UPAH STANDAR,KERJA
MAKSIMAL,BOLEH DIHAJAR
Luthfi
Romadhon
Sesuai dengan
judul di atas begitulah wajah pekerja rumah tangga saat ini. Dari yang bekerja
di dalam negeri bahkan luar negeri pun sama saja keadaannya. Padahal pekerja
rumah tangga merupakan bagian penting dalam keseharian orang berumah tangga,
yang terkadang bahkan menjadi orang kepercayaan dari majikan
untuk mengurusi segala keperluan yang ada di rumah tangga tersebut.
Alasan utama yang
seringkali digunakan ketika seseorang memutuskan akan mempekerjakan pekerja
rumah tangga adalah sibuk dalam pekerjaan, kesepian, kurangnya keterampilan
rumah tangga, khususnya memasak, rasa malas untuk melakukan pekerjaan rumah
tangga, dan lain-lain.
Mayoritas
pekerja rumah tangga tidak dianggap sebagai sebuah profesi, sehingga pemenuhan
hak-haknya seringkali hanya berdasarkan belas kasihan atau kemurahan hati
majikan. Akibatnya pekerja rumah tangga pun lebih dipahami sebagai “Pembantu”
daripada “Pekerja” rumah tangga. Secara normatif, pekerja rumah tangga pun belum
dianggap sebagai sebuah profesi, karena aktivitas mereka dianggap jauh dari
aktifitas produksi. Menjelaskan hubungan pekerja rumah tangga dan pengguna jasa
(majikan) memang tidak semudah menjelaskan relasi tenaga kerja dan pemberi
tenaga kerja sebagaimana dalam hubungan industrial ataupun perusahaan pada
umumnya. Hal ini dikarenakan relasi pekerja rumah tangga dan pengguna jasa
memiliki kekhususan yang unik, kompleks, dan dianggap sebagai hubungan kekeluargaan.
Hubungan antara pekerja
rumah tangga dan pengguna jasa ini banyak dikondisikan sebaagai kekeluargaan,
yang dalam banyak hal dapat mengaburkan hubungan kerja antara pekerja rumah
tangga dan pengguna jasa. Akibatnya beban kewajiban dan hak-hak pekerja rumah
tangga menjadi tidak sepadan, jam kerja tanpa batas, gaji sangat rendah dan
tidak adanya jaminan kesehatan. Pekerja rumah tangga bekerja dan hidup tertutup
dari pandangan publik karena sebagian besar dari mereka tinggal di rumah tempat
dia bekerja. Tidak ada batasan yang jelas antara kehidupan pribadi dan
pekerjaan, membuat profesi Pekerja Rumah Tangga menjadi pekerjaan yang rumit,
menuntut curahan waktu, perhatian, energi dan berbagai keterampilan.
Seiring
perkembangan jumlah pekerja rumah semakin melonjak, estimasi International Labour Organization pada
tahun 2009 menyebutkan jumlah PRT di seluruh dunia sebanyak 50 juta orang dan
kurang lebih 3 hingga 4 juta PRT bekerja di Indonesia. Sementara menurut
Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga, jumlah PRT di Indonesia 2009
diestimasi sebanyak 10 juta-an orang, dan lebih dari 67 persen rumah tangga
kelas menengah dan menengah atas mempekerjakan pekerja rumah tangga. Namun dari
banyaknya jumlah pekeja rumah tangga nyaris tidak ada perlindungan hukum untuk pekerja
rumah tangga ini. Hanya undang-undang Penghapusan Tindak Kekerasan dalam Rumah
Tangga yang secara eksplisit menyebut pekerja rumah tangga sebagai obyek
perlindungan dalam undang-undang tersebut. Selebihnya, pekerja rumah tangga
sama sekali tidak mendapat perhatian, pengaturan dan perlindungan secara hukum.
Bahkan, undang-undang ketenagakerjaan pun sama sekali tidak menyinggung
persoalan Pekerja Rumah Tangga ini.
Meskipun
pemerintah telah membuat RUU perlindungan pekerja rumah tangga namun pengesahan
dari undang-undang ini masih belum dipastikan. Padahal undang-undang ini sangat
di butuhkan mengingat banyaknya kasus-kasus pelanggaran hak asasi dari para
pekerja rumah tangga ini. Kasus-kasus
tersebut antara lain gaji yang belum sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan.
