Ekonomi kelas X kurikulum 2013
A. KONSEP PDB, PDRB, PNB, PN
1. Produk Domestik Bruto
(PDB)/Gross Domestic Product (GDP)
Sebelum kita
dapat menghitung pendapatan nasional terlebih dahulu kita harus tahu apa yang
dimaksud dengan Produk Domestik Bruto
(PDB)/Gross Domestic Product (GDP) , karena PDB merupakan salah satu
instrumen penting untuk dapat menghitung pendapatan nasional. PDB merupakan
nilai dari akhir keseluruhan barang/jasa yang dihasilkan oleh semua unit
ekonomi dalam suatu negara, termasuk
barang dan jasa yang dihasilkan warga negara lain yang tinggal di negara
tersebut. Penghitungan nilai PDB dapat dilakukan atas dua macam dasar harga
yaitu :
a.
PDB atas
dasar harga berlaku, merupakan PDB yang dihitung dengan dasar harga yang
berlaku pada tahun tersebut. PDB atas dasar harga berlaku berfungsi untuk
melihat dinamika/perkembangan struktur ekonomi yang riil pada tahun tersebut.
b.
PDB atas
dasar harga konstan, merupakan PDB yang dihitung dengan dasar harga yang
berlaku pada tahun tertentu. PDB atas dasar harga konstan berfungsi untuk
melihat pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Contohnya jika kita ingin
mengetahui berapa persen kenaikan PDB dari tahun 1998, 1999 dan tahun 2000,
karena nilai/harga suatu produk tiap tahun berubah-ubah maka kita harus
mengubah nilai PDB tahun 1998 dan 1999 dengan dasar harga tahun 2000 sehingga
akan terlihat dengan jelas besaran kenaikan dari tiap tahunnya.
2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Pembangunan suatu daerah dapat
berhasil dengan baik apabila didukung oleh suatu perencanaan yang mantap
sebagai dasar penentuan strategi, pengambilan keputusan dan evaluasi
hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai. Dalam menyusun perencanaan
pembangunan yang baik perlu menggunakan data-data statistik yang memuat
informasi tentang kondisi riil suatu daerah pada saat tertentu sehingga
kebijakan dan strategi yang telah atau akan diambil dapat dimonitor dan
dievaluasi hasil-hasilnya. Salah satu indikator ekonomi makro yang biasanya
digunakan untuk mengevaluasi hasil-hasil pembangunan di suatu daerah dalam
lingkup kabupaten dan kota adalah Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB
kabupaten/kota menurut lapangan usaha (Industrial
Origin) . Penghitungan PDRB diperoleh melalui tiga pendekatan : a.
Pendekatan Produksi
Dalam pendekatan ini PDRB adalah
jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi
di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Unit produksi dalam
penyajiannya dikelompokkan dalam 9
sektor atau lapangan usaha yaitu : 1) Pertanian.
2)
Pertambangan dan Penggalian.
3)
Industri Pengolahan.
4)
Listrik, Gas, dan Air Bersih.
5)
Bangunan.
6)
Perdagangan, Hotel, dan Restoran.
7)
Pengangkutan dan Komunikasi.
8)
Jasa Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan.
9) Jasa-jasa.
b.
Pendekatan
Pendapatan
Menurut pendekatan pendapatan,
PDRB adalah penjumlahan semua komponen permintaan terakhir, yaitu:
a.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga
swasta yang tidak mencari untung.
b.
Konsumsi pemerintah.
c.
Pembentukan modal tetap domestik bruto.
d.
Perubahan stok.
e.
Ekspor neto, dalam jangka waktu tertentu
(biasanya satu tahun). Ekspor neto adalah ekspor dikurangi impor.
c.
Pendekatan
Pengeluaran
Menurut pendekatan pengeluaran,
PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang ikut
serta dalam proses produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu
(biasanya satu tahun).
Balas jasa faktor produksi yang
dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan. Semua
hitungan tersebut sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung
lainnya.
Dalam pengertian PDRB kecuali faktor pendapatan, termasuk
pula komponen penyusutan dan pajak tidak langsung neto.
Jumlah semua komponen pendapatan
ini menurut sektor disebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. Produk domestik
bruto merupakan jumlah dari nilai tambah bruto seluruh sektor (lapangan usaha).
Dari 3 pendekatan tersebut secara konsep jumlah pengeluaran
tadi harus sama dengan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan dan harus
sama pula dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksinya. Selanjutnya
produk domestik regional bruto yang telah diuraikan di atas disebut sebagai
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Pasar, karena mencakup komponen
pajak tidak langsung neto.
3. Produk Nasional Bruto (PNB)/Gross
National Product (GNP)
Produk Nasional Bruto (PNB)/Gross National Product (GNP) adalah jumlah barang dan jasa yang
dihasilkan oleh faktor-faktor produksi milik warga negara baik yang tinggal di
dalam negeri maupun di luar negeri, tetapi tidak termasuk warga negara asing
yang tinggal di negara tersebut, atau dengan kata lain PNB/GNP adalah jumlah
Produk Domestik Bruto ditambah dengan pendapatan neto dari luar negeri (penghasilan neto) adalah penghasilan
dari warga negara yang bekerja di luar negeri dikurangi penghasilan warga
negara lain yang bekerja di dalam negeri). Hal ini dapat dirumuskan sebagai
berikut.
