PENJELASAN ALLAH SEBAGAI SANG KHALIQ

Tags



A.            ALLAH SEBAGAI PENCIPTA,PENGATUR dan PEMELIHARA

Allah sebagai pencipta,pengatur dan pemelihara diterangkan dalam firman-Nya.Hal itu antara lain terdapat di dalam Surat Al-Baqarah : 29 yang menerangkan tentang penciptaan bumi seisinya yang diperuntukan bagi manusia,serta penyempurna langit menjadi tujuh langit.
Dalam surat Al-An’am : 101-102 diterangkan bahwa Allah adalah pencipta dan pemelihara yang tidak sama dengan sifat-sifat mahluk-Nya. Yang artinya : “Dia pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak pernah mempunyai istri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Mengetahui segala sesuatu.
Dalam surat Al-Hasyr (59) : 24 menerangkan bahwa Allah adalah pencipta. Yang artinya : “Dialah Allah yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang membentuk rupa, Yang mempunyai nama-nama Yang Paling Baik..”
            Uraian tersbut dapat disimpulkan bahwa Allah sebagai pencipta,pengatur  dan pemelihara adalah Yang Maha Sempurna tidak sama dengan mahluk-Nya. Allah adalah Dzat yang tidak berawal dan berakhir,tidak berputra dandiputrakan.Dia adalah tempat bergantung para mahluknya. Itulah Allah sebagai Khalik dan itulah Rabbul’alamin.

B.             Hak Khalik Untuk Disembah
Sebagai Rabbul’alamin seperti digambarkan di muka,maka Dia mempunyai hak untuk disembah oleh mahluk-Nya.Karena itu sangat beralasan jika Allah memerintahkan kepada mahluk-Nya untuk menyembah (beribadah) kepda-Nya,bahkan bagi mahluk-Nya yang beribadah hanya kepada-Nya merupakan jalan yang paling  lurus.
Di dalam surat Yasin : 60-62,Allah mengingatkan bahwa syaitan adalah musuh yang nyata bagi  manusia,dan karenanya,janganlah menyembah kepadanya. Menyembahlah hanya kepada Allah karena inilah jalan yang lurus. Yang artinya : “Bukanlah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan ? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu”. (60), “Dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus.” (61), “Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebagian besar di antaramu. Maka apakah kamu tidak memikirkan?”  (62).


Dari uraian di atas ada beberapa hal yang sangat penting dan perlu direnungkan lebih lanjut,yaitu pengertian mengenai ibadah dalam setiap perintahnya di dalam Al-Qur’an dan mengapa ibadah kepada Allah merupakan jalan yang lurus.
Dipandang dari berbagai aspek keilmuan ibadah mempunyai banyak arti. Pengertian ibadah secara etimologis berbeda dengan pengertian menurut para ahli ilmu tauhid,ahli ilmu akhlak,ahli bahasa,ahli tasawuf,dan seterusnya.
Secara etimologis (harafiah),ibadah berasal dari kata: ‘abada-ya’budu-ibadatan-wa’ubbudiyyatan yang dapat berarti beribadah,menyembah atau mengabdi..(Al-Munawir). Para ahli bahasa mengartikan ibadah sebagaimenurut,mengikut,tunduk,tha’at dan doa. Karena itu,menurut arti harfiah dan arti bahasa,ibadah yang artinya menyembah,menurut,mengikut,tunduk ataupun mentaati Allah sebagai Khalik (Rabb) itu tentu akan berjalan di jalan yang lurus,jalan yang benar.

C.             Allah Maha Kuasa dan Pemberi Rizki

Di akhir surat Al-Jum’ah (62),Allah SWT menegaskan bahwa Dialah Dzatyang sebaik-baik pemberi rizki.Artinya : “…. dan Allah Sebaik-baik Pemberi Rizki” 
Pernyataan ini akan diterima sebagai suatu kebenaran jika dilandasi dengan keimanan dan renungan yang mendalam pada kehidupan pedangang dipasar,yang dapat digambarkan sebagai berikut :
“Tersebutlah tiga orang pedagang kain sarung yang masing-menempati pintu utara,tengah selatan,selatan. Tiga orang yang menjajakan kain berkualitas sama dengan kualitas pelayanan yang sama pula,suatu saat pembeli masuk melalui pintu ujung utara. Calon pembeli sarung itu langsung menawar milik penjual A dengan tawaran X-3. Dengan harga tersebut ,A sebenarnya sudah dapat untung,tetapi belum maksimal sebagaimana yang diharapkan.
Karena persediaan uangnya terbatas,pembeli tadi pindah ke penjual B yang ada di pintu tengah.,dengan harga X-2. Namun,B belum juga melepaskan daganganya. Sehingga pembeli akhirnya pindah ke pedagang C menawar harga kain X-1.Pedagang C menerima tawaran harga tersebut karena sudah memenuhi keuntungan yang diharapkan. Dengan demikian C dapat rezki dari Allah. Seandainya perjalanan tawar-menawar harga kain itu prosesnya melalui pintu paling selatan,dimungkinkan A yang memperoleh keuntungan tersebut.
Pertanyaannya adalah mengapa proses jual-beli itu dimulai dari utara? Tentu saja jawaban yang paling tepat adalah Allah SWT,sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa dan Pemberi Rizki.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sanya rizki setiap manusia tidak akan pernah tertukar satu sama lain walapun berdekatan sekalipun tempat usaha mereka karena semua rizki ,bala,jodoh,meninggal setiap manusia,sudah diatur dalam ketentuan Allah SWT.
Tidak semata-mata itu semua telah diatur oleh Allah SWT kita bisa enjoy,bermalas-malasan menunggu datang sendiri dan sesungguhnya Allah menyuruh kita untuk berikhiar.
Sesuai dengan firman nya dala surat Al-Rad ayat 11

