makalah 1 PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN II


BAB I

1.      Pendahuluan

Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang dalam ilmu kenegaraan populer disebut sebagai dasar filsafat negara. Dalam kedudukan ini Pancasila merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, termasuk sebagai sumber tertib hukum di negara Republik Indonesia. Konsekuensinya seluruh peraturan perundang-undangan serta penjabarnya senantiasa berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila.
Dalam konteks inilah maka Pancasila merupakan suatu asas kerohanian negara, sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma dan kaidah hukum dalam ketatanegaraan Republik Indonesia. Kedudukan Pancasila yang demikian ini justru mewujudkan fungsinya yang pokok sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang manifestasinya dijabarkan dalam suatu peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu Pancasila merupakan sumber hukum dasar negara baik yang tertulis yaitu UUD negara maupun hukum dasar tidak tertulis atau konvensi.
Pancasila, proklamasi 17 Agustus 1945 dan UUD 1945 yang merupakan cita-cita bangsa saling berkaitan dan kaitan itu mengarah pada pembentukan ketatanegaraan Republik Indonesia dan segala sistem pemerintahannya. Proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan kulminasi (puncak) dari tekad bangsa untuk merdeka. Proklamasi memuat perjuangan penegakan jiwa Pancasila yang telah berabad-abad lamanya dicita-citakan. Selanjutnya tujuan dan cita-cita proklamasi ini tercermin dalam UUD 1945 yang terbagi dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD. Dan, UUD 1945 berlandaskan dan didasari oleh Pancasila yang merupakan sumber tata tertib hukum Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

2. Pengertian Ketatanegaraan Republik Indonesia
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tata negara adalah seperangkat prinsip dasar yang mencakup peraturan susunan pemerintah, bentuk negara dan sebagainya yang menjadi dasar peraturan suatu negara. Ketatanegaraan adalah segala sesuatu mengenai tata negara. Menurut hukumnya, tata negara adalah suatu kekuasaan sentral yang mengatur kehidupan bernegara yang menyangkut sifat, bentuk, tugas negara dan pemerintahannya serta hak dan kewajiban para warga terhadap pemerintah atau sebaliknya. Untuk mengerti ketatanegaraan dari suatu negara pertama sekali perlu dimengerti apa itu negara: paham negara secara umum dan negara menurut bangsa Indonesia. Hubungan negara dan konstitusi akan diuraikan selanjutnya.


2.1 Arti Negara Secara Umum

Kata “Negara” berasal dari bahasa Sansekerta nagari atau nagara yang berarti kota. Negara memiliki arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas negara merupakan kesatuan sosial yang diatur secara institusional dan melampaui masyarakat-masyarakat terbatas untuk mewujudkan kepentingan bersama. Sedangkan dalam arti sempit negara disamakan dengan lembaga-lembaga tertinggi dalam kehidupan sosial yang mengatur, memimpin dan mengkoordinasikan masyarakat supaya hidup wajar dan berkembang terus. Negara adalah organisasi yang di dalamnya ada rakyat, wilayah yang permanen, dan pemerintah yang berdaulat (baik ke dalam maupun ke luar). Negara merupakan kesatuan sosial (masyarakat) yang diatur secara konstitusional untuk mewujudkan kepentingan bersama. Negara dapat dilihat dari dua segi perwujudannya, yakni sebagai satu bentuk masyarakat yang memenuhi syarat-syarat tertentu dan sebagai satu gejala hukum.

2.2.1 Terjadinya Negara Republik Indonesia
Secara teoritis, negara dianggap ada apabila telah dipenuhi ketiga unsur negara, yaitu pemerintahan yang berdaulat, bangsa dan wilayah. Namun, di dalam praktek pada zaman modern, teori yang universal ini di dalam kenyataan tidak diikuti orang. Kita mengenal banyak bangsa yang menuntut wilayah yang sama, demikian pula halnya banyak pemerintahan yang menuntut bangsa yang sama. Orang kemudian beranggapan bahwa pengakuan dari bangsa lain, memerlukan mekanisme yang memungkinkan hal itu dan hal ini adalah lazim disebut proklamasi kemerdekaan suatu negara.
Perkembangan pemikiran seperti ini mempengaruhi pula perdebatan di dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, baik di dalam membahas wilayah negara maupun di dalam merumuskan Pembukaan yang sebenarnya direncanakan sebagai naskah proklamasi. Oleh karena itu, adalah suatu kenyataan pula bahwa tidak satupun warga negara Indonesia yang tidak menganggap bahwa Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah awal terjadinya Negara Republik Indonesia.
Dengan demikian, sekalipun pemerintah belum berbentuk, bahkan hukum dasarnya pun belum disahkan, namun bangsa Indonesia beranggapan bahwa negara Republik Indonesia sudah ada semenjak diproklamasikan. Bahkan apabila kita kaji rumusan pada alinea kedua Pembukaan UUD 1945, bangsa Indonesia beranggapan bahwa terjadinya negara merupakan suatu proses atau rangkaian tahap-tahap yang berkesinambungan. Secara ringkas rincian tersebut adalah sebagai berikut: 1) perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia; 2) proklamasi atau pintu gerbang kemerdekaan; dan 3) keadaan bernegara yang nilai-nilai dasarnya ialah, merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dengan demikian, jelaslah bahwa bangsa Indonesia menerjemahkan dengan rinci perkembangan teori kenegaraan tentang terjadinya negara Indonesia.