PNB = PDB + Pendapatan Neto
dari luar negeri ( Net Factor Income from Abrood )
di mana,
PNB = Produk Nasional Bruto/Gross National Product (GNP)
PDB = Produk Domestic Bruto/Gross Domestic Product (GDP)
Pendapatan Neto = Pendapatan dari
warga negara yang tinggal di luar negeri dikurangi pendapatan warga negara
asing yang bekerja di dalam negeri Contoh
:
Hardi warga negara Indonesia,
bekerja di Indonesia dengan pendapatan Rp2.000.000,00 Paul warga negara asing
tinggal dan bekerja di Indonesia, pendapatan Rp3.000.000,00 Ali warga negara
Indonesia tinggal dan bekerja di luar negeri dengan pendapatan Rp1.000.000,00
Maka PDB (GDP) = pendapatan Hardi + pendapatan Paul
= Rp2.000.000,00 +
Rp3.000.000,00 = Rp5.000.000, 00
Penghasilan Neto = pendapatan Ali − pendapatan Paul
=
Rp1.000.000,00 −
Rp3.000.000,00 = -Rp2.000.000,00
dengan menerapkan rumus di atas
dapat kita ketahui PNB adalah:
PNB (GNP) = PDB + Penghasilan
Neto
=
Rp5.000.000,00 + (-
Rp2.000.000,00)
= Rp3.000.000, 00
4.
Produk
Nasional Neto (PNN)/Net National Product (NNP)
Sering disebut pula Net National Product atas dasar harga pasar yaitu GNP dikurangi
depresiasi/penyusutan atas barang modal dalam proses produksi selama satu
tahun. Persamaan matematiknya: NNP = GNP - Depresiasi
Contoh:
Pada tahun 2003 GNP Indonesia
atas dasar harga berlaku 2.007.191,1 milliar rupiah dan depresiasi/penyusutan
sebesar 104.337,9 milliar maka: NNP =
2.007.191,1 −
104.337,9
= 1.902.853,2
milliar
5.
Pendapatan
Nasional Neto/Net National Income (NNI)
Juga sering disebut Net
National Product (NNP) atas dasar biaya faktor produksi atau Pendapatan
Nasional Neto atau Net National Income
(NNI) adalah NNP dikurangi pajak tidak langsung yang dipungut pemerintah, atau
jika kita menghitung dari GNP dapat kita rumuskan:
NNI = GNP - Depresiasi - Pajak tidak
langsung
Contoh:
Pada tahun 2003 GNP Indonesia
atas dasar harga berlaku 2.007.191,1 milliar rupiah, sedangkan
depresiasi/penyusutan sebesar 104.337,9 milliar dan pajak tidak langsung
dikurangi subsidi sebesar 85.272,2 milliar maka:
NNI = 2.007.191,1 − 104.337,9 − 85.272,2
= 1.817.519 milliar
6.
Pendapatan
Perseorangan/Personal Income (PI)
Personal Income adalah pendapatan yang diterima oleh setiap lapisan
masyarakat dalam satu tahun. Pendapatan nasional tidak semuanya diterima oleh
pemilik faktor produksi karena ada sebagian pendapatan yang tidak dibagikan
antara lain: laba yang ditahan, pajak perseorangan, iuran jaminan sosial dan transfer payment/bantuan sosial
( misalnya untuk masyarakat
miskin, penyandang cacat, veteran, dan lain-lain )
Rumusan untuk menghitung PI adalah:
PI
= NNI - (Laba ditahan + pajak perseorangan + iuran jaminan sosial + transfer
payment)
7.
Pendapatan
Disposibel/Disposible Income (DI)
Disposible Income adalah Personal Income setelah dikurangi pajak
langsung ( misalnya pajak bumi dan bangunan, pajak kendaraan bermotor dan
sebagainya ). Disposible income merupakan pendapatan yang siap digunakan, baik
untuk keperluan konsumsi maupun ditabung.
Rumusan untuk
menghitung DI adalah: DI = PI - Pajak
Langsung
Tabungan (saving) yang disimpan
di lembaga keuangan resmi (Bank) akan dapat menambah pendapatan nasional
karena, saving ini akan dimanfaatkan untuk investasi, lewat investasi inilah
pendapatan nasional dapat meningkat.
Jika penjelasan tentang pendapatan nasional kita buat
urutan akan terlihat seperti di bawah ini.
GDP>GNP>NNP>NNI>PI>DI
Perbandingan mengenai indikator pendapatan nasional akan
lebih jelas bila kita menerapkan dalam angka:
1.
|
GDP
|
Rp. 100.000,00
|
|
|
|
|
Pendapatan Neto dari LN
|
Rp.
10.000,00 -
|
2.
|
GNP
|
Rp.
90.000,00
|
|
Depresiasi/Penyusutan
|
Rp.
5.000,00 _
|
3.
|
NNP
|
Rp.
85.000,00
|
|
Pajak tidak langsung
|
Rp.
3.000,00 _
|
4.
|
NNI
•
Laba ditahan Rp. 7.500
•
PPh Persh. Rp.
2.500
|
Rp.
82.000,00
|
|
• Iuran Sosial Rp.
1.000 +
|
Rp.
11.000,00 _
|
5.
|
PI
|
Rp.
71.000,00
|
|
Pajak Langsung
|
Rp. 5.000,00 _
|
6.
|
DI
|
Rp.
66.000,00
|
|
Konsumsi
|
Rp.
47.000,00 _
|
|
Tabungan (saving)
|
Rp.