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِہِمۡۗ وَإِذَآ أَرَادَ ٱللَّهُ بِقَوۡمٍ۬ سُوٓءً۬ا فَلَا مَرَدَّ لَهُ ۥۚ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِۦ مِن وَالٍ

“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan [3] yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.

Sudah jelas bahwa sanya Allah menyuruh kita untuk berusaha/berikhtiar semaksimal mungkin. Perlu diamati bahwa sanya kita setiap manusia lupa akan bersyukur kepada nikmat kita yang yelah Allah berikan kepada kita,diantaranya nikmat sehat,nikmat rizki dll.
Sesungguhnya Allah mengaskan dalam surat….
Surat Ibrahim ayat 7 :
وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَٮِٕن شَڪَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ وَلَٮِٕن ڪَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ۬
Artinya : “Dan [ingatlah juga], tatkala Tuhanmu mema’lumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah [ni’mat] kepadamu, dan jika kamu mengingkari [ni’mat-Ku], maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
Allah-lah satu-satunya pemberi rizki. Ia adalah “al-Razzaq”, yang Maha memberi rizki. Allah menciptakan semua jenis rizki itu dan Allah pula yang memberikannya kepada makhluk-makhluk-Nya.
لَيۡسَ لَهَا مِن دُونِ ٱللَّهِ كَاشِفَةٌ
“Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (Adz-Dzariyat: 58)
Sebagaimana Allah adalah satu-satunya pencipta, Allah pulalah satu-satunya pemilik dan pemberi rizki. Allah membagi-bagikan rizki itu kepada siapa saja yang dikehendakinya.
أَهُمۡ يَقۡسِمُونَ رَحۡمَتَ رَبِّكَۚ نَحۡنُ قَسَمۡنَا بَيۡنَہُم مَّعِيشَتَہُمۡ فِى ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۚ وَرَفَعۡنَا بَعۡضَہُمۡ فَوۡقَ بَعۡضٍ۬ دَرَجَـٰتٍ۬ لِّيَتَّخِذَ بَعۡضُہُم بَعۡضً۬ا سُخۡرِيًّ۬اۗ وَرَحۡمَتُ رَبِّكَ خَيۡرٌ۬ مِّمَّا يَجۡمَعُونَ
“Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia…” (Az-Zukhruf: 32)
Allah meluaskan dan menyempitkan rizki itu kepada siapa saja yang diinginkan-Nya, tentu untuk hikmah tertentu dan sejalan dengan sifat adil-Nya. Perhatikan beberapa firman Allah berikut ini:
إِنَّ رَبَّكَ يَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن يَشَآءُ وَيَقۡدِرُۚ إِنَّهُ ۥ كَانَ بِعِبَادِهِۦ خَبِيرَۢا بَصِيرً۬ا
“Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (Al-Isra: 30)
ٱللَّهُ يَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن يَشَآءُ مِنۡ عِبَادِهِۦ وَيَقۡدِرُ لَهُ ۥۤۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمٌ۬
“Allah melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba- hamba-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Ankabut: 62.


قُلۡ إِنَّ رَبِّى يَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن يَشَآءُ وَيَقۡدِرُ وَلَـٰكِنَّ أَڪۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ
“Katakanlah: “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang dikehendaki-Nya). akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Saba: 36)
Perlu diingat, bahwa Allah tidak memberikan rizki duniawi itu kepada orang yang berambisi saja, namun juga bagi orang yang tidak menginginkannya. Senyatanya, betapa banyak orang yang berambisi mengejar rizki itu, hingga seluruh hidupnya hanya ia pertaruhkan untuk mencarinya, namun Allah tidak memberikannya. Hidupnya justru sengasara dalam kemiskinan. Celakanya, ia semakin sengsara dengan ambisinya yang terus mendesak-desak.
Sebaliknya, banyak orang yang mampu berlaku zuhud, pola hidupnya sederhana dan tidak begitu berambisi mendapatkan kehidupan dunia, namun ia adalah seorang yang kaya raya. Allah berikan harta kepadanya, untuk kemudian Allah semakin memuliakannya dengan harta tersebut. Semua itu karena rizki adalah hak Allah.
مَّن كَانَ يُرِيدُ ٱلۡعَاجِلَةَ عَجَّلۡنَا لَهُ ۥ فِيهَا مَا نَشَآءُ لِمَن نُّرِيدُ ثُمَّ جَعَلۡنَا لَهُ ۥ جَهَنَّمَ يَصۡلَٮٰهَا مَذۡمُومً۬ا مَّدۡحُورً۬ا
“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.” (Al-Isra: 18)