2.2.2 Tujuan Negara Republik Indonesia
Salah satu pertanyaan yang mendasar dalam menganalisa suatu negara adalah apa dan bagaimana tujuan negara Indonesia? Atau, apa tujuan dari kehidupan nasional kita?
Tujuan Umum, tujuan negara yang bersifat umum ini melingkupi kehidupan sesama bangsa di dunia. Hal ini terkandung dalam kalimat : “… dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial … “
Tujuan negara dalam anak kalimat ini realisasinya dalam hubungan dengan politik luar negeri Indonesia, yaitu di antara bangsa-bangsa di dunia ikut melaksanakan suatu ketertiban dunia yang berdasarkan pada prinsip kemerdekaan, perdamaian abadi serta keadilan sosial. Hal inilah yang merupakan dasar politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif.
Tujuan khusus, terkandung dalam anak kalimat “.., untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah negara Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa…”. Konsep yang lebih tua dari pada Negara Hukum (modern) ialah konsep bahwa negara bertujuan untuk memenuhi kepentingan umum atau res publica. Apakah yang merupakan kepentingan umum menurut bangsa Indonesia secara ketatanegaraan? Hal ini sering kali diungkapkan sebagai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, yang adalah tujuan bangsa kita.
Di dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 di atas dirumuskan unsur-unsur dari pada masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila secara dinamis, yakni a) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah (wilayah); dan b) memajukan kesejahteraan umum; c) mencerdaskan kehidupan bangsa.
2.3 Pancasila, UUD 1945, Negara dan Ketatanegaraan Indonesia sebagai Satu Kesatuan Integral
Pokok pembahasan kita dalam makalah ini adalah Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia. Pancasila, sebagaimana sudah disinggung oleh kelompok-kelompok dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya, merupakan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, dasar negara, falsafah bangsa Indonesia, identitas/keunikan dan jati diri bangsa Indonesia. Pancasila ini menjadi dasar dan sumber tata tertib hukum (ketatanegaraan) Republik Indonesia. Artinya, susunan dan konsep hukum di Indonesia harus selalu berpedoman kepada Pancasila. Nilai-nilai Pancasila ini kemudian dituangkan ke dalam Pembukaan UUD 1945 terutama alinea IV. Pembukaan UUD 1945 menjadi pedoman dalam menyusun undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya dalam struktur ketatanegaraan Indonesia.
Ketatanegaraan, sebagaimana disinggung pada pembahasan sebelumnya, tidak dapat dipisahkan dari negara sebab terbentuknya negara mengandaikan adanya struktur ketatanegaraan yang jelas. Untuk lebih memahami ketatanegaraan tersebut, pantas dikaji apa itu konstitusi dan kaitannya dengan negara.
Negara dan konstitusi bagaikan dua sisi mata uang yang tidak pernah dipisahkan satu sama lain. Konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan atau UUD suatu negara. Dalam arti luas, konstitusi adalah sistem pemerintahan dari suatu negara dan merupakan himpunan peraturan yang mendasari serta mengatur pemerintah dalam menyelenggarakan tugas-tugasnya, yang terdiri dari campuran tata peraturan baik yang bersifat hukum (legal) maupun yang bukan peraturan hukum (non-legal). Dalam arti sempit, konstitusi adalah sekumpulan peraturan legal dalam lapangan ketatanegaraan suatu negara yang dimuat dalam “suatu dokumen” atau “beberapa dokumen” yang terkait satu sama lain.

Bidang-bidang Ketatanegaraan Republik Indonesia
3.1 Tata Organisasi
Bernegara dapat juga disebut berorganisasi. Artinya, suatu kelompok yang dalam mencapai idealismenya menempuh jalan dan cara yang telah disepakati.