19.000,00
|
|
|
|
B. MENJELASKAN MANFAAT PERHITUNGAN PENDAPATAN
NASIONAL
1. Manfaat Perhitungan Pendapatan Nasional
Setelah kalian mempelajari pendapatan nasional, mulai pengertian, cara perhitungan, komponen dan konsepnya, manfaat apa yang dapat diperoleh? Sekarang akan dikemukakan manfaat yang dapat diperoleh dari mempelajari pendapatan nasional. Adapun manfaat tersebut sebagai berikut:
a. Dapat mengetahui/menelaah struktur ekonomi suatu negara.
b. Dapat membandingkan perekonomian suatu negara, masyarakat bahkan keluarga dari suatu waktu ke waktu lainnya.
c. Dapat membandingkan perekonomian antardaerah.
d. Dapat menghitung atau memperkirakan pendapatan pribadi atau keluarga dalam satu periode tertentu.
Kamu telah mempelajari pendapatan nasional, mulai dari pengertian, cara perhitungan, komponen, konsep, tujuan dan manfaatnya, apakah kamu betul-betul telah memahaminya?
2. Tujuan Perhitungan Pendapatan Nasional
Tujuan mempelajari perhitungan pendapatan nasional, sebagai berikut.
a. Untuk melihat kemajuan masyarakat dan negara di bidang perekonomian serta melihat pemerataan pembangunan guna mencapai keadilan dan kemakmuran.
b. Untuk memperoleh taksiran akurat tentang nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu masyarakat dalam satu tahun.
c. Untuk mengkaji dan mengendalikan faktor-faktor yang memengaruhi tingkat perekonomian suatu negara.
d. Untuk membantu membuat rencana dan melaksanakan program pembangunan berjangka guna mencapai tujuan pembangunan nasional.
Kita tahu bahwa negara Indonesia adalah negara yang luas, subur dan kaya akan sumber daya alam (SDA) dan juga sumber daya manusia (SDM), tetapi apakah hal itu menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai pendapatan yang besar dan termasuk negara yang kaya? Sebaliknya Jepang, negara kecil yang miskin SDA maupun SDM-nya berarti mempunyai pendapatan yang kecil? Jawabannya tentu saja tidak, karena pendapatan nasional sangat berguna untuk mengetahui kemajuan/kondisi ekonomi dalam suatu negara dalam periode waktu tertentu. Dalam konsep pendapatan nasional terdapat beberapa konsep/pengertian yang akan kita bahas satu persatu di antaranya:
Pendapatan Nasional (National Income) dapat ditinjau dari tiga pendekatan, yaitu Pendekatan/Metode Produksi, Pendekatan/Metode Pengeluaran, dan Pendekatan/ Metode Pendapatan.
a. Pendekatan/Metode Produksi
Berdasarkan pendekatan/metode produksi, pendapatan nasional adalah barang dan jasa yang diproduksi di suatu negara dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Dengan metode ini, pendapatan nasional dihitung dengan menjumlahkan setiap nilai tambah dari setiap proses produksi di dalam masyarakat (warga negara asing dan penduduk) dari berbagai lapangan usaha (sektor) dalam suatu negara untuk kurun waktu 1 (satu) periode (biasanya satu tahun ).
Ada 11 (sebelas) lapangan usaha yang memengaruhi pendapatan nasional dilihat dari pendekatan produksi, yaitu:
1) pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan;
2) pertambangan dan penggalian;
3) industri pengolahan;
4) listrik, gas dan air minum;
5) bangunan;
6) perdagangan, hotel dan restoran;
7) pengangkutan dan komunikasi;
8) bank dan lembaga keuangan lainnya;
9) sewa rumah;
10) pemerintahan dan pertahanan; dan 11) jasa-jasa.
Maksud dari metode produksi ini, jumlah seluruh hasil produksi (output) suatu negara dalam satu tahun dikalikan harga satuan masing-masing. Sehingga bila dituliskan dalam rumus akan nampak sebagai berikut:
PDB/Y = {(Q1 . P1) + (Q2 . P2) + ... + (Qn . Pn)}
Keterangan:
Y = Pendapatan Nasional (PDB )
Q1 = Jumlah barang ke -1
P1 = Harga barang ke -1
Q2 = Jumlah barang ke -2 P2 = Harga barang ke -2
Qn = Jumlah barang ke-n
Pn = Harga barang ke-n
Hasil perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan/ metode produksi ini dinamakan Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP). Untuk tingkat provinsi di Indonesia disebut Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB ).
Misalnya:
- Nilai tambah sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan
perikanan (1 th) ....................................................................... RpXX
- Nilai tambah sektor pertambangan dan penggalian (1 th) ....... RpXX - Nilai tambah sektor industri pengolahan (1 th) ....................... RpXX
- Nilai tambah sektor lain (1 th) ................................................ RpXX----------
Pendapatan Nasional/Produk Domestik Bruto RpXX
b. Pendekatan/Metode Pengeluaran
Berdasarkan pendekatan pengeluaran, pendapatan nasional adalah jumlah pengeluaran secara nasional untuk membeli barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu periode, biasanya satu tahun. Jadi, berdasarkan metode pengeluaran, pendapatan nasional adalah penjumlahan seluruh pengeluaran yang dilakukan seluruh rumah tangga pelaku ekonomi (Rumah Tangga Konsumen, Rumah Tangga Produsen, Rumah Tangga Pemerintah dan Rumah Tangga Masyarakat Luar Negeri) di dalam suatu negara selama periode tertentu biasanya setahun. Hasil perhitungannya dinamakan Produk Nasional Bruto (PNB) atau Gross National Product (GNP). Pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud adalah:
No.
|
Rumah Tangga
|
Pengeluaran untuk
|
Lambang
|
1.
|
Konsumen
|
Konsumsi (Consumption)
|
C
|
2.
|
Produsen
|
Investasi (Investment)
|
I
|
3.
|
Pemerintah
|
Pengeluaran Pemerintah
( Government Expenditure )
|
G
|
4.
|
Masyarakat Luar
|
Ekspor - Impor (Export-
Import) (X - M)
|
(X - M)
|
Dari tabel di atas, bila digambarkan dalam sebuah rumus, maka akan nampak sebagai berikut:.