2.3.1 Rizki langit
Rizki itu ada di langit. Dari atas lah Allah menurunkan rizki-Nya. Allah berfirman,
وَفِى ٱلسَّمَآءِ رِزۡقُكُمۡ وَمَا تُوعَدُونَ
“Dan di langit terdapat rezkimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu.” (Adz-Dzariyat: 22)
Syaikh as-Sa’di –rahimahullah- mengatakan bahwa yang dimaksud “di langit” dalam ayat ini adalah sumber-sumber rizki. Diantaranya air hujan dan ketentuan-ketentuan Allah. Rizki langit ini mencakup rizki agama dan dunia.
Untuk itu manusia seharusnya tidak terlalu khawatir, takut, sedih dan tamak. Karena rizki sesungguhnya janji Allah dari langit. Siapa pun makhluk Allah itu, shaleh atau durhaka, taat atau sesat, akan Allah berikan jatah rizkinya sesuai dengan ketentuan-Nya.
Manusia harus yakin, bahwa Allah telah menentukan dengan sangat adil dan bijaksana semua yang manusia butuhkan di dunia ini, hingga batas waktu yang juga telah Allah tentukan. Manusia tidak akan mati sebelum menghabiskan seluruh jatah rizkinya, persis seperti yang pernah dituliskan pada saat ia berumur empat bulan dalam kandungan ibunya.
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasulullah –orang yang benar dan dibenarkan- menceritakan kepada kami, “Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya selama empatpuluh hari dalam bentuk nuthfah, kemudian menjadi ‘alaqah selama empatpuluh hari juga, kemudian menjadi mudhghah selama empat puluh hari juga. Kemudian seorang malaikat diutus kepadanya lalu ia meniupkan ruh kepadanya dan diperintah untuk menuliskan empat perkara: menuliskan rizki, ajal dan amalnya, serta ia menjadi orang yang bahagia atau sengsara.” (Hadis riwayat Bukhari Muslim)
Tidak akan ada yang terlewat. Semua makhluk akan mendapatkannya sesuai dengan apa yang telah ditulis dalam lembar takdir yang terjaga. Manusia hanya dapat berusaha, tidak dapat sedikit pun menentukan. Hanya bisa memohon, tidak bisa menjamin apa pun. Untuk itu upayakanlah rizki tersebut dengan niat ikhlas dan tidak keluar dari areal perbuatan mencari keridhoan Allah tabaraka wa ta’ala. Niscaya rizki dunia itu kelak berbuah rizki yang mulia.
2.3.2 Beribadah kepada “Ar-Razzaq”
Allah sebagai pemberi rizki adalah kenyataan yang tidak dapat terbantahkan. Manusia akan mengakui bahwa Allah adalah pemberi rizki, sebagaimana Allah adalah pencipta, pengurus, raja dan penguasa semesta ini. Manusia beserta makhluk Allah yang lain hanya tunduk pada aturan dan ketetapan-Nya yang azali.
Kenyataan ini kemudian Allah jadikan sebagai salah satu hujjah atas manusia tentang keberhakan Allah dalam hal ubudiah atau penyembahan. Jika Allah satu-satunya yang memberi rizki, maka selayaknya kemudian manusia hanya menghambakan dirinya kepada Allah, beribadah dengan mentauhidkan-Nya. Argumentasi dengan logika ini Allah nyatakan berulang-ulang dalam Al-Quran. Diantaranya firman Allah SWT,
ٱلَّذِى جَعَلَ لَكُمُ ٱلۡأَرۡضَ فِرَشً۬ا وَٱلسَّمَآءَ بِنَآءً۬ وَأَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءً۬ فَأَخۡرَجَ بِهِۦ مِنَ ٱلثَّمَرَٲتِ رِزۡقً۬ا لَّكُمۡ‌ۖ فَلَا تَجۡعَلُواْ لِلَّهِ أَندَادً۬ا وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ
“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, Padahal kamu mengetahui.” (Al-Baqarah: 22)
Selain Allah, tidak ada yang mampu mendatangkan rizki kepada siapapun makhluk. Untuk itu penyembahan kepada selain Allah (syirik) termasuk kezaliman yang paling besar. Karena sesembahan yang manusia sembah selain Allah itu sama sekali tidak memiliki kekuasaan dan tidak mampu memberi manfaat sedikit pun. Termasuk diantaranya memberi rizki. Allah menjelaskan tentang perbuatan orang-orang musyrik dalam hal ini,
وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٲجً۬ا وَجَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَزۡوَٲجِڪُم بَنِينَ وَحَفَدَةً۬ وَرَزَقَكُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَـٰتِ‌ۚ أَفَبِٱلۡبَـٰطِلِ يُؤۡمِنُونَ وَبِنِعۡمَتِ ٱللَّهِ هُمۡ يَكۡفُرُونَ
“Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberikan rezki kepada mereka sedikitpun dari langit dan bumi, dan tidak berkuasa (sedikit jua pun).” (An-Nahl: 72)
إِنَّمَا تَعۡبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَوۡثَـٰنً۬ا وَتَخۡلُقُونَ إِفۡكًا‌ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ تَعۡبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ لَا يَمۡلِكُونَ لَكُمۡ رِزۡقً۬ا فَٱبۡتَغُواْ عِندَ ٱللَّهِ ٱلرِّزۡقَ وَٱعۡبُدُوهُ وَٱشۡكُرُواْ لَهُ ۥۤ‌ۖ إِلَيۡهِ تُرۡجَعُونَ
“Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala,$dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezki kepadamu; Maka mintalah rezki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. hanya kepada- Nyalah kamu akan dikembalikan.” (Al-‘Ankabut: 17)
Lalu atas dasar apa orang-orang musyrik itu menyekutukan Allah? tidakkah mereka berfikir? Tidakkah mereka berakal?
Allah sering menyinggung kemampuan nalar dan berfikir manusia untuk membuktikan bahwa kesyirikan jelas tidak sesuai dengan akal sehat. Kehujahan rizki dalam kekuasaan Allah semata atas kewajiban tauhid tentu tidak mungkin bisa diingkari oleh siapapun yang mau berfikir, menggunakan dan mengikuti akalnya, serta menjauhi ajakan hawa nafsunya. Itulah orang-orang yang kembali kepada jalan Allah, orang-orang yang mampu mengambil pelajaran.
 “Dia-lah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rezki dari langit. dan Tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang kembali (kepada Allah).” (Al-Mu’min: 13)
وَسَخَّرَ لَكُم مَّا فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَمَا فِى ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعً۬ا مِّنۡهُ‌ۚ إِنَّ فِى ذَٲلِكَ لَأَيَـٰتٍ۬ لِّقَوۡمٍ۬ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.” (Al-Jatsiah: 13)
Ini adalah konsep yang pertama kali harus manusia fahami dalam konteks mengusahakan rizki. Rizki sebagai pemberian Allah itu pertama kali harus manusia syukuri dengan melaksanakan amal-amal ketauhidan, membentengi diri dari keyakinan-keyakinan serta perbuatan-perbuatan yang dapat mencacati tauhid.
Dengan demikian, tauhid adalah pangkal pertama kesyukuran manusia atas rizki Allah di dunia ini. Tidak dikatakan bersyukur kepada Allah, jika tauhid belum betul-betul murni dan kuat tertanam dalam hati seseorang. Semakin kuat pemahaman dan pengamalan tauhid seseorang, semakin benarlah pandangan, orientasi dan caranya dalam mencari rizki Allah di dunia ini.
D. SIFAT-SIFAT BAGI ALLAH SWT
.1. Sifat Yang Wajib Bagi Allah SWT
1. Wujud : Artinya Ada
Yaitu tetap dan benar yang wajib bagi zat Allah Ta’ala yang tiada disebabkan dengan sesuatu sebab. Maka wujud ( Ada ) – disisi Imam Fakhru Razi dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi bukan ia a’in maujud dan bukan lain daripada a’in maujud , maka atas qaul ini adalah wujud itu Haliyyah ( yang menepati antara ada dengan tiada) . Tetapi pada pendapat Imam Abu Hassan Al-Ashaari wujud itu  ‘ain Al-maujud , karena wujud itu zat maujud karena tidak disebutkan wujud melainkan kepada zat. Kepercayaan bahwa wujudnya Allah SWT. bukan saja di sisi agama Islam tetapi semua kepercayaan di dalam dunia ini mengaku menyatakan Tuhan itu ada. Firman Allah SWT. yang bermaksud :
وَلَٮِٕن سَأَلۡتَهُم مَّنۡ خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضَ لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُ‌ۚ قُلِ ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ‌ۚ بَلۡ أَڪۡثَرُهُمۡ لَا يَعۡلَمُونَ
” Dan jika kamu tanya orang-orang kafir itu siapa yang menjadikan langit dan bumi nescaya berkata mereka itu Allah yang menjadikan……………” ( Surah Luqman : Ayat 25 )
2. Qidam : Artinya Sedia
Pada hakikatnya menafikan ada permulaan wujud Allah SWT karena Allah SWT. menjadikan tiap-tiap suatu yang ada, yang demikian tidak dapat tidak keadaannya lebih dahulu daripada tiap-tiap sesuatu itu. Jika sekiranya Allah Ta’ala tidak lebih dahulu daripada tiap-tiap sesuatu, maka hukumnya adalah mustahil dan batil. Maka apabila disebut Allah SWT. bersifat Qidam maka jadilah ia qadim. Di dalam Ilmu Tauhid ada satu perkataan yang sama maknanya dengan Qadim Yaitu Azali. Setengah ulama menyatakan bahwa kedua-dua perkataan ini sama maknanya Yaitu sesuatu yang tiada permulaan baginya. Maka qadim itu khas dan azali itu am. Dan bagi tiap-tiap qadim itu azali tetapi tidak boleh sebaliknya, Yaitu tiap-tiap azali tidak boleh disebut qadim. Adalah qadim dengan nisbah kepada nama terbahagi kepada empat bagian :