Bentuk Negara dan Pemerintahan
Bentuk negara Indonesia ialah republik yakni suatu pola negara yang mewujudkan sesuatu dengan mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi dan kelompok. Hal itu penting untuk menjaga kesatuan dan keutuhan negara Indonesia. Jadi, demokrasi selalu bertujuan untuk menjaga kesatuan negara. Bagaimana cara mewujudkan kepentingan bersama itu? Hal itu diatur dalam GBHN: a) setelah GBHN disusun, b) maka dituangkan dalam Rancangan Pembangunan Keuangan Negara, c) kemudian, ditetapkan pendapatan dan belanja negara, d) dan diikuti dengan laporan pertanggungjawaban keuangan negara.

Unsur-unsur Negara
Unsur-unsur penentu organisasi negara mempunyai tingkat dan kekhasannya:
a. Penyelenggara negara bidang penerapan hukum oleh legislatif
b. Penyelenggara negara bidang penerapan hukum oleh eksekutif
c. Penyelenggara negara bidang penegakan hukum oleh yudikatif
Karena negara Indonesia adalah negara kesatuan, maka tidak ada istilah negara bagian. Oleh karena itu, untuk mewujudkan bidang-bidang penyelenggara negara, maka disesuaikan dengan tingkat pembagian yang berlaku di negara Republik Indonesia, yakni: 1) Daerah Indonesia dibagi dalam tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan dan desa; 2) Setiap daerah baik daerah otonom maupun daerah administrasi akan diadakan badan perwakilan dan pemerintahan atas dasar permusyawaratan.
3.2 Tata Jabatan
Tata jabatan perlu karena di dalam negara Indonesia suatu jabatan bersifat tetap, sedangkan pelakunya berbeda atau berganti-ganti. Hal itu diperlihatkan sebagai berikut:
1. Perwakilan: MPR, DPR dan DPRD I dan II, DPD
2. Penggolongan penduduk: berdasarkan partai, berdasarkan fungsi-fungsi di masyarakat, golongan dan karya, dll. Penggolongan ini juga dapat dilihat dari segi: puas atau tidaknya masyarakat atas: situasi politik, ekonomi, pendidikan, keamanan; puas atau tidaknya masyarakat radikal dan liberal atas perubahan dan reformasi; percaya tidaknya masyarakat akan ada tidaknya perubahan terhadap berbagai situasi masyarakat, dll.
3. Alat perlengkapan negara (aparatur negara):
a.       Aparatur negara di bidang perwakilan seperti: DPR
b.      Aparatur negara di bidang pemerintahan, seperti: Presiden dan Wakil Presiden Serta para Menteri, MPR, Dewan Penasihat, dll.
c.       Aparatur negara di bidang pertahanan, seperti: TNI dan Polri
d.      Aparatur negara di bidang pengadilan, seperti: MA, jaksa, hakim, dll.


Tata Hukum
Ketatanegaraan tidak dapat dipisahkan dari hukum. Hukum menjadi ketentuan-ketentuan yang mengatur ketatanegaraan Indonesia. Dengan demikian Negara kita dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dan teratur. Dengan perkataan lain Negara berhubungan erat dengan hukum. Segi materi, dapat dijelaskan berdasarkan arti negara dan arti hukum menurut bangsa Indonesia:
• Negara adalah keadaan berkelompoknya bangsa Indonesia, yang atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, didorongkan oleh keinginan luhur bangsa Indonesia untuk berkehidupan kebangsaaan yang bebas.
• Hukum adalah alat ketertiban dan kesejahteraan sosial
Kedua hal tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: Suatu organisasi bangsa Indonesia yang atas rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan luhur bangsa untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas berdasarkan suatu ketertiban menuju suatu kesejahteraan sosial.
Segi formal terdiri dari beberapa unsur:
• Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum
• Kekuasaan tertinggi dilaksanakan oleh MPR dan DPR
• Pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi
• Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka dalam arti bebas dari pengaruh kekuasaan pemerintah
• Ada kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan bagi para warga negara dan kewajiban untuk menjunjung hukum dan pemerintahan tanpa kecuali
• Hukumnya berfungsi sebagai pengayoman dalam arti menegakkan kehidupan yang demokrasi, kehidupan yang berkeadilan sosial

3.4 Tata Nilai Ideologi
Secara umum ideologi adalah seperangkat gagasan atau pemikiran yang berorientasi pada tindakan yang diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur. Dalam hal ini nilai yang terkandung dalam Pancasila adalah nilai-nilai yang dicita-citakan dan diwujudkan. Pancasila merupakan jiwa dan pandangan hidup bangsa Indonesia.

