jadilah ia qadim. Di dalam Ilmu Tauhid ada satu
perkataan yang sama maknanya dengan Qadim Yaitu Azali. Setengah ulama
menyatakan bahwa kedua-dua perkataan ini sama maknanya Yaitu sesuatu yang tiada
permulaan baginya. Maka qadim itu khas dan azali itu am. Dan bagi tiap-tiap
qadim itu azali tetapi tidak boleh sebaliknya, Yaitu tiap-tiap azali tidak
boleh disebut qadim. Adalah qadim dengan nisbah kepada nama terbahagi kepada
empat bagian :
·
Qadim Sifati ( Tiada permulaan sifat Allah Ta’ala )
·
Qadim Zati ( Tiada permulaan zat Allah Ta’ala )
·
Qadim Idhafi ( Terdahulu sesuatu atas sesuatu seperti terdahulu bapa nisbah
kepada
anak
)
·
Qadim Zamani ( Lalu masa atas sesuatu sekurang-kurangnya satu tahun )
Maka Qadim Haqiqi ( Qadim
Sifati dan Qadim Zati ) tidak harus dikatakan lain daripada Allah Ta’ala.
3. Baqa’ : Artinya Kekal
Sentiasa ada, kekal ada
dan tiada akhirnya Allah SWT . Pada hakikatnya ialah menafikan ada kesudahan
bagi wujud Allah Ta’ala. Adapun yang lain daripada Allah Ta’ala , ada yang
kekal dan tidak binasa Selama-lamanya tetapi bukan dinamakan kekal yang hakiki
( yang sebenar ) Bahkan kekal yang aradhi ( yang mendatang jua seperti Arasy,
Luh Mahfuz, Qalam, Kursi, Roh, Syurga, Neraka, jisim atau jasad para Nabi dan Rasul
). Perkara –perkara tersebut kekal secara mendatang tatkala ia bertakluq dengan
Sifat dan Qudrat dan Iradat Allah Ta’ala pada mengekalkannya. Segala jisim
semuanya binasa melainkan ‘ajbu Az-zanabi ( tulang kecil seperti biji sawi
letaknya di tungking manusia, itulah benih anak Adam ketika bangkit daripada
kubur kelak ). Jasad semua nabi-nabi dan jasad orang-orang syahid berjihad Fi
Sabilillah yang mana ianya adalah kekal aradhi jua. Disini nyatalah perkara
yang diiktibarkan permulaan dan kesudahan itu terbahagi kepada 3 bagian :
·
Tiada permulaan dan tiada kesudahan Yaitu zat dan sifat Alllah SWT.
·
Ada permulaan tetapi tiada kesudahan Yaitu seperti Arash, Luh Mahfuz , syurga
dan lain-lain lagi.
·
Ada permulaan dan ada kesudahan Yaitu segala makhluk yang lain daripada perkara
yang diatas tadi ( Kedua ).
4. Mukhalafatuhu Ta’ala
Lilhawadith. Artinya
: Bersalahan Allah Ta’ala dengan segala yang baharu.
Pada zat , sifat atau
perbuatannya sama ada yang baru , yang telahada atau yang belum ada. Pada
hakikat nya adalah menafikan Allah Ta’ala menyerupai dengan yang baharu pada
zatnya , sifatnya atau perbuatannya. Sesungguhnya zat Allah Ta’ala bukannya
berjirim dan bukan aradh Dan tiada sesekali zatnya berdarah , berdaging ,
bertulang dan juga bukan jenis leburan , tumbuh-tumbuhan , tiada berpihak
,tiada bertempat dan tiada dalam masa. Dan sesungguhnya sifat Allah Ta’ala itu
tiada bersamaan dengan sifat yang baharu karena sifat Allah Ta’ala itu qadim
lagi azali dan melengkapi ta’aluqnya. Sifat Sama’ ( Maha Mendengar ) bagi Allah
Ta’ala berta’aluq ia pada segala maujudat tetapi bagi mendengar pada makhluk
hanya pada suara saja. Sesungguhnya
di dalam Al-Quraan dan Al-Hadith yang menyebut muka dan tangan Allah SWT. ,
maka perkataan itu hendaklah kita iktiqadkan thabit ( tetap ) secara yang layak
dengan Allah Ta’ala Yang Maha Suci daripada berjisim dan Maha Suci Allah Ta’ala
bersifat dengan segala sifat yang baharu.
5. Qiyamuhu Ta’ala Binafsihi : Artinya : Berdiri
Allah Ta’ala dengan sendirinya .