·        Qadim Sifati ( Tiada permulaan sifat Allah Ta’ala )
·        Qadim Zati ( Tiada permulaan zat Allah Ta’ala )
·        Qadim Idhafi ( Terdahulu sesuatu atas sesuatu seperti terdahulu bapa nisbah  kepada                             anak )
·        Qadim Zamani ( Lalu masa atas sesuatu sekurang-kurangnya satu tahun )
Maka Qadim Haqiqi ( Qadim Sifati dan Qadim Zati ) tidak harus dikatakan lain daripada Allah Ta’ala.
3. Baqa’ : Artinya Kekal
Sentiasa ada, kekal ada dan tiada akhirnya Allah SWT . Pada hakikatnya ialah menafikan ada kesudahan bagi wujud Allah Ta’ala. Adapun yang lain daripada Allah Ta’ala , ada yang kekal dan tidak binasa Selama-lamanya tetapi bukan dinamakan kekal yang hakiki ( yang sebenar ) Bahkan kekal yang aradhi ( yang mendatang jua seperti Arasy, Luh Mahfuz, Qalam, Kursi, Roh, Syurga, Neraka, jisim atau jasad para Nabi dan Rasul ). Perkara –perkara tersebut kekal secara mendatang tatkala ia bertakluq dengan Sifat dan Qudrat dan Iradat Allah Ta’ala pada mengekalkannya. Segala jisim semuanya binasa melainkan ‘ajbu Az-zanabi ( tulang kecil seperti biji sawi letaknya di tungking manusia, itulah benih anak Adam ketika bangkit daripada kubur kelak ). Jasad semua nabi-nabi dan jasad orang-orang syahid berjihad Fi Sabilillah yang mana ianya adalah kekal aradhi jua. Disini nyatalah perkara yang diiktibarkan permulaan dan kesudahan itu terbahagi kepada 3 bagian :
·        Tiada permulaan dan tiada kesudahan Yaitu zat dan sifat Alllah SWT.
·        Ada permulaan tetapi tiada kesudahan Yaitu seperti Arash, Luh Mahfuz , syurga dan lain-lain lagi.
·        Ada permulaan dan ada kesudahan Yaitu segala makhluk yang lain daripada perkara yang diatas tadi ( Kedua ).
4. Mukhalafatuhu Ta’ala Lilhawadith. Artinya : Bersalahan Allah Ta’ala dengan segala yang baharu.
Pada zat , sifat atau perbuatannya sama ada yang baru , yang telahada atau yang belum ada. Pada hakikat nya adalah menafikan Allah Ta’ala menyerupai dengan yang baharu pada zatnya , sifatnya atau perbuatannya. Sesungguhnya zat Allah Ta’ala bukannya berjirim dan bukan aradh Dan tiada sesekali zatnya berdarah , berdaging , bertulang dan juga bukan jenis leburan , tumbuh-tumbuhan , tiada berpihak ,tiada bertempat dan tiada dalam masa. Dan sesungguhnya sifat Allah Ta’ala itu tiada bersamaan dengan sifat yang baharu karena sifat Allah Ta’ala itu qadim lagi azali dan melengkapi ta’aluqnya. Sifat Sama’ ( Maha Mendengar ) bagi Allah Ta’ala berta’aluq ia pada segala maujudat tetapi bagi mendengar pada makhluk hanya pada suara saja.        Sesungguhnya di dalam Al-Quraan dan Al-Hadith yang menyebut muka dan tangan Allah SWT. , maka perkataan itu hendaklah kita iktiqadkan thabit ( tetap ) secara yang layak dengan Allah Ta’ala Yang Maha Suci daripada berjisim dan Maha Suci Allah Ta’ala bersifat dengan segala sifat yang baharu.
5. Qiyamuhu Ta’ala Binafsihi : Artinya : Berdiri Allah Ta’ala dengan sendirinya .
Tidak berkehendak kepada tempat berdiri ( pada zat ) dan tidak berkehendak kepada yang menjadikannya Maka hakikatnya ibarat daripada menafikan Allah SWT. berkehendak kepada tempat berdiri dan kepada yang menjadikannya. Allah SWT itu terkaya dan tidak berhajat kepada sesuatu sama adapada perbuatannya atau hukumannya. Allah SWT menjadikan tiap-tiap sesuatu dan mengadakan undang-undang semuanya untuk faedah dan maslahah yang kembali kepada sekalian makhluk . Allah SWT menjadikan sesuatu ( segala makhluk ) adalah karena kelebihan dan belas kasihannya bukan berhajat kepada faedah. Allah SWT. Maha Terkaya daripada mengambil apa-apa manafaat di atas kataatan hamba-hambanya dan tidak sesekali menjadi mudharat kepada Allah Ta’ala atas sebab kemaksiatan dan kemungkaran hamba-hambanya. Apa yang diperintahkan atau ditegah pada hamba-hambanya adalah perkara yang kembali faedah dan manafaatnya kepada hamba-hambaNya jua. Firman Allah SWT. yang bermaksud :
مَّنۡ عَمِلَ صَـٰلِحً۬ا فَلِنَفۡسِهِۦ‌ۖ وَمَنۡ أَسَآءَ فَعَلَيۡهَا‌ۗ وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّـٰمٍ۬ لِّلۡعَبِيدِ
” Barangsiapa berbuat amal yang soleh ( baik ) maka pahalanya itu pada dirinya jua dan barangsiapa berbuat jahat maka balasannya (siksaannya ) itu tertanggung ke atas dirinya jua “. ( Surah Fussilat : Ayat 46 ).
Syeikh Suhaimi r.a.h berkata adalah segala yang maujudat itu dengan nisbah berkehendak kepada tempat dan kepada yang menjadikannya, terbahagi kepada empat bagian :
·        Terkaya daripada tempat berdiri dan daripada yang menjadikannya Yaitu zat Allah SWT.
·        Berkehendak kepada tempat berdiri dan kepada yang menjadikannya Yaitu segala aradh ( segala sifat yang baharu ).
·        Terkaya daripada zat tempat berdiri tetapi berkehendak kepada yang menjadikannya Yaitu segala jirim. ( Segala zat yang baharu ) .
·        Terkaya daripada yang menjadikannya dan berdiri ia pada zat Yaitu sifat Allah Ta’ala.
6. Wahdaniyyah. Artinya : Esa Allah Ta’ala pada zat, pada sifat & pada perbuatan.
Maka hakikatnya ibarat daripada menafikan berbilang pada zat, pada sifat dan pada perbuatan sama ada bilangan yang muttasil (yang berhubung ) atau bilangan yang munfasil ( yang bercerai ).
Makna Esa Allah SWT pada zat itu Yaitu menafikan Kam Muttasil pada Zat ( menafikan bilangan yang berhubung dengan zat ) seperti tiada zat Allah Ta’ala tersusun daripada darah , daging , tulang ,urat dan lain-lain. Dan menafikan Kam Munfasil pada zat ( menafikan bilangan yang bercerai pada zat Allah Ta’ala )seperti tiada zat yang lain menyamai zat Allah Ta’ala.
Makna Esa Allah SWT pada sifat Yaitu menafikan Kam muttasil pada Sifat ( menafikan bilangan yang berhubung pada sifatnya ) Yaitu tidak sekali-kali bagi Allah Ta’ala pada satu-satu jenis sifatnya dua qudrat dan menafikan Kam Munfasil pada sifat ( menafikan bilangan –bilangan yang bercerai pada sifat ) Yaitu tidak ada sifat yang lain menyamai sebagaimana sifat Allah SWT. yang Maha Sempurna.
Makna Esa Allah SWT pada perbuatan Yaitu menafikan Kam Muttasil pada perbuatan ( menafikan bilangan yang bercerai–cerai pada perbuatan ) Yaitu tidak ada perbuatan yang lain menyamai seperti perbuatan Allah bahkan segala apa yang berlaku di dalam alam semuanya perbuatan Allah SWT sama ada perbuatan itu baik rupanya dan hakikatnya seperti iman dan taat atau jahat rupanya tiada pada hakikat-nya seperti kufur dan maksiat sama ada perbuatan dirinya atau perbuatan yang lainnya ,semuanya perbuatan Allah SWT dan tidak sekali-kali hamba mempunyai perbuatan pada hakikatnya hanya pada usaha dan ikhtiar yang tiada memberi bekas. Maka wajiblah bagi Allah Ta’ala bersifat Wahdaniyyah dan ternafi bagi Kam yang lima itu Yaitu :
1.            Kam Muttasil pada zat.
2.            Kam Munfasil pada zat.
3.            Kam Muttasil pada sifat.
4.            Kam Munfasil pada sifat.
5.            Kam Munfasil pada perbuatan.
Maka tiada zat yang lain , sifat yang lain dan perbuatan yang lain menyamai dengan zat , sifat dan perbuatan Allah SWT . Dan tertolak segala kepercayaan-kepercayaan yang membawa kepada menyekutukan Allah Ta’ala dan perkara-perkara yang menjejaskan serta merusakkan iman.
7. Al – Qudrah : Artinya : Kuasa qudrah Allah SWT.
Memberi bekas pada mengadakan meniadakan tiap-tiap sesuatu. Pada hakikatnya ialah satu sifat yang qadim lagi azali yang thabit ( tetap ) berdiri pada zat Allah SWT. yang mengadakan tiap-tiap yang ada dan meniadakan tiap-tiap yang tiada bersetuju dengan iradah. Adalah bagi manusia itu usaha dan ikhtiar tidak boleh memberi bekas pada mengadakan atau meniadakan , hanya usaha dan ikhtiar pada jalan menjayakan sesuatu . Kepercayaan dan iktiqad manusia di dalam perkara ini berbagai-bagaiFikiran dan fahaman seterusnya membawa berbagai-bagai kepercayaan dan iktiqad.
a. Iktiqad Qadariah :
Perkataan qadariah Yaitu nisbah kepada qudrat . Maksudnya orang yang beriktiqad akan segala perbuatan yang dilakukan manusia itu sama ada baik atau jahat semuanya terbit atau berpunca daripada usaha dan ikhtiar manusia itu sendiri dan sedikitpun tiada bersangkut-paut dengan kuasa Allah SWT.