Walaupun pemerintah telah menetapkan UMR untuk pembantu sebesar Rp 1.200.000
per bulan, namun dalam prakteknya masih banyak pembantu yg hanya di gaji
setengah dari UMR tersebut,bahkan kurang namun dengan pekerjaan yang melebihi
waktu kerja. Tak hanya sebatas masalah gaji, banyaknya kasus-kasus penganiayaan
PRT oleh majikan dari, memukul, memperkosa,
bahkan membunuh PRT seolah menjadi hal yang wajar dan merupakan hak bagi
majikan atas PRT. Hal ini karena
belum adanya UU yang jelas mengatur tentang pekerja rumah tangga. Padahal UU
tersebut sangat diharapkan pekerja rumah tangga. Banyak yang berpendapat
tindakan kekerasan dan upah yang di bawah setandar dari majikan terjadi karena
tidak ada hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban dari pekerja rumah
tangga. Seolah pekerja rumah tangga hanyalah seorang budak yang dikuasai oleh
majikannya. Pekerja rumah tangga memiliki
kewajiban banyak dan luas namun dengan hak yang sedikit dan sempit. Bahkan
seorang sastrawan terkenal WS Rendra pun menggambarkan sebuah kisah kehidupan
seorang pekerja rumah tangga dalam esainya.
Sajak Gadis Dan
Majikan
Janganlah tuan
seenaknya memelukku.
Ke mana arahnya,
sudah cukup aku tahu.
Aku bukan ahli ilmu
menduga,
tetapi jelas sudah
kutahu
pelukan ini apa
artinya…..
Siallah pendidikan
yang aku terima.
Diajar aku
berhitung, mengetik, bahasa asing,
kerapian, dan
tatacara,
Tetapi lupa
diajarkan :
bila dipeluk
majikan dari belakang,
lalu sikapku
bagaimana !
Janganlah tuan
seenaknya memelukku.
Sedangkan pacarku
tak berani selangsung itu.
Apakah tujuan tuan,
sudah cukup aku tahu,
Ketika tuan siku
teteku,
sudah kutahu apa
artinya……
Mereka ajarkan aku
membenci dosa
tetapi lupa mereka
ajarkan
bagaimana mencari
kerja.
Mereka ajarkan aku
gaya hidup
yang peralatannya
tidak berasal dari lingkungan.
Diajarkan aku
membutuhkan
peralatan yang
dihasilkan majikan,
dan dikuasai para
majikan.
Alat-alat rias,
mesin pendingin,
vitamin sintetis,
tonikum,
segala macam soda,
dan ijazah sekolah.
Pendidikan
membuatku terikat
pada pasar mereka,
pada modal mereka.
Dan kini, setelah
aku dewasa.
Kemana lagi aku
‘kan lari,
bila tidak ke dunia
majikan ?
Jangnlah tuan
seenaknya memelukku.
Aku bukan
cendekiawan
tetapi aku cukup
tahu
semua kerja di
mejaku
akan ke sana
arahnya.
Jangan tuan, jangan
!
Jangan seenaknya
memelukku.
Ah, Wah .
Uang yang tuan
selipkan ke behaku
adalah ijazah
pendidikanku
Ah, Ya.
Begitulah.
Dengan yakin tuan
memelukku.
Perut tuan yang
buncit
menekan perutku.
Mulut tuan yang
buruk
mencium mulutku.
Sebagai suatu
kewajaran
semuanya tuan
lakukan.
Seluruh anggota masyarakat
membantu tuan.
Mereka pegang kedua
kakiku.
Mereka tarik pahaku
mengangkang.
Sementara tuan naik
ke atas tubuhku.
( WS Rendra – 1975 )
Menarik
bukan puisi diatas, puisi di atas menggambarkan kisah kehidupan seorang
pembantu yang hanya seperti budak bagi majikannya. Sebuah gambaran kehidupan
dari seorang pekerja rumah tangga yang tidak mendapat perlindungan hukum. Puisi
diatas merupakan puisi karya WS Rendra tahun 1975, dimana pada tahun tersebut
banyak terjadi penyelewengan dari majikan. Jadi dapat disimpulkan bahwa dari
sekitar tahun 1975 hingga sekarang perlindungan bagi pekerja rumah tangga belum
ada. Bagaimana mungkin dari waktu yang terlewat tersebut bahkan lebih dari 35
tahun ini tidak ada kepastian hukum yang mengatur tentang pekerja rumah tangga
tersebut. Apakah karena hal ini di
anggap kurang penting bagi pemerintah? Hal ini masih menjadi pertanyaan di
berbagai kalangan. Peran pemerintah
sangat diharapkan dalam pembentukan UU tentang pekerja rumah tangga. Saya
sangat mengharapkan peran dari pemerintah dalam menghadapi masalah ini. Pembantu
atau pekerja rumah tangga haruslah disetarakan dengan pekerjaan-pekerjaan yang
lainnya baik dari hak maupun kewajibannya, karena mereka adalah pekerja rumah
tangga bukan pembantu rumah tangga.
tag
contoh essay bahasa indonesia
kumpulan essay
contoh essay bahasa indonesia
kumpulan essay
contoh essay bahasa indonesia