Waspada Angka Kematian Ibu (AKI)

Tags

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu negara. Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, angka nasional untuk Angka Kematian Ibu di Indonesia adalah 228/100.000 kelahiran hidup. Angka ini lebih rendah dibandingkan AKI hasil SDKI tahun 2002-2003 yang mencapai 307/100.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2009).
AKI di Provinsi Jawa Tengah pada periode 2008-2009 mengalami peningkatan, AKI pada tahun 2008 berjumlah 114/100.000 kelahiran hidup, sedangkan pada 2009 naik menjadi 117/100.000 kelahiran hidup. Kejadian kematian paling banyak adalah pada waktu nifas yaitu sebesar 49,12%, bersalin 26,99%, hamil 23,89%. Penyebab kematian adalah perdarahan 27,87%, eklamsia 23,27%, infeksi 5,2%, dan lain-lain 43,18% (Dinkes Jateng, 2009). Anemia pada ibu hamil dapat meningkatkan resiko terjadinya pendarahan, bila terjadi sejak awal kehamilan dapat menyebabkan terjadinya persalinan prematur (Proverawati, dkk, 2009).
Berdasarkan profil kesehatan Kabupaten Pekalongan (2009) angka kematian ibu pada tahun 2008 yaitu 6 kasus (95,22/100.000 Kelahiran Hidup) dan pada tahun 2009 sebesar 10 kasus (157,58/100.000 Kelahiran Hidup). Apabila dibandingkan dengan tahun 2008 maka angka kematian ibu mengalami kenaikan sebesar 62,36%. Jika dilihat dari penyebab 2 langsung kematian ibu tahun 2009 adalah perdarahan sebanyak 2 kasus, pre eklamsi berat 5 kasus, infeksi 1 kasus dan gagal jantung 2 kasus (Dinkes Kabupaten Pekalongan, 2009).
Menurut Sulistyoningsih (2010) anemia juga menyebabkan kematian janin di dalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Wanita hamil merupakan salah satu kelompok yang rentan masalah gizi terutama anemia gizi besi. Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, prevalensi anemia ibu hamil sebesar 40,1% dan pada tahun 2007 turun menjadi 24,5% (Riskesda, 2007). Namun demikian keadaan ini mengindikasikan bahwa anemia gizi besi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2009). Anemia pada kehamilan ditunjukkan dengan kadar hemoglobin dalam darah kurang dari 11gr/100ml. Anemia lebih sering dijumpai dalam kehamilan, Hal ini disebabkan karena dalam kehamilan keperluan zat-zat makanan bertambah dan terjadi perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang. Darah bertambah banyak dalam kehamilan, akan tetapi bertambahnya sel-sel darah kurang dibanding dengan bertambahnya plasma, sehingga terjadi pengenceran darah (Waryana, 2010). Faktor yang mempengaruhi anemia dalam kehamilan diantaranya adalah konsumsi tablet Fe, status gizi ibu hamil, penyakit infeksi dan perdarahan (Manuaba, 2010). 3 Untuk menanggulangi masalah tersebut Pemerintah Indonesia mulai menerapkan dan terfokus pada pemberian tablet tambah darah (Fe) pada ibu hamil. Ibu hamil mendapatkan tablet tambah darah 90 tablet selama kehamilannya. program ini dilaksanakan dengan harapan setiap ibu hamil secara teratur memeriksakan diri ke Puskesmas atau Posyandu selama masa kehamilannya (Depkes RI, 2009).
Pemberian tablet Fe kepada ibu hamil ada 2 indikator yaitu Fe1 dan Fe3. Cakupan ibu hamil yang mendapat tablet Fe adalah cakupan ibu hamil yang mendapat 90 tablet Fe selama periode kehamilannya. Di Propinsi Jawa Tengah Cakupan ibu hamil yang mendapatkan tablet tambah darah (Fe) selama tahun 2006-2008 terlihat ada kecenderungan turun setiap tahun baik cakupan Fe1 maupun Fe3, namun meningkat pada tahun 2009. Cakupan Fe1 dan Fe3 tahun 2006 masing-masing sebesar 71,1% dan 64,5%, pada tahun 2008 turun menjadi 53,1% dan 48,1%. Pada tahun 2009 cakupan pemberian Fe1 naik menjadi 76,9% dan Fe3 naik menjadi 68,7% (Depkes RI, 2009).
Di Kabupaten Pekalongan terdapat 26 Puskesmas,
Dari 26 Puskesmas tersebut Puskesmas Sragi II menduduki ranking 2 terendah dari cakupan tablet Fe pada Ibu hamil, dilihat dari data tahun 2010 cakupan tablet Fe1 90,86% dan untuk Fe3 86,38%. Dari presentase tersebut dapat dilihat bahwa cakupan Fe1 sudah cukup baik, namun cakupan Fe3 belum memadai. Hal ini amat mungkin berkaitan dengan masih tingginya prevalensi anemia pada ibu hamil. Dalam kenyataannya tidak semua ibu hamil yang mendapatkan tablet Fe meminumnya secara rutin, hal ini bisa disebabkan karena faktor ketidaktahuan pentingnya tablet Fe untuk kehamilannya. Dampak konsumsi tablet Fe dapat menimbulkan efek samping yang mengganggu sehingga orang cenderung menolak tablet yang diberikan. Penolakan tersebut sebenarnya berpangkal dari ketidaktahuan mereka bahwa selama kehamilan mereka memerlukan tambahan zat besi (Arisman, 2007). Peran serta dukungan keluarga dalam upaya peningkatan kesehatan keluarga diantaranya meliputi upaya untuk meningkatkan terhadap masalah kesehatan dan merupakan tantangan terbesar yang bertujuan membantu keluarga untuk belajar bagaimana agar bisa sehat (Bobak, dkk, 2005).
Dari studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Sragi II, Diketahui dari 8 orang ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya di Puskesmas Sragi II dan diwawancara tentang tablet fe, didapatkan bahwa 3 orang diantaranya mempunyai tingkat pengetahuan yang cukup (mampu menjawab pertanyaan dengan benar) dan ketiganya patuh mengkonsumsi tablet Fe1 tablet perhari. Sisanya 5 orang mempunyai tingkat pengetahuan yang kurang (hanya 50% pertanyaan dijawab dengan benar) dan kelimanya tidak patuh mengkonsumsi tablet Fe. Dukungan dari pihak keluarga atau suami menunjukkan bahwa sebagian besar tidak mendapatkan dukungan dari keluarga ataupun suami mereka (4 orang), namun ada juga responden lain menyatakan bahwa suami dan anak- anaknya mendukung dalam mengkonsumsi tablet Fe, meskipun setiap hari tidak selalu mengingatkan (4 orang).
Berdasarkan uraian diatas tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang judul hubungan dukungan keluarga dan pengetahuan ibu hamil trimester III tentang tablet fe dengan kepatuhan konsumsi tablet Fe.


Artikel Terkait