b.  Iktiqad Jabariah :
Perkataan Jabariah itu nisbah kepada Jabar ( Tergagah ) dan maksudnya orang yang beriktiqad manusia dan makhluk bergantung kepada qadak dan qadar Allah semata-mata ( tiada usaha dan ikhtiar atau boleh memilih samasekali ).
c. Iktiqad Ahli Sunnah Wal – Jamaah :
Perkataan Ahli Sunnah Wal Jamaahialah orang yang mengikut perjalanan Nabi dan perjalanan orang-orang Islam Yaitu beriktiqad bahwa hamba itu tidak digagahi semata-mata dan tidak memberi bekas segala perbuatan yang disengajanya, tetapi ada perbuatan yang di sengaja pada zahir itu yang dikatakan usaha dan ikhtiar yang tiada memberi bekas sebenarnya sengaja hamba itu daripada Allah Ta;ala jua. Maka pada segala makhluk ada usaha dan ikhtiar pada zahir dan tergagah pada batin dan ikhtiar serta usaha hamba adalah tempat pergantungan taklif ( hukum ) ke atasnya dengan suruhan dan tegahan ( ada pahala dan dosa ).
8. Iradah : Artinya : Menghendaki Allah Ta’ala.
Maksudnya menentukan segala mumkin ttg adanya atau tiadanya. Sebenarnya adalah sifat yang qadim lagi azali thabit berdiri pada Zat Allah Ta’ala yang menentukan segala perkara yang harus atau setengah yang harus atas mumkin . Maka Allah Ta’ala yang selayaknya menghendaki tiap-tiap sesuatu apa yang diperbuatnya. Umat Islam beriktiqad akan segala hal yang telah berlaku dan yang akan berlaku adalah dengan mendapat ketentuan daripada Allah Ta’ala tentang rezeki , umur , baik , jahat , kaya , miskin dan sebagainya serta wajib pula beriktiqad manusia ada mempunyai nasib ( bagian ) di dalam dunia ini sebagaimana firman Allah SWT. yang bermaksud : ” Janganlah kamu lupakan nasib ( bagian ) kamudi dalam dunia ” . (Surah Al – Qasash : Ayat 77). Kesimpulannya ialah umat Islam mestilah bersungguh-sungguh untuk kemajuan di dunia dan akhirat di mana menjunjung titah perintah Allah Ta’aladan menjauhi akan segala larangan dan tegahannyadan bermohon dan berserah kepada Allah SWT.
9. ‘Ilmu :  Artinya : Mengetahui Allah Ta’ala .
Maksudnya nyata dan terang meliputi tiap-tiap sesuatu sama ada yangMaujud (ada) atau yang Ma’adum ( tiada ). Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada ( thabit ) qadim lagi azali berdiri pada zat Allah Ta’ala. Allah Ta’ala Maha Mengetahui akan segala sesuatu sama ada perkara. Itu tersembunyi atau rahasia dan juga yang terang dan nyata. Maka ’ilmu Allah Ta’ala Maha Luas meliputi tiap-tiap sesuatu diAlam yang fana’ ini.
10. Hayat . Artinya : Hidup Allah Ta’ala.
Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap qadim lagi azali berdiri pada zat Allah Ta’ala . Segala sifat yang ada berdiri pada zat daripada sifat Idrak ( pendapat ) Yaitu : sifat qudrat, iradat , Ilmu , Sama’ Bashar dan Kalam.
11. Sama’ : Artinya : Mendengar Allah Ta’ala.
Hakikatnya ialah sifat yang tetap ada yang qadim lagi azali berdiri pada Zat Allah Ta’ala. Yaitu dengan terang dan nyata pada tiap-tiap yang maujud sama ada yang maujud itu qadim seperti ia mendengar kalamnya atau yang ada itu harus sama ada atau telah ada atau yang akan diadakan. Tiada terhijab (terdinding ) seperti dengan sebab jauh , bising , bersuara , tidak bersuara dan sebagainya. Allah Ta’ala Maha Mendengar akan segala yang terang dan yang tersembunyi. Sebagaimana firman Allah Ta’ala yangbermaksud :
وَكَانَ ٱللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا…..
” ……..Dan ingatlah Allah sentiasa Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui “.( Surah An-Nisa’a – Ayat 148 )
12. Bashar : Artinya : Melihat Allah Ta’ala .

Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada yang qadim lagi azali berdiri pada zat Allah Ta’ala. Allah Ta’ala wajib bersifat Maha Melihat sama ada yang dapat dilihat oleh manusia atau tidak, jauh atau dekat , terang atau gelap , zahir atau tersembunyi dan sebagainya. Firman Allah Ta’ala yang bermaksud :
أُوْلَـٰٓٮِٕكَ جَزَآؤُهُم مَّغۡفِرَةٌ۬ مِّن رَّبِّهِمۡ وَجَنَّـٰتٌ۬ تَجۡرِى مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡہَـٰرُ خَـٰلِدِينَ فِيہَا‌ۚ وَنِعۡمَ أَجۡرُ ٱلۡعَـٰمِلِينَ
 ” Dan Allah Maha Melihat akan segala yang mereka kerjakan “. ( Surah Ali Imran – Ayat 163 )
13 .Kalam : Artinya : Berkata-kata Allah Ta’ala.
Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada , yang qadim lagi azali , berdiri pada zat Allah Ta’ala. Menunjukkan apa yang diketahui oleh ilmu daripada yang wajib, maka ia menunjukkan atas yang wajib sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud :
إِنَّنِىٓ أَنَا ٱللَّهُ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّآ أَنَا۟ فَٱعۡبُدۡنِى وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ لِذِڪۡرِىٓ
 Aku Allah , tiada tuhan melainkan Aku ………”. ( Surah Taha – Ayat 14 )
Dan daripada yang mustahil sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud
لَّقَدۡ ڪَفَرَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓاْ إِنَّ ٱللَّهَ ثَالِثُ ثَلَـٰثَةٍ۬‌ۘ وَمَا مِنۡ إِلَـٰهٍ إِلَّآ إِلَـٰهٌ۬ وَٲحِدٌ۬‌ۚ وَإِن لَّمۡ يَنتَهُواْ عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِنۡهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٌ
: Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan [yang berhak disembah] selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. (Surah Al-Mai’dah – Ayat 73).