PNB/Y = C + I + G + (X - M)
Bila PNB (GNP) dibagi dengan jumlah penduduk akan menghasilkan pendapatan per kapita.
c. Pendekatan/Metode Pendapatan
Menurut pendekatan pendapatan, pendapatan nasional adalah seluruh pendapatan yang diterima oleh pemilik faktor produksi yang disumbangkan kepada Rumah Tangga Produsen selama satu tahun. Pendapatan nasional berdasarkan pendekatan atau metode pendapatan merupakan hasil penjumlahan dari sewa, upah, bunga modal dan laba yang diterima masyarakat pemilik faktor produksi selama satu tahun. Untuk lebih jelasnya, perhatikan tabel berikut:
No.
|
Pemilik Faktor Produksi
|
Penerimaan
|
Lambang
|
1.
|
Alam
|
Sewa (rent)
|
r
|
2.
|
Tenaga Kerja
|
Upah/Gaji (wage)
|
w
|
3.
|
Modal
|
Bunga (interest)
|
i
|
4.
|
Skill
|
Laba (profit)
|
p
|
Hasil perhitungan pendapatan nasional dengan menggunakan pendekatan atau metode pendapatan ini dinamakan pendapatan nasional (PN) atau National Income ( NI). Dengan demikian bila digambarkan dalam rumus, maka akan nampak sebagai
C. MEMBANDINGKAN PDB DAN PENDAPATAN PER KAPITA INDONESIA DENGAN NEGARA LAIN
Meskipun pendapatan per kapita secara internasional bukan satu-satunya tolok ukur akan tetapi merupakan indikator penting untuk mengetahui sejauh mana tingkat kemakmuran suatu negara. Berikut disajikan pendapatan per kapita Indonesia dibanding dengan negara lain.
Tabel 5.1
Perbandingan beberapa Indikator Ekonomi Dasar
Indonesia dan beberapa negara lain
Negara
|
Per Capita Income
(1993, US$)
|
Pertumbuhan PpK per tahun (1980 1993, dalam %)
|
Indonesia
|
740
|
4 , 2
|
Filipina
|
850
|
-0 , 6
|
Thailand
|
2.110
|
6 , 4
|
Malaysia
|
3.140
|
3 , 5
|
Singapura
|
19.850
|
6 , 1
|
India
|
300
|
3 , 0
|
RRC
|
490
|
8 , 2
|
Amerika Serikat
|
24.740
|
1 , 7
|
Jepang
|
31.490
|
3 , 4
|
Sumber : World Development Report, 1995
Selain pendapatan per kapita untuk mengetahui kondisi/kemajuan ekonomi suatu negara dalam periode waktu tertentu kita harus dapat mengetahui berapa besar pendapatan nasional, yang mana salah satu indikatornya dapat dilihat pada laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)/Gross Domestic Product (GDP). Dengan membandingkan PDB dari tahun ke tahun dengan harga konstan kita akan tahu berapa persen kenaikan PDB per tahun. Tabel di bawah ini menunjukkan Laju PDB Indonesia dengan negara lain.
Tabel 5.2 Laju Pertumbuhan PDB Beberapa negara Asia
Tahun 1997 s.d. 2001
Negara
|
1997
|
1998
|
1999
|
2000
|
2001
|
Indonesia
Malaysia
Filipina
Singapura
Thailand
Pakistan
Korea Selatan
Jepang
India
Hongkong
Srilangka
RRC
Bangladesh
Myanmar
Vietnam
|
4,7
7,3
0,2
8,5
1,4
1,9
5,0
1,8
4,8
5,0
6,3
8,8
5,4
5,7
8,2
|
-13,1
7,4
0,6
0,0
1,8
2,0
6,7
1,0
6,5
-5,3
4,7
7,8
5,2
5,8
4,4
|
0,8
6,1
3,4
6,9
4,4
4,2
10,9
0,7
6,1
3,0
4,3
7,1
4,9
10,9
4,7
|
4,9
8,3
4,0
10,3
4,6
3,9
9,3
2,2
4,0
10,5
6,0
8,0
5,9
6,2
6,1
|
3 , 3
0 , 4
3 , 4
2 , 0
1 , 8
2 , 6
3 , 0
0 , 4
5 , 4
0 , 4
1 , 3
7 , 3
5 , 2
-
5 , 8
|
Sumber: Asian Development Bank (ADB)
Berdasarkan tabel di atas pada tahun 1997 laju pertumbuhan PDB Indonesia meskipun tidak terlalu tinggi menunjukkan pertumbuhan yang positif sebesar 4,7 %. Angka tersebut lebih tinggi dibanding Pakistan, Thailand dan Jepang. Akan tetapi coba kita lihat pada tahun 1998 laju pertumbuhan PDB Indonesia turun drastis mencapai -13,1 %. Sebenarnya tidak hanya Indonesia yang mengalami penurunan tersebut, tetapi secara umum semua negara mengalami penurunan hanya persentasenya kecil. Ada beberapa istilah dalam menganalisa kenaikan PDB antara lain:
a. Pertumbuhan nyata, keadaan di mana pertumbuhan ekonomi menyebabkan kenaikan PDB.
b. Stagnasi, keadaan di mana pertumbuhan PDB tidak mengalami kenaikan.
c. Resesi, keadaan di mana pertumbuhan PDB mengalami penurunan yang tidak terlalu besar.
d. Depresi, keadaan di mana pertumbuhan PDB mengalami penurunan yang signifikan.