Tidak berkehendak kepada
tempat berdiri ( pada zat ) dan tidak berkehendak kepada yang menjadikannya
Maka hakikatnya ibarat daripada menafikan Allah SWT. berkehendak kepada tempat
berdiri dan kepada yang menjadikannya. Allah SWT itu terkaya dan tidak berhajat
kepada sesuatu sama adapada perbuatannya atau hukumannya. Allah SWT menjadikan
tiap-tiap sesuatu dan mengadakan undang-undang semuanya untuk faedah dan
maslahah yang kembali kepada sekalian makhluk . Allah SWT menjadikan sesuatu (
segala makhluk ) adalah karena kelebihan dan belas kasihannya bukan berhajat
kepada faedah. Allah SWT. Maha Terkaya daripada mengambil apa-apa manafaat di
atas kataatan hamba-hambanya dan tidak sesekali menjadi mudharat kepada Allah
Ta’ala atas sebab kemaksiatan dan kemungkaran hamba-hambanya. Apa yang
diperintahkan atau ditegah pada hamba-hambanya adalah perkara yang kembali
faedah dan manafaatnya kepada hamba-hambaNya jua. Firman Allah SWT. yang
bermaksud :
مَّنۡ عَمِلَ صَـٰلِحً۬ا
فَلِنَفۡسِهِۦۖ وَمَنۡ أَسَآءَ فَعَلَيۡهَاۗ وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّـٰمٍ۬
لِّلۡعَبِيدِ
” Barangsiapa berbuat amal yang
soleh ( baik ) maka pahalanya itu pada dirinya jua dan barangsiapa berbuat
jahat maka balasannya (siksaannya ) itu tertanggung ke atas dirinya jua “. (
Surah Fussilat : Ayat 46 ).
Syeikh Suhaimi r.a.h
berkata adalah segala yang maujudat itu dengan nisbah berkehendak kepada tempat
dan kepada yang menjadikannya, terbahagi kepada empat bagian :
·
Terkaya daripada tempat berdiri dan daripada yang menjadikannya Yaitu zat Allah
SWT.
·
Berkehendak kepada tempat berdiri dan kepada yang menjadikannya Yaitu segala
aradh ( segala sifat yang baharu ).
· Terkaya
daripada zat tempat berdiri tetapi berkehendak kepada yang menjadikannya Yaitu
segala jirim. ( Segala zat yang baharu ) .
·
Terkaya daripada yang menjadikannya dan berdiri ia pada zat Yaitu sifat Allah
Ta’ala.
6. Wahdaniyyah. Artinya : Esa Allah
Ta’ala pada zat, pada sifat & pada perbuatan.
Maka hakikatnya ibarat
daripada menafikan berbilang pada zat, pada sifat dan pada perbuatan sama ada
bilangan yang muttasil (yang berhubung ) atau bilangan yang munfasil ( yang
bercerai ).
Makna Esa Allah SWT pada
zat itu Yaitu menafikan Kam Muttasil pada Zat ( menafikan bilangan yang
berhubung dengan zat ) seperti tiada zat Allah Ta’ala tersusun daripada darah ,
daging , tulang ,urat dan lain-lain. Dan menafikan Kam Munfasil pada zat (
menafikan bilangan yang bercerai pada zat Allah Ta’ala )seperti tiada zat yang
lain menyamai zat Allah Ta’ala.
Makna Esa Allah SWT pada
sifat Yaitu menafikan Kam muttasil pada Sifat ( menafikan bilangan yang
berhubung pada sifatnya ) Yaitu tidak sekali-kali bagi Allah Ta’ala pada
satu-satu jenis sifatnya dua qudrat dan menafikan Kam Munfasil pada sifat (
menafikan bilangan –bilangan yang bercerai pada sifat ) Yaitu tidak ada sifat
yang lain menyamai sebagaimana sifat Allah SWT. yang Maha Sempurna.
Makna Esa Allah SWT pada
perbuatan Yaitu menafikan Kam Muttasil pada perbuatan ( menafikan bilangan yang
bercerai–cerai pada perbuatan ) Yaitu tidak ada perbuatan yang lain menyamai
seperti perbuatan Allah bahkan segala apa yang berlaku di dalam alam semuanya
perbuatan Allah SWT sama ada perbuatan itu baik rupanya dan hakikatnya seperti
iman dan taat atau jahat rupanya tiada pada hakikat-nya seperti kufur dan
maksiat sama ada perbuatan dirinya atau perbuatan yang lainnya ,semuanya
perbuatan Allah SWT dan tidak sekali-kali hamba mempunyai perbuatan pada
hakikatnya hanya pada usaha dan ikhtiar yang tiada memberi bekas. Maka wajiblah
bagi Allah Ta’ala bersifat Wahdaniyyah dan ternafi bagi Kam yang lima itu Yaitu
:
1.