Dan daripada yang harus sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud :
وَٱللَّهُ خَلَقَكُمۡ وَمَا تَعۡمَلُونَ
” Padahal Allah yang mencipta kamu dan benda-benda yang kamu perbuat itu”. (Surah Ash. Shaffaat – Ayat 96).

Kalam Allah Ta’ala itu satu sifat jua tiada berbilang. Tetapi ia berbagai-bagai jika dipandang dari perkara yang dikatakan Yaitu :
1.      Menunjuk kepada ‘amar ( perintah ) seperti tuntutan mendirikan solat dan lain-lain kefardhuan.
2.      Menunjuk kepada nahyu ( tegahan ) seperti tegahan mencuri dan lain-lain larangan.
3.      Menunjuk kepada khabar ( berita ) seperti kisah-kisah Firaundan lain-lain.
4.      Menunjuk kepada wa’ad ( janji baik ) seperti orang yang taat dan beramal soleh akan dapat balasan syurga dan lain-lain.
5.      Menunjuk kepada wa’ud ( janji balasan siksa ) seperti orang yang mendurhaka kepada ibu & bapak akan dibalas dengan azab siksa yang amat berat.
14. Kaunuhu Qadiran : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Berkuasa Mengadakan Dan Mentiadakan.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Qudrat.
15.Kaunuhu Muridan : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Menghendaki dan menentukan tiap-tiap sesuatu.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala , tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Iradat.
16.Kaunuhu ‘Aliman : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Mengetahui akan Tiap-tiap sesuatu.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat ‚Ilmu.
17.Kaunuhu Hayyun : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Hidup.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Hayat.
18.Kaunuhu Sami’an : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Mendengar akan tiap-tiap yang Maujud.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum, Yaitu lain daripada sifat Sama’.
19.Kaunuhu Bashiran : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Melihat akan tiap-tiap yang Maujudat ( Benda yang ada ).
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Bashar.
20.Kaunuhu Mutakalliman : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Berkata-kata.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Kalam.









