uud periode (18 Agustus 1945 - 27 Desember 1949)

Tags



Periode Undang-Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945 - 27 Desember 1949)
Ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Republik Indonesia belum memiliki undang-undang dasar. Undang-Undang Dasar atau Konstitusi Negara Republik Indonesia disahkan dan ditetapkan oleh PPKI pada Sabtu 18 Agustus 1945, satu hari setelah Proklamasi.
Pembahasan Undang-Undang Dasar dilakukan dalam sidang BPUPKI, sidang pertama pada 29 Mei-1 Juni 1945 kemudian sidang kedua pada 10-17 Juli 1945. Dalam sidang pertama dibahas tentang dasar negara sedangkan pembahasan rancangan undang-undang dasar dilakukan pada sidang yang kedua. Pada sidang kedua itu, dibentuklah Panitia Hukum Dasar yang bertugas membuat rancangan undang-undang dasar, Panitia tersebut beranggotakan 19 orang yang diketuai oleh Ir. Soekarno.
Panitia ini kemudian membentuk Panitia Kecil yang bertugas membuat rumusan rancangan undang-undang dasar dengan memperhatikan hasil-hasil pembahasan dalam sidang-sidang BPUPKI serta rapat-rapat Panitia Hukum Dasar.
Panitia kecil tersebut terdiri atas 7 orang, Prof. Dr. Supomo sebagai ketua dan anggota yaitu Mr. Wongsonegoro, R. Sukardjo, Mr. A. Maramis, Mr. R. Pandji Singgih, H. Agus Salim, dan Dr. Sukiman. Panitia Kecil ini menyelesaikan pekerjaannya dan memberikan laporan
116
tentang rancangan undang-undang dasar kepada Panitia Hukum Dasar pada 13 Juli 1945. Setelah melalui beberapa kali sidang, pada 17 Juli 1945 BPUPKI menerima dan menyetujui rumusan tersebut menjadi Rancangan Undang-Undang Dasar.
Setelah BPUPKI menyelesaikan tugas-tugasnya, langkah selanjutnya Pemerintah Tentara Jepang membentuk kembali kepanitiaan yaitu PPKI yang bertugas menyiapkan segala sesuatu tentang kemerdekaan. Panitia tersebut beranggotakan 21 orang yang diketuai Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta sebagai wakil ketua.
PPKI mulai melaksanakan tugasnya sejak 9 Agustus 1945, dan sesegera mungkin menyelesaikan segala permasalahan yang terkait dengan kemerdekaan, terutama persoalan undang-undang dasar yang sudah ada rancangannya, yang semestinya akan diajukan kepada PPKI untuk diterima dan disahkan. Sesuai dengan rencana pada 24 Agustus 1945 kemerdekaan Indonesia dapat disahkan oleh Pemerintah Jepang di Tokyo.
Sebelum PPKI sempat melaksanakan sidang sebagaimana direncanakan, terjadi insiden yang mengubah keadaan. Pada 6 dan 9 Agustus 1945 Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom atom yang menyebabkan Jepang terpaksa menyerah kepada Sekutu. Akibatnya, usaha Pemerintah Jepang untuk menepati janji kemerdekaan Indonesia sudah tidak mungkin lagi dapat dilaksanakan.
Melihat situasi seperti ini, tentu bangsa Indonesia terutama para pemimpin dan golongan pemuda tidak tinggal
117
diam. Sebelum Jepang menyerahkan kekuasaannya kepada sekutu, atas desakan golongan muda bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 dengan dibacakannya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia oleh Soekarno-Hatta.
Dengan demikian, kemerdekaan Indonesia bukan karena pemberian dari Pemerintah Jepang melainkan sebagai hasil keberanian dan kekuatan seluruh bangsa Indonesia untuk menentukan nasib bangsa dan tanah air-nya sendiri.
Sebagai upaya menyempurnakan negara yang sudah merdeka, PPKI melaksanakan sidang pada 18 Agustus 1945. Meskipun anggota PPKI terdiri dari anggota sebelumnya yang diangkat oleh Pemerintah Jepang, tidak berarti bahwa Panitia ini bersidang di bawah kekuasaan Pemerintah Jepang. Sidang tersebut diselenggarakan atas tanggung jawab bangsa Indonesia sendiri.
Hal ini terlihat dari susunan anggota yang semula berjumlah 21 orang kemudian ditambah menjadi 27 orang. Sidang tersebut kemudian menetapkan dan mengesahkan rancangan undang-undang dasar hasil rumusan BPUPKI dengan beberapa perubahan dan penambahan, serta memilih Ir. Soekarno dan Drs.Mohammad Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Seluruh hasil pembahasan sidang, naskah-naskah dan putusan-putusan yang mengenai undang-undang dasar yang dihasilkan, baik oleh BPUPKI maupun PPKI merupakan sumber rujukan yang sangat berharga dalam penafsiran
118
Undang-Undang Dasar 1945. Di samping itu, sejarah rancangan dan pengesahan undang-undang dasar juga telah melahirkan sebuah piagam penting yang dikenal dengan sebutan Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945. Piagam ini dijadikan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 walaupun terdapat pengubahan didalamnya yaitu tujuh kata setelah Ke-Tuhanan, yang semula berbunyi Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dari uraian di atas diketahui bahwa rancangan undang-undang dasar dirumuskan sebelum Proklamasi Kemerdekaan, sedangkan penetapan dan pengesahannya terjadi satu hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Dalam sejarah revolusi Bangsa Indonesia peristiwa tersebut benar-benar merupakan karunia tak ternilai dari Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Bangsa Indonesia diberikan jalan yang sebaik-baiknya dalam membuat susunan negara. Seandainya pada waktu itu belum ada rancangan undang-undang dasar, tentu setelah proklamasi kemerdekaan bangsa ini akan menemui kesulitan karena belum memiliki undang-undang dasar yang menjadi syarat berdirinya sebuah negara.
Sejak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 pada 18 Agustus 1945, penyelenggaraan negara didasarkan pada ketentuan-ketentuan menurut Undang-Undang Dasar 1945. Namun, mengingat saat itu masih dalam masa peralihan, pelaksanaan sistem pemerintahan negara dan kelembagaan negara yang ditentukan Undang-Undang Dasar 1945 belum dapat dilaksanakan seluruhnya.
119
Belum optimalnya pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 saat itu karena bangsa Indonesia sedang dihadapkan pada masa revolusi fisik untuk mempertahankan negara dari rongrongan penjajah yang tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia.
Dalam situasi tersebut, Indonesia sebagai bangsa yang baru merdeka dan masih belajar mempraktekkan penyelenggaraan ketatanegaraan, sangat beralasan apabila sempat terjadi ketidaksesuaian antara pelaksanaan sistem pemerintahan dengan sistem pemerintahan yang diatur dalam konstitusi. Oleh karena itu, pada waktu itu, yang diterapkan sistem pemerintahan parlementer sementara yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah sistem pemerintahan presidensiil.

Artikel Terkait