Politik
Pancasila berfungsi sebagai landasan dan sekaligus tujuan dalam kehidupan politik bangsa Indonesia. Hal ini tampak dalam keberhasilan bangsa Indonesia menjabarkannya menjadi program-program dan aturan-aturan permainan dalam proses mewujudkan dan mengembangkan jati diri bangsa sebagai sistem politik Demokrasi Pancasila. Keberhasilan ini didukung dengan suatu evaluasi yang obyektif tentang realita kehidupan politiknya dari waktu ke waktu sehingga apa yang dicita-citakan bersama dapat terwujud dengan baik.
Jika ditinjau dari bidang politik, maka demokrasi lebih dimaksudkan sebagai kedaulatan yang berada di tangan rakyat. Sebagai perwujudannya, masyarakat berpartisipasi dalam menyumbangkan pandangannya demi keutuhan hidupnya dan negara.

Ekonomi
Pancasila dalam bidang ekonomi merupakan aturan main yang mengikat setiap pelaku ekonomi. Jika hal ini dipatuhi secara baik, maka akan terwujud suatu ketertiban prilaku warga sebagai pelaku ekonomi. Dengan demikian keadilan dan kesejahteraan sosial dapat terwujud.
Pancasila dalam bidang ekonomi dapat dijabarkan sebagai berikut:
a) Ketuhanan Yang Maha Esa. Roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan-rangsangan ekonomi.
b) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Ada kehendak kuat dari seluruh masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial yang sesuai dengan asas kemanusiaan
c) Persatuan Indonesia. Prioritas kebijaksanaan ekonomi adalah penciptaan perekonomian nasional yang tangguh. Hal ini berarti nasionalisme menjiwai setiap kebijaksanaan ekonomi
d) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dalam hal ini koperasi merupakan sokoguru perekonomian dan bentuk paling konkret dari usaha bersama.
e) Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Adanya keseimbangan yang jelas dan tegas antara perencanaan di tingkat nasional dengan daerah dalam pelaksanaan kebijaksanaan ekonomi untuk mencapai keadilan ekonomi.

Sosial
Pancasila adalah dasar kehidupan berbangsa dan bernegara bagi masyarakat Indonesia. Pancasila secara institusional dalam bidang kehidupan berbangsa tampak dengan adanya suku-suku yang menjadi satu bangsa, bangsa Indonesia yang memiliki derajat yang sama. Di samping itu, adanya kesatuan bahasa, yakni bahasa Indonesia.

Agama
Dalam bidang ini, nilai Pancasila diartikan sebagai sikap peduli dan toleransi antar agama. Setiap agama memiliki kepercayaan masing-masing. Dengan perkataan lain, kepercayaan pada setiap agama berbeda-beda. Namun, perbedaan itu bukan menjadi penghambat bagi kesatuan berbangsa. Pancasila menjadi pemersatu agama-agama dalam mewujudkan suatu bangsa, yakni bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi sikap kepedulian atau toleransi antar agama.
4. Sistem Ketatanegaraan RI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
Pada bab pendahuluan dikatakan bahwa di dalam UUD 1945 tercantum dasar, tujuan, dan alasan berdirinya negara Indonesia. Di dalam UUD 1945 itu juga tercantum falsafah negara Indonesia, yaitu Pancasila. Maka boleh dikatakan bahwa dalam sistem ketatanegaraan RI, UUD 1945 dan Pancasila memegang peranan penting karena di dalamnya tercantum arah pembentukan ketatanegaraan RI dan segala sistem pemerintahannya. Pada poin ini, akan diuraikan bagaimana sistem ketatanegaraan RI berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila.

4.1.1 Pengertian UUD 1945
UUD ialah kumpulan dan ketentuan dalam suatu kodifikasi mengenai hal-hal yang mendasar atau pokok ketatanegaraan suatu negara sehingga kepadanya diberi sifat kekal dan luhur. Maka, mengubah UUD memerlukan cara yang istimewa dan lebih berat bila dibandingkan dengan pembuatan atau perubahan peraturan perundang-undangan. Menurut Tap. MPR no. III/MPR/2000, UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis negara Republik Indonesia, memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara.
4.1.2 Kedudukan UUD 1945
UUD bukan hukum biasa melainkan hukum dasar . Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum. Oleh karena itu, setiap produk hukum (seperti undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan lainnya) harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan UUD 1945. Sekalipun konvensi adalah hukum dasar namun ia tidak boleh bertentangan dengan ketentuan UUD 1945.