2 Sifat Mustahil Bagi Allah SWT


Wajib atas tiap-tiap mukallaf mengetahui sifat-sifat yang mustahil bagi Allah yang menjadi lawan daripada dua puluh sifat yang wajib baginya. Maka dengan sebab itulah di nyatakan di sini sifat-sifat yang mustahil satu-persatu .
1.  ‘Adam artinya “tiada”
2.  Huduth artinya “baharu”
3.  Fana’ artinya “binasa”
4.  Mumathalatuhu Lilhawadith artinya “menyerupai makhluk”
5.  Qiyamuhu Bighayrih artinya “berdiri dengan yang lain”
6.  Ta’addud artinya “berbilang-bilang”
7.  ‘Ajz artinya “lemah”
8.  Karahah artinya “terpaksa”
9.  Jahl artinya “jahil/bodoh”
10.  Mawt artinya “mati”
11.  Samam artinya “tuli”
12.  ‘Umy artinya “buta”
13.  Bukm artinya “bisu”
14.  Kaunuhu ‘Ajizan artinya “keadaannya yang lemah”
15.  Kaunuhu Karihan artinya “keadaannya yang terpaksa”
16.  Kaunuhu Jahilan artinya “keadaannya yang jahil/bodoh”
17.  Kaunuhu Mayyitan artinya “keadaannya yang mati”
18.  Kaunuhu Asam artinya “keadaannya yang tuli”
19.  Kaunuhu A’ma artinya “keadaannya yang buta”
20. Kaunuhu Abkam artinya “keadaannya yang bisu”.


Artikel Terkait