Melihat dan kemudian membandingkan tingkat pendapatan nasional maupun pendapatan per kapita dalam angka-angka bukan merupakan gambaran nyata dari kesejahteraan masyarakat di suatu negara, karena masih ada hal-hal atau tolok ukur lain yang harus diperhatikan misalnya angka harapan hidup, rasio jumlah dokter dengan jumlah penduduk, indeks mutu kehidupan secara fisik dan tolok ukur sosial lainnya.
1. Indeks Harga Konsumen (IHK)
Dalam menganalisis tingkat/laju inflasi digunakan persentase, lalu apakah yang dijadikan acuan untuk mengukur persentase perubahan harga, bacalah baik-baik berita di harian Kompas tanggal 7 November 2005 di bawah ini.
Inflasi Landa Semua Kota
Tertinggi 12,87 Persen di Bandar Lampung
JAKARTA, KOMPAS - Seluruh 45 kota yang menjadi tempat penghitungan indeks harga konsumen bulan Oktober mencatat inflasi sangat signifikan. Tingkat inflasi tertinggi terjadi di Bandar Lampung mencapai 12,87 persen, terendah 3,84 persen di Palu. Adapun tingkat inflasi nasional Oktober 2006 sebesar 8,7 persen.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang disampaikan pada bulan 1 November 2005 lalu terlihat bahwa 14 kota di Sumatera, 14 kota di Jawa, dan 17 kota di luar Sumatera dan Jawa yang menjadi lokasi penghitungan indeks harga konsumen (IHK) mengalami inflasi yang sangat signifikan. Jadi praktis seluruh 45 kota yang merupakan lokasi penghitungan IHK mencatat inflasi signifikan.
Di Sumatera, inflasi signifikan tertinggi terjadi di Bandar Lampung, Provinsi Lampung, yakni sebesar 12,87 persen. Inflasi terendah terjadi di Pangkal Pinang, yakni sebesar 7,23 persen. Namun, dari data inflasi di 14 kota di Sumatera ini, terlihat sebagian besar mencatat angka inflasi cukup tinggi, yakni di atas level 10 persen.
Selain Bandar Lampung yang tertinggi, Banda Aceh mencatat inflasi 12,45 persen, Pematang Siantar (10,61 persen), Medan (11,89 persen), Padang (10,74 persen), Jambi (10,47 persen), Palembang (12,11 persen), dan Bengkulu (12,50 persen). Sementara beberapa kota mencatat inflasi di atas rata-rata inflasi nasional 8,7 persen, yakni Padang Sidempuan (9,07 persen), Sibolga (9,21 persen), dan Pekan Baru (8,73 persen).
Di Jawa inflasi tertinggi terjadi di Kediri, yakni 11,90 persen dan terendah di Yogyakarta, yakni 6,53 persen. Namun, rata-rata inflasi di 14 kota di Pulau Jawa ini berada di bawah level 10 persen, bahkan sebagian besar berada di bawah rata-rata inflasi nasional bulan Oktober 8,7 persen.
Ibu kota Jakarta, misalnya, mencatat inflasi hanya 7,93 persen, Bandung (8,22 persen), Semarang (8,35 persen), Surakarta atau Solo (8,08 persen), dan Surabaya (7,71 persen). Inflasi di atas rata-rata nasional hanya terlihat di Tasikmalaya (9,44 persen) dan Cirebon (9,30 persen).
Sementara di luar Sumatera dan Jawa, inflasi signifikan tertinggi terjadi di Kendari, Sulawesi Tenggara, yakni 11,90 persen dan inflasi terendah di Palu, Sulawesi Tengah, yakni sekitar 3,84 persen. Tidak banyak dari 17 kota yang ada ini mencatat inflasi di atas rata-rata 8,7 persen. Hanya Mataram (10,80 persen), Makassar (9,44 persen), Gorontalo (10,16 persen), Ambon (8,95 persen), dan Ternate (9,32 persen).
Tak terhindarkan
Inflasi signifikan di semua kota ini tak terhindarkan karena penyumbang utama inflasi tinggi ini adalah biaya transportasi. Dan ini erat berkaitan dengan kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) yang cukup signifikan pada 1 Oktober lalu.
Kepala BPS Choiril Maksum mengemukakan, kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan pada Oktober 2005 mencatat inflasi 28,57 persen. Terjadi kenaikan indeks dari 127,91 pada September 2005 menjadi 164,45 pada Oktober 2005 . Secara keseluruhan, ujar Choiril, kelompok ini pada Oktober 2005 memberikan kontribusi pada inflasi sebesar 4 ,17 persen.
Berkaitan langsung dengan kenaikan harga BBM, maka harga bensin melambung tajam dan menyumbang inflasi 1 ,88 persen, solar (0,11 persen), angkutan dalam kota (1, 81 persen), angkutan antarkota (0,19 persen), tarif taksi (0,03 persen), dan masing-masing 0,01 persen untuk tarif angkutan udara, bahan pelumas, mobil, tarif sewa motor, tarif travel dan lain-lain. ( oin/ppg )
Dari berita tersebut bahwa untuk menghitung tingkat inflasi Badan Pusat Statistik ( BPS) menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK). Jadi jelas bahwa untuk mengetahui tingkat inflasi digunakan Indeks Harga Konsumen yang sekaligus merupakan indikator inflasi di Indonesia. Adapun rumus untuk menghitung IHK adalah:
IHK=Pn/Po x 100
Di mana,
Pn = Harga sekarang Po = Harga pada tahun dasar
Contoh:
Harga untuk jenis barang tertentu pada tahun 2005 Rp10.000,00 per unit, sedangkan harga pada tahun dasar Rp8.000,00 per unit maka indeks harga pada tahun 2005 dapat dihitung sebagai berikut.