Kam Muttasil pada zat.
2.
Kam Munfasil pada zat.
3.
Kam Muttasil pada sifat.
4.
Kam Munfasil pada sifat.
5.
Kam Munfasil pada perbuatan.
Maka tiada zat yang lain
, sifat yang lain dan perbuatan yang lain menyamai dengan zat , sifat dan
perbuatan Allah SWT . Dan tertolak segala kepercayaan-kepercayaan yang membawa
kepada menyekutukan Allah Ta’ala dan perkara-perkara yang menjejaskan serta
merusakkan iman.
7. Al – Qudrah : Artinya :
Kuasa qudrah Allah SWT.
Memberi bekas pada
mengadakan meniadakan tiap-tiap sesuatu. Pada hakikatnya ialah satu sifat yang
qadim lagi azali yang thabit ( tetap ) berdiri pada zat Allah SWT. yang
mengadakan tiap-tiap yang ada dan meniadakan tiap-tiap yang tiada bersetuju
dengan iradah. Adalah bagi manusia itu usaha dan ikhtiar tidak boleh memberi
bekas pada mengadakan atau meniadakan , hanya usaha dan ikhtiar pada jalan
menjayakan sesuatu . Kepercayaan dan iktiqad manusia di dalam perkara ini
berbagai-bagaiFikiran dan fahaman seterusnya membawa berbagai-bagai kepercayaan
dan iktiqad.
a. Iktiqad Qadariah :
Perkataan qadariah Yaitu
nisbah kepada qudrat . Maksudnya orang yang beriktiqad akan segala perbuatan
yang dilakukan manusia itu sama ada baik atau jahat semuanya terbit atau
berpunca daripada usaha dan ikhtiar manusia itu sendiri dan sedikitpun tiada
bersangkut-paut dengan kuasa Allah SWT.
b. Iktiqad Jabariah
:
Perkataan Jabariah itu
nisbah kepada Jabar ( Tergagah ) dan maksudnya orang yang beriktiqad manusia
dan makhluk bergantung kepada qadak dan qadar Allah semata-mata ( tiada usaha
dan ikhtiar atau boleh memilih samasekali ).
c. Iktiqad Ahli Sunnah
Wal – Jamaah :
Perkataan Ahli Sunnah Wal
Jamaahialah orang yang mengikut perjalanan Nabi dan perjalanan orang-orang
Islam Yaitu beriktiqad bahwa hamba itu tidak digagahi semata-mata dan tidak
memberi bekas segala perbuatan yang disengajanya, tetapi ada perbuatan yang di
sengaja pada zahir itu yang dikatakan usaha dan ikhtiar yang tiada memberi
bekas sebenarnya sengaja hamba itu daripada Allah Ta;ala jua. Maka pada segala
makhluk ada usaha dan ikhtiar pada zahir dan tergagah pada batin dan ikhtiar
serta usaha hamba adalah tempat pergantungan taklif ( hukum ) ke atasnya dengan
suruhan dan tegahan ( ada pahala dan dosa ).
8. Iradah : Artinya :
Menghendaki Allah Ta’ala.
Maksudnya menentukan
segala mumkin ttg adanya atau tiadanya. Sebenarnya adalah sifat yang qadim lagi
azali thabit berdiri pada Zat Allah Ta’ala yang menentukan segala perkara yang
harus atau setengah yang harus atas mumkin . Maka Allah Ta’ala yang selayaknya
menghendaki tiap-tiap sesuatu apa yang diperbuatnya. Umat Islam beriktiqad akan
segala hal yang telah berlaku dan yang akan berlaku adalah dengan mendapat
ketentuan daripada Allah Ta’ala tentang rezeki , umur , baik , jahat , kaya ,
miskin dan sebagainya serta wajib pula beriktiqad manusia ada mempunyai nasib (
bagian ) di dalam dunia ini sebagaimana firman Allah SWT. yang bermaksud : ”
Janganlah kamu lupakan nasib ( bagian ) kamudi dalam dunia ” . (Surah Al –
Qasash : Ayat 77). Kesimpulannya ialah umat Islam mestilah bersungguh-sungguh
untuk kemajuan di dunia dan akhirat di mana menjunjung titah perintah Allah
Ta’aladan menjauhi akan segala larangan dan tegahannyadan bermohon dan berserah
kepada Allah SWT.