Masa Awal Kemerdekaan (1945-1959)
Lahirnya Pancasila dan UUD 1945 tidak terlepas dari perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Kemerdekaan Indonesia sendiri tidak terlepas dari situasi politik internasional menjelang tahun 1945. Jadi perlu dicatat bahwa UUD 1945 disusun akhir Perang Dunia II dan setelah berakhirnya Perang Dunia tersebut. Pancasila tidak jauh dari perjuangan para pejuang bangsa Indonesia.
Pada tanggal 8 Maret 1942 Pemerintahan Hindia Belanda menyerah kepada tentara Jepang. Semenjak itu seluruh daerah jajahan Hindia Belanda berada di bawah kekuasaan tentara Jepang. Pemerintah militer Jepang melarang mengibarkan Bendera Sang Merah Putih dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, serta larangan membentuk Pemerintahan Nasional Indonesia. Tindakan Jepang menimbulkan perjuangan pergerakan kemerdekaan di kalangan rakyat Indonesia ditingkatkan, baik itu gerakan bawah tanah maupun perlawanan terbuka. Berkat perjuangan ini, sejak bulan September 1944 bangsa Indonesia diperbolehkan lagi mengibarkan bendera nasional dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Menjelang akhir tahun 1944 tentara Jepang menderita kekalahan terus-menerus terhadap serangan-serangan pihak tentara Sekutu di Pasifik. Jepang akhirnya kalah terhadap sekutu. Mendengar kekalahan tentara Jepang, pemerintah militer Jepang di Indonesia membentuk suatu badan yang diberi nama Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan) pada tanggal 29 April 1945. kemudian pada tanggal 28 Mei pemerintah bala tentara Jepang melantik anggota BPPK. Sepanjang sejarah, badan ini hanya menjalani dua masa sidang yaitu: a) Masa sidang I: 29 Mei – 1 Juni 1945, membicarakan dasar negara Indonesia; b) Masa sidang II: 10 Juli – 16 Juli 1945, membicarakan rancangan UUD Indonesia.
Untuk melaksanakan tugasnya menyelidiki segala sesuatu mengenai persiapan kemerdekaan Indonesia, BPPK telah membentuk beberapa Panitia Kerja, di antaranya ialah: Panitia Perumus (diketuai oleh Ir. Soekarno), Panitia Perancang UUD (diketuai oleh Ir. Soekarno dan Dr. Soeparno), Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta), dan Panitia pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Abikusno tjokrosujoso). Dalam melaksanakan tugasnya, Panitia Perumus berhasil menyusun suatu Naskah Rancangan Pembukaan UUD pada tanggal 22 Juni 1945, Rancangan Pembukaan UUD yang terdiri atas 4 alinea. Rancangan ini di kemudian hari dikenal orang dengan nama Piagam Jakarta. Dalam Rancangan Pembukaan UUD inilah pertama kali Pancasila dicantumkan sebagai dasar negara Indonesia. Seperti diketahui, Pancasila sebagai dasar negara telah diusulkan oleh anggota BPPK (Ir. Soekarno) dalam sidang 1 Juni 1945, yang kemudian diterima baik oleh Sidang Pleno BPPK pada tanggal 16 Juli 1945. Sementara Panitia Perancang UUD sendiri berhasil menyusun suatu Rancangan UUD Indonesia pada tanggal 16 Juli 1945.
Untuk mewujudkan proklamasi kemerdekaan Indonesia dengan segera mungkin, maka diumumkanlah PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Dengan diumumkannya pembentukan PPKI, BPPK juga dibubarkan. Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 disaksikan oleh PPKI. Keesokan harinya, pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidang yang pertama dan telah mengambil keputusan sebagai berikut:
1) Menetapkan dan menyahkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang bahan-bahannya hampir seluruhnya diambil dari rancangan Pembukaan UUD yang disusun oleh Panitia Perumus ( yang anggotanya sendiri pada waktu itu Ir. Soekarno dan Moh. Hatta) pada tanggal 22 Juni 1945.
2) Menetapkan dan menyahkan UUD 1945, yang bahan-bahannya hampir seluruhnya diambil dari rancangan UUD yang disusun oleh Panitia Perancang UUD pada 16 Juli 1945.
3) Memilih Ketua PPKI Ir. Soekarno dan Wakil Ketua PPKI Drs. Mohammad Hatta masing-masing menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI.
4) Pekerjaan Presiden untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
Pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidang lagi dan memutuskan:
a) Pembentukan 12 Departemen Negara.
b) Pembagian wilayah Indonesia dalam 8 provinsi, dan tiap provinsi dibagi dalam keresidenan-keresidenan.
4.3.2 Masa Orde Lama (1959-1965)
UUD 1945 ditetapkan dan disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Status UUD 1945 ini sementara. UUD 1945 ini berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Kemudian pada tanggal 27 Desember 1949 berubahlah status negara kesatuan yang diproklamasikan menjadi negara serikat (Republik Indonesia Serikat). Di sini negara Republik Indonesia menjadi salah satu negara bagian dari Republik Indonesia Serikat. Pada masa republik Indonesia Serikat, UUD 1945 turun derajatnya dan berkurang wilayah berlakunya, karena UUD 1945 hanya berlaku di negara bagian Republik Indonesia, sedangkan di seluruh negara Republik Indonesia Serikat berlaku konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS) 1949.
Secara resmi UUD 1945 tidak pernah dinyatakan tidak berlaku. Namun demikian dengan berlakunya Konstitusi RIS 1949 dengan sendirinya UUD 1945 menjadi tidak berlaku secara nasional, karena tidak mungkin dalam satu negara berlaku lebih dari satu UUD. Semasa RIS, UUD 1945 dijadikan UUD Negara bagian Republik Indonesia; negara bagian RI merupakan salah satu dari 16 negara bagian dalam lingkungan RI pada waktu itu. Dengan tidak berlakunya UUD 1945, negara Indonesia Merdeka yang mulai ada dan berdiri pada tanggal 17 Agustus 1945, tetap ada berdiri, tetapi dengan UUD yang berbeda. Walaupun pokok-pokok pikiran tentang negara yang terkandung dalam UUD 1945 tidak sepenuh dalam konstitusi RIS 1949, namun ketentuan-ketentuan pokok seperti bentuk Republik, kedaulatan rakyat dan Pancasila yang terkandung dalam UUD 1945, masih terkandung dalam konstitusi RIS 1949.
Negara RIS yang berbentuk negara serikat tak sesuai dengan cita-cita rakyat yang diucapkan sejak Sumpah Pemuda 1928. Rakyat kita tetap menghendaki negara kesatuan Republik Indonesia. Berhubungan dengan itulah pada tanggal 17 Agustus 1950 Presiden RIS (Ir. Soekarno) kembali memproklamasikan pembentukan negara kesatuan Republik Indonesia dan dengan sendirinya negara RIS bubar. Pada tahun 1950 Konstitusi RIS diubah menjadi UUD Sementara 1950 yang berlaku di seluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan UUD 1950 itu dibentuk Konstituante (Badan Pembentukan Konstitusi/pembuat UUD) yang bertugas membentuk UUD yang tetap.
Timbullah dalam Konstituante dua kelompok, yaitu pendukung berlakunya kembali UUD 1945 dan yang menolaknya. Meskipun golongan yang menginginkan kembali ke UUD 1945 merupakan mayoritas (60 %) tetapi karena tidak memenuhi ketentuan suara sekurang-kurangnya dua pertiga (seperti dikehendaki UUDS 1950) maka gagallah Konstituante untuk membuat UUD yang tetap. Hal ini menimbulkan kekacauan politik. Dalam situasi negara yang demikian, demi keselamatan negara dan bangsa Indonesia serta dengan dukungan sebagian besar rakyat dan ABRI, Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan Dekrit Presiden tentang kembali ke UUD 1945. Isi dekrit Presiden itu ialah:

1. Menetapkan pembubaran Konstituante
2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlaku lagi UUDS 1950
3. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu singkat.
Dengan berlakunya kembali UUD 1945, dengan sendirinya Pancasila demi hukum tetap menjadi dasar falsafah negara dengan perumusan dan tata urutan yang tercantum dalam alinea
IV Pembukaan UUD 1945, sebagai berikut:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Dari uraian tersebut di atas dapat kita simpulkan bahwa UUD 1945 berlaku di Indonesia secara nasional dalam dua kurun waktu, yakni:

1. Antara 18 Agustus 1945 (pengesahan UUD 1945 oleh PPKI) sampai tanggal 17 Agustus 1950.
2. Antara 5 Juli 1959 sampai sekarang.
Sementara pada rentang waktu antara tahun 1950-1959, UUD 1945 tidak berlaku secara nasional, karena digantikan oleh Konstitusi RIS dan UUDS 1950.

4.3.3 Masa Orde Baru (1965 – 12 Mei 1998)
Dalam sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia, PKI telah dua kali mengkhianati Negara, bangsa, dan dasar Negara. Atas dasar itulah rakyat menghendaki dan menuntut dibubarkannya PKI. Namun, pimpinan Negara waktu itu tidak mau mendengarkan dan tidak mau memenuhi tuntutan rakyat, sehingga timbullah apa yang disebut situasi politik antara rakyat dengan Presiden. Keadaan semakin meruncing, keadaan ekonomi dan keamanan makin tidak terkendalikan. Dengan dipelopori oleh Pemuda atau Mahasiswa, rakyat menyampaikan Tritura (Tri Tuntutan Rakyat) yaitu:
1.      Bubarkan PKI.
2. Bersihkan Kabinet dari unsur-unsur PKI.
3. Turunkan harga-harga/ perbaikan ekonomi.

Pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah kepada Letnan Soeharto untuk mengambil langkah-langkah pengamanan untuk menyelamatkan keadaan. Surat perintah ini dikenal dengan Surat Perintah 11 Maret (1966).
Lahirnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) ini dianggap oleh rakyat sebagai lahirnya Orde Baru. Dengan berdasarkan Supersemar, pengemban Supersemar, Letnan Jenderal Soeharto telah membubarkan PKI dan ormas-ormasnya. Dalam sejarah negara RI, pemerintahan Orde Baru, sampai saat ini adalah pemerintahan terlama. Sayangnya, pemerintahan Orde Baru ini melakukan banyak penyimpangan terhadap UUD 1945. Penyimpangan pelaksanaan UUD 1945 ini tampak terutama dalam pelaksanaan pemilu-pemilu:
1. Campur tangan birokrasi terlalu besar dalam mempengaruhi pilihan rakyat.
2. Panitia pemilu tidak independen, memihak salah satu kontestan.
3. Kompetisi antar kontestan tidak leluasa.
4. Rakyat tidak bebas mendiskusikan dan menentukan pilihan.
5. Penghitungan suara tidak jujur.

6. Kontestan tidak bebas kampanye karena dihambat aparat keamanan.
Selain penyimpangan di atas, penyimpangan yang dilakukan oleh Presiden Soeharto ialah dalam melaksanakan UU No. 1 Tahun 1983 tentang Susunan dan Kedudukan MPR/DPR.
4.4.4 Masa Reformasi (1998-kini): Periode Amandemen (Perubahan) Undang-undang Dasar 1945
Berdasarkan UUD 1945 pasal 3 sebelum diamandemen, MPR melakukan amandemen UUD 1945. Menurut pasal tersebut, MPR adalah badan yang berwewenang menetapkan UUD dan GBHN. Kewenangan inilah yang membuat MPR pada akhirnya memutuskan untuk melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Selain mengamandemen UUD 1945, MPR juga mencabut Tap MPR No. IV/MPR/1983 tentang Referendum dan UU No. 5/1985 juga tentang Referendum. Pencabutan Tap MPR dan UU dilakukan pada saat Sidang Umum MPR tahun 1999. Perihal amandemen UUD 1945 ini akan dibicarakan secara khusus dalam bagian berikut ini.
5. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pascaamandemen UUD 1945
5.1 Panorama Umum seputar Perubahan (Amandemen) Konstitusi Suatu Negara
Secara filosofis, konstitusi suatu negara harus berubah dan diubah. Hal ini disebabkan oleh perubahan kehidupan manusia, baik dalam kehidupan internal yang meliputi pikiran, kemampuan diri dan kebutuhan hidupnya, maupun kehidupan eksternalnya yang berkaitan dengan orang lain, lingkungan hidupnya seperti lingkungan sosial, kultural dan natural. Juga, hal yang berkaitan dengan tata nilai dan tata struktur masyarakat sesuai dengan tuntutan perkembangan yang dihadapinya. Konstitusi adalah produk masyarakat yang senantiasa berubah. Maka, menolak perubahan konstitusi pada hakikatnya menolak kesemestian hidup yang harus dijalaninya.

Pada umumnya, ada tiga faktor yang mempengaruhi perubahan konstitusi suatu negara, yakni faktor ekonomi, politik dalam-luar negeri dan kepentingan politik kelompok mayoritas. Faktor pertama, yakni ekonomi, terkait dengan jantung kehidupan suatu negara. Kemapanan ekonomi menyokong kesejahteraan rakyatnya. Faktor kedua, kondisi politik dalam-luar negeri, salah satu faktor yang mengharuskan suatu negara mengubah kontitusinya. Pergaulan bangsa-bangsa sering mengakibatkan keterikatan dan/atau ketergantungan suatu negara terhadap negara lain. Ada kalanya juga bahwa kontitusi berisi ketentuan-ketentuan yang sesuai dengan keinginan politik mayoritas (faktor ketiga). Apabila dalam perkembangan selanjutnya kelompok politik mayoritas di parlemen berubah, maka mereka yang menjadi kelompok mayoritas akan memasukkan beberapa ketentuan untuk mengakomodasikan kepentingan politik mereka.
Bahasa yang populer dalam perubahan UUD adalah ”amandemen”. Beberapa kategori arti amandemen adalah sebagai berikut:

a. Membuat, berarti mencipta pasal baru;
b. Mengubah, berarti mengganti suatu pasal tertentu dengan pasal baru;
c. Mencabut, berarti menyatakan suatu pasal tidak berlaku, tanpa menggantinya dengan pasal baru;
d. Menyempurnakan, berarti menambah suatu ‘sub-diktum’ baru pada ‘diktum’ dari suatu pasal;
e. Memberi interpretasi baru pada suatu pasal.
Dalam kontitusi bangsa Indonesia, batasan amandemen tertuang dalam pasal 37 UUD 1945. pasal ini memberi batasan amandemen yang berlaku hanya untuk pasal-pasal dan tidak termasuk Pembukaan, amandemen mengacu pada Pembukaan dan harus mengikuti prosedur yang diisyaratkan pasal 37.

Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, menurut sistem konstitusi kita mengandung makna yang penting sekali, yakni 1) sebagai Dasar Negara Republik Indonesia khusus sebagai dasar falsafahnya, 2) sebagai norma pokok atau kaidah fundamental hukum kita yang merupakan sumber utama tertib hukum Indonesia. Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Pancasila di atas segala-galanya. Dengan demikian dalam penyusunan segala undang-undang dan hukum yang berlaku di Indonesia ini selalu berdasar pada Pancasila. Sistem pemerintahan yang berlaku sesuai dengan Pancasila yakni sila ke-4. Jadi segala bentuk undang-undang yang berhubungan dengan pemerintahan selalu bercermin pada nilai-nilai Pancasila. Bentuk pemerintahan yang berbentuk demokrasi adalah suatu nilai yang terkandung dalam Pancasila. Sistem ketatanegaraan dengan segala aparatnya adalah suatu bentuk ketatanegaraan yang berdasar pada Pancasila. Dalam perjalanannya, Pancasila telah menuntun pemerintah dan penyelenggara negara lainnya untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat Indonesia yang luhur.
Dasar-dasar pokok kenegaraan bersumber pada norma-norma pokok kenegaraan yang merupakan fundamen negara, yang dirumuskan dalam konstitusi. Adapun isi konstitusi atau pokok-pokok kenegaraan yang diatur dalam konstitusi itu pada umumnya merupakan norma atau prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintah, hak-hak mereka yang diperintah dan hubungan pemerintah dan yang diperintah. Segala pokok atau asas kenegaraan diatur dan ditetapkan dalam undang-undang dasar negara untuk diselenggarakan lebih lanjut secara konsekuen dalam ketatanegaraan.
Dari semua penjelasan di atas, pada akhirnya boleh dikatakan bahwa Pancasila selain menjadi pandangan hidup bangsa juga menjadi hukum tertinggi yang merangkum semua hukum yang berlaku di Negara kita ini. Dengan kata lain Pancasila merupakan fundamen bangsa yang menjiwai seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.

BAB III
PENUTUP

Refleksi
Apabila kita masih tetap ingin berpegang kepada apa yang telah digariskan oleh para pendiri Negara Republik Indonesia dan para penyusun UUD 1945, yang di dalamnya terdapat nilai-nilai luhur Pancasila, maka kita tidak dapat melepaskan diri dari wawasan, bahwa pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasar dari pada semua kehidupan rakyat Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Daftar Pustaka
Asshiddiqie, Jimly. Mahkamah Kontitusi dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia. Pematangsiantar: Sekolah Tinggi Teologia (STT), 2005.
Bangun, Zakaria. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pascaamandemen UUD 1945. Medan: Bina Media Perintis, 2007.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1988.
Heuken, A. at al, “Negara”, dalam Ensiklopedi Populer Politik Pembangunan Pancasila, Jilid III. Jakarta: Cipta Loka Caraka, 1988.
“Hakikat Bangsa dan Negara”, dalamhttp://halil4.files.wordpress.com/2009/12/bab-i-bentuk-negara-1.ppt, 23 Februari 2010.
Jarmanto, Pancasila: Suatu Tinjauan Aspek Historis dan Sosio-Politis. Yogyakarta: Liberty, 1982.
Lasiyo-Yuwono, Pancasila: Pendekatan Secara Kefilsafatan. Yogyakarta: Liberty, 1985.
Mardojo, M. “Saat-saat yang Menentukan dalam Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia” dalam Darji Darmodiharjo (ed), Santiaji Pancasila Suatu Tinjauan Historis dan Yuridis Konstitusional. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995.
Notonagoro, Pancasila Dasar Falsafah Negara, cetakan keempat. Jakarta: Pantjuran Tudjuh, 1983.
Poerwadarminta, W. J. S. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1988.
Purbopranoto, Kuntjoro. “Pancasila Ditinjau dari Segi Hukum Tata Negara”, dalam Darji Darmodiharjo (ed.) Santiaji Pancasila: Suatu Tinjauan Filosofis, Historis dan Yuridis Konstitusional. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995.
Semantri, Sri. Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi. Bandung: Alumni, 2006.
Setiawan, E. at al, “Hukum Tata Negara” dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 11. Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1990.
Wahjono, Padmo. “Pancasila sebagai Ideologi dalam Kehidupan Ketatanegaraan”, dalam Oetojo Oesman dan Alvian (ed.), Pancasila sebagai Ideologi: Dalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: BP-7 Pusat, 1990.


Artikel Terkait