IHK = Rp. 10.000,00 x 100
Rp. 8.000,00
= 125
Ini berarti pada tahun 2005 telah terjadi kenaikan IHK sebesar 25% dari harga dasar yaitu 125-100 (sebagai tahun dasar). Sedangkan untuk menghitung tingkat inflasi digunakan rumus sebagai berikut.
IHK = IHKn-IHKo/IHKo x 100
Dimana,
IHKn = Indeks Harga Konsumen periode ini
IHKo = Indeks Harga Konsumen periode lalu
Contoh:
Pada guntingan berita di atas Kepala BPS Choiril Maksum mengemukakan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan pada bulan Oktober 2005 mencatat inflasi 28 ,57. Terjadi kenaikan indeks dari 127,91 pada September 2005 menjadi 164,45% pada bulan Oktober 2005. Dikatakan pada berita tersebut terjadi inflasi sebesar 28,57% dari bulan September 2005 sampai Oktober 2005. Bagaimana kita menghitung angka 28 ,57%?
Inflasi = 164,45 - 127,91 x 100%
= 28,57 %
Jadi jelas bahwa angka 28,57 % tersebut dihitung dengan rumus di atas.
Ingat : Inflasi selalu dinyatakan dengan % tetapi indeks tidak dinyatakan dengan %.
2. Pengertian Inflasi
Inflasi merupakan salah satu penyakit ekonomi di setiap negara. Semua negara baik negara maju maupun berkembang pasti mengalami apa yang disebut inflasi, hanya besarannya saja yang berbeda. Tingkat inflasi yang dialami negara maju seperti Amerika dan Jepang misalnya mengalami inflasi yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Pengertian inflasi sering didefinisikan dengan kalimat yang berbeda-beda. Meskipun pernyataan dalam definisi itu berbeda tetapi semuanya mempunyai maksud yang sama, yaitu membicarakan mengenai barang-barang kebutuhan masyarakat yang harganya naik secara terus-menerus.
Jadi, yang dimaksud dengan inflasi adalah suatu peristiwa dalam perekonomian di mana ada kecenderungan harga-harga dari semua barang naik secara terus-menerus atau berulang-ulang.
Yang dimaksud dengan harga (price) adalah harga-harga dari semua kebutuhan masyarakat, secara terus-menerus artinya kenaikan harga barang-barang tersebut bukan hanya satu kali saja tetapi naik secara berulang-ulang. Kenaikan dalam harga barang dan jasa, yang lazimnya terjadi jika pembelanjaan bertambah dibanding pertambahan penawaran atau persediaan barang dan jasa di pasar. Dengan demikian, jelaslah bahwa penekanan istilah inflasi hanya dipakai terhadap kenaikan tingkat harga yang berlangsung secara terus-menerus atau berkepanjangan.
Kenaikan harga yang berlangsung sekaligus seperti lazimnya kenaikan harga beberapa barang pokok pada saat akan lebaran tidak dapat dikatakan inflasi karena tidak mempunyai pengaruh lebih lanjut. Kejadian semacam ini diistilahkan sebagai kenaikan tingkat harga.
Tabel 5.1 menunjukkan perbandingan tingkat inflasi Indonesia dengan negara lain. Jelas bahwa inflasi di Indonesia termasuk yang paling tinggi.
Tabel 5.3 Perbadingan Laju Inflasi Indonesia dengan beberapa negara
Ada beberapa istilah dalam menganalisis/menanggapi terhadap tingkat inflasi, antara lain:
a) Inflasi Menyusut
Yaitu tingkat inflasi yang cenderung turun dari satu periode ke periode berikutnya. Hal ini ditandai dengan turunnya Indeks Harga Konsumen dari satu periode ke periode berikutnya.
b) Inflasi Terus Meningkat
Yaitu inflasi yang cenderung meningkat dari satu periode ke periode berikutnya yang dapat dilihat dari kenaikan IHK tiap periode.
c) Inflasi Tidak Berubah
Yaitu tingkat inflasi yang cenderung konstan, misalnya pada bulan November 2004 2005 tercatat IHK sebesar 106,4 % dan pada bulan Desember 2004 tercatat angka yang sama 106,4%. Maka hal ini dapat dikatakan inflasi tidak berubah.
3. Macam-macam Inflasi
Berdasarkan alasan-alasan tertentu inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam. Secara berturut-turut perbedaan ini dapat diuraikan sebagai berikut : a. Menurut Tingkat Keparahan atau Laju Inflasi
1) Inflasi ringan (creeping inflation)
Adalah inflasi yang lajunya kurang dari 10 % setahun, sehingga inflasi ini tidak begitu dirasakan. Inflasi ini sering disebut juga inflasi yang merayap, dan tidak begitu mengganggu perekonomian secara nasional. Seperti pada tahun 2004 lalu di Indonesia laju inflasi di bawah 10 %, sehingga perekonomian
Indonesia pada posisi yang stabil. (Lihat gambar 5.7)
2) Inflasi sedang
Adalah inflasi yang lajunya antara 10%-30% setahun. Pada tingkatan ini mulai dapat dirasakan naiknya harga-harga meski tidak begitu signifikan, dan jika tidak segera diatasi akan menjadi inflasi berat.
3) Inflasi berat
Inflasi yang lajunya berada pada batas antara 30%-100% setahun. Pada tingkat ini harga-harga kebutuhan masyarakat naik secara signifikan dan sulit dikendalikan. Indonesia pernah mengalami inflasi berat pada tahun 1998.
pada waktu itu inflasi per Desember mencapai 77,63 %.
b. Menurut Penyebab
Awal Inflasi
1) Inflasi
tarikan permintaan ( demand pull
inflation.)