9. ‘Ilmu : Artinya :
Mengetahui Allah Ta’ala .
Maksudnya nyata dan
terang meliputi tiap-tiap sesuatu sama ada yangMaujud (ada) atau yang Ma’adum (
tiada ). Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada ( thabit ) qadim lagi azali
berdiri pada zat Allah Ta’ala. Allah Ta’ala Maha Mengetahui akan segala sesuatu
sama ada perkara. Itu tersembunyi atau rahasia dan juga yang terang dan nyata.
Maka ’ilmu Allah Ta’ala Maha Luas meliputi tiap-tiap sesuatu diAlam yang fana’
ini.
10. Hayat . Artinya : Hidup
Allah Ta’ala.
Hakikatnya ialah satu
sifat yang tetap qadim lagi azali berdiri pada zat Allah Ta’ala . Segala sifat
yang ada berdiri pada zat daripada sifat Idrak ( pendapat ) Yaitu : sifat
qudrat, iradat , Ilmu , Sama’ Bashar dan Kalam.
11. Sama’ : Artinya : Mendengar
Allah Ta’ala.
Hakikatnya ialah sifat
yang tetap ada yang qadim lagi azali berdiri pada Zat Allah Ta’ala. Yaitu
dengan terang dan nyata pada tiap-tiap yang maujud sama ada yang maujud itu
qadim seperti ia mendengar kalamnya atau yang ada itu harus sama ada atau telah
ada atau yang akan diadakan. Tiada terhijab (terdinding ) seperti dengan sebab
jauh , bising , bersuara , tidak bersuara dan sebagainya. Allah Ta’ala Maha
Mendengar akan segala yang terang dan yang tersembunyi. Sebagaimana firman
Allah Ta’ala yangbermaksud :
وَكَانَ ٱللَّهُ سَمِيعًا
عَلِيمًا…..
” ……..Dan ingatlah Allah
sentiasa Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui “.( Surah An-Nisa’a – Ayat 148 )
12. Bashar : Artinya : Melihat
Allah Ta’ala .
Hakikatnya ialah satu
sifat yang tetap ada yang qadim lagi azali berdiri pada zat Allah Ta’ala. Allah
Ta’ala wajib bersifat Maha Melihat sama ada yang dapat dilihat oleh manusia
atau tidak, jauh atau dekat , terang atau gelap , zahir atau tersembunyi dan
sebagainya. Firman Allah Ta’ala yang bermaksud :
أُوْلَـٰٓٮِٕكَ
جَزَآؤُهُم مَّغۡفِرَةٌ۬ مِّن رَّبِّهِمۡ وَجَنَّـٰتٌ۬ تَجۡرِى مِن تَحۡتِهَا
ٱلۡأَنۡہَـٰرُ خَـٰلِدِينَ فِيہَاۚ وَنِعۡمَ أَجۡرُ ٱلۡعَـٰمِلِينَ
” Dan Allah Maha Melihat
akan segala yang mereka kerjakan “. ( Surah Ali Imran – Ayat 163 )
13 .Kalam : Artinya :
Berkata-kata Allah Ta’ala.
Hakikatnya ialah satu
sifat yang tetap ada , yang qadim lagi azali , berdiri pada zat Allah Ta’ala.
Menunjukkan apa yang diketahui oleh ilmu daripada yang wajib, maka ia
menunjukkan atas yang wajib sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud :
إِنَّنِىٓ أَنَا ٱللَّهُ
لَآ إِلَـٰهَ إِلَّآ أَنَا۟ فَٱعۡبُدۡنِى وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ لِذِڪۡرِىٓ
” Aku Allah , tiada tuhan
melainkan Aku ………”. ( Surah Taha – Ayat 14 )
Dan daripada yang
mustahil sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud
لَّقَدۡ ڪَفَرَ ٱلَّذِينَ
قَالُوٓاْ إِنَّ ٱللَّهَ ثَالِثُ ثَلَـٰثَةٍ۬ۘ وَمَا مِنۡ إِلَـٰهٍ إِلَّآ
إِلَـٰهٌ۬ وَٲحِدٌ۬ۚ وَإِن لَّمۡ يَنتَهُواْ عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ
ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِنۡهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٌ
: Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang
mengatakan: “Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga”, padahal sekali-kali
tidak ada Tuhan [yang berhak disembah] selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak
berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara
mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. (Surah
Al-Mai’dah – Ayat 73).