Adalah inflasi
yang disebabkan adanya kenaikan permintaan. Kenaikan permintaan ini sering
dinamakan kelebihan permintaan. Kenaikan permintaan masyarakat akan
barang-barang dan jasa ini bisa disebabkan oleh:
a)
bertambahnya pengeluaran pemerintah yang
dibiayai dengan pencetakan uang baru;
b)
bertambahnya investasi swasta karena adanya
kredit murah; dan
c)
bertambahnya permintaan barang-barang ekspor.
Apabila
permintaan barang-barang tersebut bertambah terus-menerus, sedangkan seluruh
faktorfaktor produksi sudah sepenuhnya digunakan maka hal ini akan
mengakibatkan kenaikan harga. Kenaikan harga yang secara terus-menerus inilah
yang disebut inflasi. Inflasi yang disebabkan oleh adanya kenaikan permintaan
inilah yang dinamakan inflasi tarikan (Demand
Pull Inflation) .
gambar 5.2 |
Untuk menerangkan inflasi Demand Pull Inflation perhatikan Gambar 5.2 Demand Pull Inflation gambar 5.2 di atas
Keterangan :
Mula-mula perekonomian berada pada harga batas setinggi P1 dengan jumlah barang yang diperjualbelikan sebanyak Q1. Apabila dalam perekonomian terjadi kenaikan permintaan barang maka hal ini akan ditunjukkan oleh bergesernya garis permintaan/kurva demand dari D1 menjadi D2. Pergeseran kurva demand ini menunjukkan bahwa harga akan naik dari P1 menjadi P2, Perlu diketahui kenaikan harga ini diikuti dengan bertambahnya produksi dari Q1 menjadi Q2. Apabila terjadi kenaikan permintaan lagi maka akan ditunjukkan oleh bergesernya kurva permintaan dari D2 menjadi D3. Pergeseran kurva permintaan ini akan diikuti kenaikan tingkat harga dari P2 menjadi P3. Kenaikan harga ini akan diikuti oleh bertambahnya produksi dari Q2 menjadi Q3 demikian seterusnya.
2) Inflasi
dorongan ongkos produksi (cost push inflation)
Adalah
inflasi yang disebabkan oleh adanya kenaikan ongkos produksi, maksudnya adalah
adanya kenaikan ongkos produksi, misalnya adanya kenaikan upah maka ada
kecenderungan produksi akan menurun dan diikuti oleh kenaikan harga. Untuk
lebih jelasnya perhatikan gambar 5.3 di bawah ini :
Keterangan:
Mula-mula, misalnya harga dan kuantitas dilukiskan seimbang
yaitu pada saat harga pada tingkat P1 dan jumlah barang yang diperjualbelikan
sebanyak Q1. Apabila terjadi kenaikan ongkos produksi, misalnya disebabkan
tuntutan kenaikan upah oleh kaum pekerja, produksi cenderung menurun. Penurunan
produksi ditunjukkan oleh bergesernya garis penawaran (kurva supply) dari S1
menjadi S2. Pergeseran garis penawaran (kurva
supply) menimbulkan dua macam
akibat, yaitu menurunnya produksi dari Q1 menjadi Q2 dan menaikkan harga barang
hasil produksi dari P1 menjadi P2. Apabila terjadi kenaikan ongkos produksi
lagi maka akan mengakibatkan turunnya produksi barang yang dihasilkan. Kurva supply akan bergeser dari P2
menjadi P3 dan seterusnya.
Dengan memperbandingkan Demand Pull Inflation dan Cost
Push Inflation kita dapat menyimpulkan persamaan dan perbedaan antara
keduanya yaitu:
Persamaan:
Baik Demand Pull
Inflation maupun Cost Push Inflation
keduanya sama-sama menunjukkan adanya kenaikan harga.
Perbedaan:
Kenaikan harga dalam Demand Pull inflation diikuti oleh
naiknya jumlah produksi sedangkan dalam Cost
Push Inflation kenaikan harga diikuti oleh turunnya jumlah produksi.
Dengan kata lain dilihat dari segi Pendapatan Nasional
secara makro, Demand Pull Inflation
dapat menaikkan Produk Domestik Bruto (PDB) sedangkan Cost Push Inflation mengakibatkan turunnya PDB.
3) Inflasi
permintaan dan penawaran
Jika Demand Pull
Inflation dan Cost Push Inflation
terjadi secara bersama-sama maka akan timbul yang dinamakan inflasi permintaan
dan penawaran yaitu bahwa terjadinya kenaikan permintaan diikuti dengan
terjadinya penurunan produksi, sehingga adanya kedua peristiwa ini
mengakibatkan harga akan naik terus-menerus. Perjalanan kenaikan harga ini
dapat dilihat pada gambar 5.4. di bawah ini:
Keterangan:
Mula-mula
misalnya terjadi kenaikan permintaan secara keseluruhan yang digambarkan oleh
bergesernya kurva permintaan secara terus-menerus ke kanan dan mengakibatkan
terjadinya kenaikan harga secara terus-menerus yang berarti terjadi Demand Pull Inflation dengan output yang
tetap sebesar Y2. Pada saat kurva keseluruhan naik dari D1 menjadi D2 yang
berakibat harga naik dari P1 menjadi P2 dan kurva tersebut sudah menjadi stabil
sehingga Demand Pull Inflation sudah
tidak terjadi lagi.
Apabila
ada perkiraan bahwa waktu yang akan datang akan terjadi inflasi, maka pihak
perusahaan akan selalu menaikkan harga dan para buruh akan selalu minta
kenaikan upah, akibat dari tindakan ini ditunjukkan oleh bergesernya kurva
supply yang horisontal ke atas.
Pergeseran
kurva supply ini akan mengakibatkan harga naik dari P2 menjadi P3. Selanjutnya
hal ini akan mengakibatkan inflasi pada sisi penawaran dengan harga yang naik
terus-menerus dan diikuti turunnya produksi dari Y2 menjadi Y1, demikian
seterusnya.
c. Berdasarkan Asal Inflasi
1)
Inflasi yang berasal dari dalam negeri disebut domestic inflation, yaitu inflasi yang
disebabkan adanya peristiwa ekonomi dalam negeri, misalnya terjadi defisit
anggaran belanja negara yang secara terus-menerus, kemudian pemerintah
memerintahkan Bank Indonesia untuk mencetak uang baru dalam jumlah besar. Atau
misalnya karena panen yang gagal secara menyeluruh.
2)
Inflasi yang tertular dari luar negeri, yang
dikenal dengan imported inflation,
yaitu penularan melalui harga barang impor. Inflasi ini umumnya terjadi di
negara berkembang yang mana sebagaian besar bahan baku dan peralatan dalam unit
produksinya berasal dari luar negeri. Misalnya di Jepang terjadi inflasi,
sedangkan bahan-bahan untuk keperluan industri perakitan mobil, elektronik,
foto, tekstil, farmasi dan lain-lain Indonesia mengimpor dari Jepang. Dengan
adanya inflasi maka bahan-bahan tersebut ikut naik. Indonesia sebagai negara
pengimpor mau tidak mau juga harus mengikuti kenaikan harga tersebut, imbasnya
mau tidak mau hasil produksi dari unit produksi juga akan naik. Selanjutnya hal
ini juga akan mengakibatkan inflasi di Indonesia.
4. Teori Inflasi
a. Teori Kuantitas
Teori kuantitas ini pada prinsipnya
mengatakan bahwa timbulnya inflasi itu hanya disebabkan oleh bertambahnya
jumlah uang yang beredar dan bukan disebabkan oleh faktor-faktor lain.
Berdasarkan teori ini ada 2 faktor yang menyebabkan inflasi: 1) Jumlah uang yang beredar
Semakin besar jumlah uang yang
beredar dalam masyarakat maka inflasi juga akan meningkat. Oleh karena itu
sebaiknya pemerintah harus memperhitungkan atau memperkirakan akan timbulnya
inflasi yang bakal terjadi bila ingin mengadakan penambahan pencetakan uang
baru, karena pencetakan uang baru yang terlalu besar akan mengakibatkan
goncangnya perekonomian.
2) Perkiraan/anggapan
masyarakat bahwa harga-harga akan naik
Jika masyarakat beranggapan
harga-harga akan naik maka tidak ada kecenderungan untuk menyimpan uang tunai
lagi, masyarakat akan menyimpan uang mereka dalam bentuk barang sehingga
permintaan akan mengalami peningkatan. Hal ini mendorong naiknya harga secara
terus-menerus.
Cara mengatasi inflasi menurut teori kuantitas ini juga
hanya ada satu jalan saja yang merupakan kunci untuk menghilangkan inflasi
yaitu dengan mengurangi jumlah uang yang beredar. Maksudnya bahwa terjadinya
inflasi entah faktor apapun yang menyebabkannya, asal jumlah uang yang beredar
dikurangi maka dengan sendirinya inflasi akan hilang dan harga akan kembali
pada tingkat yang wajar.
b. Teori Keynes
Menurut teori ini inflasi terjadi
karena masyarakat memiliki permintaan melebihi jumlah uang yang tersedia. Dalam
teorinya, Keynes menyatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup
melebihi batas kemampuan ekonomisnya. Proses perebutan rezeki antargolongan
masyarakat masih menimbulkan permintaan agregat (keseluruhan) yang lebih besar
daripada jumlah barang yang tersedia, mengakibatkan harga secara umum naik.
Jika hal ini terus terjadi maka selama itu pula proses inflasi akan
berlangsung. Yang dimaksud dengan golongan masyarakat di sini adalah :
1)
Pemerintah, yang melakukan pencetakan uang baru
untuk menutup defisit anggaran belanja dan belanja negara ;
2)
Pengusaha swasta, yang menambah investasi baru
dengan kredit yang mereka peroleh dari bank;
3)
Pekerja/serikat buruh, yang menuntut kenaikan
upah melebihi pertambahan produktivitas.
Tidak semua golongan masyarakat
berhasil memperoleh tambahan dana, karena penghasilan mereka rata-rata tetap
dan tidak bisa mengikuti laju inflasi, misalnya pegawai negeri, pensiunan dan
petani.
c.
Teori
Strukturalis
Teori Strukturalis
disebut juga dengan teori inflasi jangka panjang karena menyoroti sebab inflasi
yang berasal dari struktur ekonomi, khususnya supply bahan makanan dan barang
ekspor. Pertambahan produksi barang tidak sebanding dengan pertumbuhan
kebutuhannya, akibatnya terjadi kenaikan harga bahan makanan dan kelangkaan
devisa. Selanjutnya adalah kenaikan harga barang yang merata sehingga terjadi
inflasi. Inflasi semacam ini tidak bisa diatasi hanya dengan mengurangi jumlah
uang yang beredar, tetapi harus diatasi dengan peningkatan produktivitas dan
pembangunan sektor bahan makanan dan barang-barang ekspor.