Dan daripada yang harus
sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud :
وَٱللَّهُ خَلَقَكُمۡ
وَمَا تَعۡمَلُونَ
” Padahal Allah yang mencipta
kamu dan benda-benda yang kamu perbuat itu”. (Surah Ash. Shaffaat – Ayat 96).
Kalam Allah Ta’ala itu
satu sifat jua tiada berbilang. Tetapi ia berbagai-bagai jika dipandang dari
perkara yang dikatakan Yaitu :
1.
Menunjuk kepada ‘amar ( perintah ) seperti tuntutan mendirikan solat dan
lain-lain kefardhuan.
2.
Menunjuk kepada nahyu ( tegahan ) seperti tegahan mencuri dan lain-lain
larangan.
3.
Menunjuk kepada khabar ( berita ) seperti kisah-kisah Firaundan lain-lain.
4.
Menunjuk kepada wa’ad ( janji baik ) seperti orang yang taat dan beramal soleh
akan dapat balasan syurga dan lain-lain.
5.
Menunjuk kepada wa’ud ( janji balasan siksa ) seperti orang yang mendurhaka
kepada ibu & bapak akan dibalas dengan azab siksa yang amat berat.
14. Kaunuhu Qadiran : Artinya : Keadaan Allah
Ta’ala Yang Berkuasa Mengadakan Dan Mentiadakan.
Hakikatnya Yaitu sifat
yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum ,
Yaitu lain daripada sifat Qudrat.
15.Kaunuhu Muridan : Artinya : Keadaan
Allah Ta’ala Yang Menghendaki dan menentukan tiap-tiap sesuatu.
Hakikatnya Yaitu sifat
yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala , tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum ,
Yaitu lain daripada sifat Iradat.
16.Kaunuhu ‘Aliman : Artinya : Keadaan
Allah Ta’ala Yang Mengetahui akan Tiap-tiap sesuatu.
Hakikatnya Yaitu sifat
yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum ,
Yaitu lain daripada sifat ‚Ilmu.
17.Kaunuhu Hayyun : Artinya : Keadaan Allah
Ta’ala Yang Hidup.
Hakikatnya Yaitu sifat
yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum ,
Yaitu lain daripada sifat Hayat.
18.Kaunuhu Sami’an : Artinya : Keadaan
Allah Ta’ala Yang Mendengar akan tiap-tiap yang Maujud.
Hakikatnya Yaitu sifat
yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum,
Yaitu lain daripada sifat Sama’.
19.Kaunuhu Bashiran : Artinya : Keadaan Allah
Ta’ala Yang Melihat akan tiap-tiap yang Maujudat ( Benda yang ada ).
Hakikatnya Yaitu sifat
yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum ,
Yaitu lain daripada sifat Bashar.
20.Kaunuhu Mutakalliman : Artinya : Keadaan Allah
Ta’ala Yang Berkata-kata.
Hakikatnya Yaitu sifat
yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum ,
Yaitu lain daripada sifat Kalam.
2 Sifat Mustahil Bagi Allah SWT
Wajib atas tiap-tiap
mukallaf mengetahui sifat-sifat yang mustahil bagi Allah yang menjadi lawan
daripada dua puluh sifat yang wajib baginya. Maka dengan sebab itulah di
nyatakan di sini sifat-sifat yang mustahil satu-persatu .
1. ‘Adam artinya
“tiada”
2. Huduth artinya
“baharu”
3. Fana’ artinya
“binasa”
4. Mumathalatuhu
Lilhawadith artinya “menyerupai makhluk”
5. Qiyamuhu Bighayrih
artinya “berdiri dengan yang lain”
6. Ta’addud artinya
“berbilang-bilang”
7. ‘Ajz artinya
“lemah”
8. Karahah artinya
“terpaksa”
9. Jahl artinya
“jahil/bodoh”
10. Mawt artinya
“mati”
11. Samam artinya
“tuli”
12. ‘Umy artinya
“buta”
13. Bukm artinya
“bisu”
14. Kaunuhu ‘Ajizan
artinya “keadaannya yang lemah”
15. Kaunuhu Karihan
artinya “keadaannya yang terpaksa”
16. Kaunuhu Jahilan
artinya “keadaannya yang jahil/bodoh”
17. Kaunuhu
Mayyitan artinya “keadaannya yang mati”
18. Kaunuhu Asam artinya
“keadaannya yang tuli”
19. Kaunuhu A’ma
artinya “keadaannya yang buta”
20. Kaunuhu Abkam
artinya “keadaannya yang bisu”.